Bagi seorang
advokat/pengacara, memahami Hukum Perdata Islam (Syariah) yang berlaku di Indonesia, apalagi dalam tataran pelaksanaannya di tengah-tengah masyarakat adalah sangat
penting. Lihat saja penerapan hukum perdata islam (syariah) dalam kegiatan bisnis di
Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sebagai contoh:
bank-bank konvensional yang selama ini menerapkan hukum perdata Nasional Indonesia dan hukum
dagang, hukum perusahaan, telah berlomba-lomba membuka bank berbentuk syariah, belum lagi usaha kecil menengah yang juga mempergunakan dan
menerapkan ketentuan hukum perdata islam dalam pelaksanaan usaha bisnisnya.
Berkaitan dengan hal
tersebut, kami dari kantor hukum Advokat Silaen & Associates akan
membagikan tentang eksistensi Hukum Perdata Islam dalam struktur pelaksanaan
hukum di Indonesia.
Arti dan Pengertian Hukum Perdata Islam
“Hukum Islam” (bahasa Arab = al-hukm al Islam) merupakan terminologi khas Indonesia yang merupakan
kata terjemahkan langsung dari bahasa Arab. Tapi ada juga sebahagian para ahli
atau pakar yang menyebutkan istilah “Hukum Islam” itu adalah al-fiqh al-Islamy atau al-Syari’ah al-Islamy, sementara dalam
penggunaan wacana ahli hukum barat sering disebut dengan “Islamic law”.
Arti dan pengertian
dari ”Hukum Perdata Islam” masih sangat beragam, dengan kata lain belum ada
kesepahaman dari ahli dan pakar hukum islam untuk menjelaskan tentang
pengertian dari hukum perdata islam, namun pengertian dasarnya adalah sebagian
dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum
positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup
mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena
ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah hukum perkawinan,
kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan serta ekonomi syari’ah. Atau ada
juga pengertian lain Hukum Perdata Islam adalah
peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang
tingkah laku mukallaf, dalam hal perdata atau mu’amalah yang diakui dan
diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama Islam (khususnya di
Indonesia).
Sejarah Hukum Perdata Islam
Berikut akan kami
jelaskan sedikit tentang sejarah diberlakukan atau digunakannya hukum perdata
islam di Indonesia, sebagai berikut:
Masa Kerajaan atau Kesultanan Islam di Indonesia
Pada masa berkembangnya
kerajaan Islam di Nusantara, hukum Islam telah dijalankan dan dipraktekkan oleh
masyarakat. Dimana pelaksanaannya kalau boleh dikatakan hampir mendekati sempurna
(syumul), misalnya telah mencakup masalah mu’amalah, ahwal al-syakhsiyyah
(perkawinan, perceraian dan warisan). Disamping itu, hukum Islam pada saat itu
telah menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan Islam
Nusantara. Jadi, penerapan hukum islam adalah merupakan hukum positif sebelum
masuknya penjajahan Belanda di Indonesia.
Masa Penjajahan Kolonial Belanda
Pada masa kolonial
Belanda, pelaksanaan hukum islam terklasifikasikan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu
yang pertama adalah terlihat dengan adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC untuk
memberikan ruang gerak yang sedikit luas bagi penerapan hukum Islam. Kedua, terlihat
dengan adanya upaya intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkan
pada pelaksanaan hukum adat.
Masa Penjajahan Jepang
Berdasarkan pendapat Daniel
S. Lev, bahwa Jepang memilih untuk tidak mengubah ataupun mempertahankan
beberapa peraturan yang ada. Penerapan dan pelaksanaan adat istiadat lokal dan
praktek keagamaan tidak dicampuri oleh Jepang, dengan dasar pertimbangan untuk
mencegah terjadi resistensi, perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan pada
saat itu. Target Jepang hanya berusaha untuk menghapus simbol-simbol
pemerintahan kolinial Belanda yang ada pada saat itu di Indonesia, disamping
juga ingin menghapus pengaruh kebijakan pemerintahan Jepang terhadap
perkembangan hukum di Indonesia tidak begitu terlaksana dengan baik.
Masa Kemerdekaan
Pada masa ini,
penerapan hukum kita kembali kepada UUD 1945 yang jelas termaktub dalam aturan
peralihan UUD 1945. Dengan kata lain, bahwa hukum yang lama masih berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Banyak para ahli dan pakar hukum
yang berbeda pendapat tentang kembalinya penerapan kepada hukum lama. Menurut Hazairin, bahwa seluruh peraturan
pemerintahan Belanda yang berdasar teori receptie tidak berlaku lagi karena
jiwanya bertentangan dengan UUD 1945 dan juga bertentangan dengan al-Qur’an dan
sunnah Rosul. Sementara pendapat Sayuti Thalib yang mencetuskan teori Receptie
a Contrario, menyatakan bahwa hukum adat baru dapat berlaku kalau tidak
bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.
Masa Pemerintahan Orde Baru
Terbitnya Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan
Politik hukum
memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh pemerintah orde baru,
dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan ”Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu” dan pada pasal
63 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah
Pengadilan Agama (PA) bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri (PN) bagi
pemeluk agama lainnya.
Undang- undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
Dengan disahkannya UU Peradilan Agama (PA) tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar dalam lingkungan PA.
Diantaranya:
- PA telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara;
- Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan seragam diseluruh Indonesia. Dengan unifikasi hukum acara PA ini, maka memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan PA;
- Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1 tahun 1991 (KHI)
- Pada Bulan Maret 1985, Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehigga terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Makamah Agung dan Departemen Agama. SKB itu membentuk proyek kompilasi hukum islam dengan tujuan merancang tiga buku hukum, masing-masing tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum Kewarisan (Buku II), dan tentang Hukum Perwakafan (BUKU III). Pada Bulan Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas sebagai inovasi dari para ulama Islam di seluruh Indonesia. Sehingga pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden Suharto menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar hukum berlakunya KHI tersebut;
Masa Reformasi
Diantara produk hukum
yang positif di era reformasi yang sangat jelas bermuatan dan mengandung kaedah
hukum Islam (Hukum Perdata Islam) adalah:- Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
- Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf;
- Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan terhadap Undang-undang No. 7 tahun 1999 tentang Peradilan Agama (Ekonomi Syari`ah);
- Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang secara nyata dapat dengan jelas kita lihat dalam Pasal 49 ayat (1) yang menyatakan: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- perkawinan;
- kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
- wakaf dan shadaqah;
- Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan terhadap Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang mana pada Pasal 49 ayat (1) berubah menjadi sebagai berikut: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari’ah.
Asas Hukum Perdata Islam
Yang dimaksud dengan Asas-asas
hukum perdata Islam adalah asas-asas hukum yang
mendasari pelaksanaan hukum perdata Islam, misalnya asas kekeluargaan, asas
kebolehan atau mubah, asas kebajikan, asas kemaslahatan hidup, asas
kesukarelaan, asas menolak mudharat mengambil manfaat, asas adil dan seimbang,
asas mendahulukan kewajiban dari pada hak, asas larangan merugikan diri sendiri
dan orang lain, asas kebebasan berusaha, asas mendapatkan hak karena usaha dan
jasa, asas perlindungan hak, asas hak milik berfungsi sosial, dan masih banyak
lagi asas-asas dalam hukum perdata Islam.
Berikut
akan kami jelaskan sebahagian, asas-asas yang telah kami uraikan diatas:
- Asas kekeluargaan adalah asas hubungan perdata yang berdasarkan pada sikap saling menghormati, kasih sayang, dan tolong menolong untuk mencapai kebaikan bersama. Asas kekekuargaan dalam hukum perdata Islam berdasarkan pada surat al-Maidah ayat 2 yang mengatakan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah (1), dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram (2), jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya (3), dan binatang-binatang qalaa-id (4), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya (5) dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
- Asas kebolehan atau mubah adalah asas yang membolehkan melakukan semua kegiatan perdata sepanjang tidak ada larangan, baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Asas ini didasarkan pada Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 286 yang mengatakan: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir".
- Asas kebajikan adalah asas setiap hubunga keperdataan seharusnya mendatangkan kebajikan kepada kedua belah pihak dan masyarakat. Asas kebajikan dalam hukum perdata Islam didasarkan pada al-Qur’an surat al-Maidah ayat 90 yang mengatakan: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.
- Asas kemaslahatan hidup dalam hukum perdata Islam adalah asas yang mendasari segala bidang pekerjaan agar mendatangkan kebaikan dan bermanfaat bagi kehidupan pribadi manusia dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Demikian artikel tentang hukum perdata islam syariah Indonesia ini, semoga ada manfaatnya. Sekian dan terima kasih.
Salam hormat dari kami
N. HASUDUNGAN SILAEN, SH
Advokat Anggota Peradi Medan NIA. 98.10796
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....