Ketika
dibuka bursa lowongan kerja bagi pengacara oleh kantor hukum atau law firm
dan/atau perusahaan di Indonesia, tentu saja banyak pengacara akan
berlomba-lomba untuk mengajukan diri ataupun memilih memasukan permohonan surat
lamarannya pada kantor atau perusahaan yang dapat memberikan “gaji pengacara” yang tinggi
per-bulannya.
Hal
ini wajar, karena siapa sih yang tidak ingin mendapatkan gaji yang besar tiap
bulannya dalam bekerja? Demikian pula halnya dengan para pengacara atau advokat
yang saat ini berhasrat memilih berkarir pada kantor hukum atau firma hukum top
di Indonesia. Apa lagi, selama ini telah terbentuk “image” melalui media massa (baik elektronik maupun cetak)
bahwasanya pengacara identik dengan dunia gemerlap atau “glamour” yang penuh dengan hiruk pikuk dunia entertaiment dan
berkelas bintang 5 (lima).
Memang, fakta pada beberapa kantor hukum atau law firm
ternama atau terkemuka khususnya di area Jakarta dan sekitarnya, seorang pengacara
atau “advokat muda” minimal
perbulan-nya bisa memperoleh gaji setiap bulan sebesar 4 sampai 5 juta rupiah
perbulan, sedangkan untuk seorang pengacara yang sudah mempunyai pengalaman,
rata-rata bisa mendapatkan “salary”
minimal sebesar 10 jutaan perbulannya.
Nah, kondisi kisaran gaji diatas tentu saja turut
membentuk niat atau keinginan para sarjana hukum memilih profesi menjadi
pengacara muda dalam rangka untuk meniti karir, khususnya mengidamkan dengan
melamar bekerja pada kantor advokat atau law firm daripada mendirikan bendera
kantor pengacara atas namanya sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa secara umum
lingkup kerja para pengacara dibagi 2 (dua) bagian, yaitu: “pengacara litigasi” dan “pengacara korporasi” (non-litigasi).
Para pengacara litigasi ini, biasanya fokus tugas pekerjaannya selalu
berhubungan dengan bersidang di ruang pengadilan, sedangkan pengacara korporasi
tugasnya lebih fokus memberikan konsultasi khususnya terhadap lapangan hukum
bisnis perusahaan. Sebenarnya dari segi profesi, baik pengacara litigasi maupun
pengacara korporasi tidak ada perbedaan, karena pada prinsipnya ke-2 bidang
tersebut sama-sama memberikan pelayanan “jasa hukum”, tidak terkecuali dalam hal ini penanganan kasus atau perkara dalam keluarga (misalnya perceraian, perwalian, harta gono gini, dsb).
Apabila kita kaitkan bidang keahlian yang dibutuhkan
atau dipergunakan oleh para pengacara litigasi dan pengacara korporasi, tentu
saja akan kelihatan perbedaan yang sangat mencolok dimana pengacara litigasi
sangat diharapkan memiliki kemampuan yang lebih agresif (khususnya dalam
mempertahankan argumen dan dalil-dalil hukum di depan persidangan). Sementara
pengacara korporasi lebih memiliki kemampuan yang sistematis dan lebih
cenderung “by the book” serta
memiliki naluri bisnis yang cekatan.
Persoalan “gaji
advokat” ini, tentu saja tidak akan sama disetiap kantor advokat atau law
firm dan kecenderungan menjadi masalah pada kantor-kantor hukum yang sedang
berkembang (kategori law firm papan menengah), sehingga ketika ada tawaran yang
lebih tinggi dan sedikit lebih menarik lagi, maka kemungkinan besar bisa saja
pengacara atau advokat yang telah bekerja pada law firm tertentu akan langsung
pindah kantor. Ironis memang, tapi para pemilik (pengelolah) kantor advokat
ataupun firma hukum tidak dapat menahan, karena persoalan pindah kerja adalah
hak setiap pengacara/advokat.
Disamping adanya keinginan untuk mendapatkan gaji yang
tinggi/besar, para advokat/pengacara maupun para sarjana hukum yang mengincar
ataupun mengintip adanya lowongan kerja untuk bisa bekerja dan berkarir pada
kantor advokat atau firma hukum terkenal dan top di Indonesia, tentu juga
sangat berharap akan adanya jenjang karir yang meningkat. Adanya jenjang karir
yang jelas, tentu saja menarik perhatian dan memacu semangat untuk berprestasi
dan tetap berusaha meningkat kemampuannya.
Pada kantor advokat atau firma hukum yang telah ditata
atau dikelolah secara modern dan profesional, ada sebahagian kantor misalnya
memberlakukan jenjang karir sebagai berikut:
- Para pekerja berstatus advokat magang ditempatkan pada posisi paralegal;
- Para advokat yang sudah memiliki izin pengacara/advokat ditempatkan pada posisi pengacara muda atau ada yang menyebutnya dengan “junior lawyer”;
- Para advokat senior atau sering disebut dengan “senior lawyer”, apabila para junior lawyer bersangkutan dipandang telah memiliki kualitas dan kemampuan yang mumpuni dalam menangani kasus atau perkara;
Sedikit kami jelas, bahwa senior lawyer adalah
pengacara/advokat yang sudah diberi diwenang sepenuhnya untuk menghandle setiap
dokumen yang diberikan kepadanya, misalnya mengkonsep atau menyusun sebuah
gugatan, membuat atau memberikan catatan untuk sebuah legal opinion, atau
menyusun dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan kasus/perkara yang
bersangkutan. Biasanya bidang tugas atau pekerjaan senior lawyer ini dapat
dicapai seorang junior lawyer minimal telah mempunyai “jam terbang” atau
pengalaman lebih dari 3 (tiga) tahun-an.
Nah, itu sedikit penjelasan tentang sistem yang
diterapkan pada beberapa kantor advokat atau firma hukum, dan sebagaimana ada
kami singgung bahwa ada juga kantor pengacara yang memberikan gaji bagi para
pengacara yang bekerja dikantornya dengan cara memakai model persentase (%) dan
menerapkan “marketing fee”, dimana
persentase dihitung dari pemasukan yang diperoleh oleh kantor hukum lalu
kemudian membagikannya kepada para pengacara. Sementara marketing fee merupakan
biaya yang diberikan kepada para pengacara yang berhasil menarik atau membawa
klien untuk kantor hukum yang tersebut. Masalah besaran marketing fee yang
diberikan kepada seorang pengacara, tentu saja berbeda antara kantor hukum yang
satu dengan yang lainnya. Ada sebahagian kantor hukum atau firma hukum yang
memberikan marketing fee sebesar 20% (dua puluh persen) dan ada juga yang
memberikan 30% ataupun 10%, pokoknya tergantung kesepakatan para pengacara yang
bekerja pada kantor hukum advokat atau firma hukum tersebut.
Pola penggajian dari bisnis jasa layanan hukum (legal service) diatas, sudah barang
tentu harus dipahami oleh para pengacara atau advokat maupun paralegal yang
nantinya lebih memberikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam hal bidang
konsultasi hukum atau berprofesi dan bekerja sebagai konsultan hukum (corporate lawyer), sehingga fokus
lowongan kerja yang ada pada beberapa kantor advokat atau law firm dapat anda
seleksi dengan baik. Apapun model penggajian yang diterapkan, tentu saja para
calon pekerja yang saat ini sedang menantikan bukanya bursa lowongan kerja pada
kantor hukum atau fima hukum tertentu di Indonesia, tidak adanya salahnya untuk
memperhitungkan aspek adanya untung rugi dari mode penggajian diatas, agar nantinya
kepuasan dan kenyamanan dalam bekerja di kantor tersebut dapat tercipta dengan
baik dan juga target anda dalam rangka mengitip pekerjaan pengacara untuk
mendapatkan gaji yang besar (tinggi) serta jenjang karir yang meroket juga
dapat terwujud.
Ingat, memperoleh gaji yang besar tidak menjamin karir
anda sebagai advokat/pengacara dapat cemerlang dan bisa saja bila anda membuka
kantor advokat sendiri, anda akan lebih leluasa dalam mengeksploitasi diri dan
kemampuan hukum yang anda miliki dalam menempah pengalaman anda menangani kasus
yang diberikan klien kepada anda. Dengan adanya keleluasaan dalam
mengeksploitasi kemampuan yang anda miliki, maka peluang untuk menjadi “pengacara kondang” lebih cepat digapai.
Karena kalau kita amati dinamika dari pengalaman para pengacara kelas kondang
yang ada di Indonesia maupun bertaraf Internasional adalah pemilik langsung dari kantor advokat atau firma hukum.
Menurut kami, tidak ada salahnya kita menimba ilmu
sebagai pekerja atau karyawan pada kantor hukum atau law firm tertentu, namun
target kedepan untuk memiliki kantor advokat ataupun mendirikan firma hukum sendiri jangan sampai terlupakan.
Sekian dan terima kasih.
Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....