Pandangan
Islam Dalam Hukum Multi Level Marketing (MLM) # Bagaimana sebenarnya hukum
Multi Level Marketing (MLM) dalam agama Islam? Sekarang ini penggunaan sistem dalam
dunia bisnis MLM telah banyak diterapkan atau dijalankan, dimana tujuannya adalah
untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal (sebesar-besarnya) dari para
member-nya maupun downline-nya. Misalnya, ada yang menjual barang yang nyata
seperti obat-obatan dan herbal, kosmetik, makanan suplemen multi vitamin, susu, dsb,
dan ada barang dalam bentuk yang tidak nyata, misalnya: dalam bentuk e-Book
yang harus di download dulu lalu di cetak agar jadi sebuah buku seutuh. Ada yang
lebih parah lagi, yaitu dengan menjual barang yang harganya tidak umum sehingga
seolah-olah sebagai formalitas saja yang mana sesungguhnya hanya permainan uang
semata. Dengan kata lain, seorang member yang sudah membayar uangnya masuk ke uplinenya
atau orang yang mengajaknya, kemudian member baru ini yang harus bekerja keras
untuk mencari lagi orang (downline), dan jika dia tidak dapat, maka sudah bisa
dipastikan dianya tidak akan mendapatkan gaji (uang pemasukan). Jadi dengan
kata lain, sistem ini paling enak ya yang lebih dahulu masuk, semakin banyak
downlinenya mengajak orang semakin tinggi levelnya dan makin besar gajinya,
sampai kedalaman pada level tertentu dan yang paling pahit nasibnya ya yang
baru masuk (mendaftar). Menurut pandangan seseorang, gak adil dong kalau
caranya begini. So, bagaimana sebenarnya hukum bisnis Multi Level Marketing (MLM)
ini dari sisi pandangan agama dan hukum Islam? Telah sesuai atau malah menyalahi?
Berikut penjelasan kami.
Analisa Hukum Multi Level Marketing
Dalam Islam
Sebagaimana
kita ketahui bersama, bahwa agama Islam tidak mengenal sebelumnya sistem
penjualan Multi Level Marketing (MLM). Dalam literatur fiqih klasik, tidak ada
memuat hal-hal mengenai MLM. Oleh karena, MLM ini memang sebuah fenomena yang
baru dalam dunia marketing di jaman modern.
Hukum Mengikuti Bisnis MLM
Karena
MLM dimasukan dalam bab Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya adalah => mubah
atau boleh. Kalau kita merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai
Al-Ibahah, dimana hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal
ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang
ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam. Misalnya bila di dalam
sebuah MLM itu nanti ditemukan, ternyata terdapat indikasi “riba`”, misalnya
dalam memutar dana yang terkumpul. Atau nantinya ditemukan ada indikasi
terjadinya “gharar” atau penipuan, baik kepada downline maupun kepada upline-nya.
Atau mungkin juga terjadi “dharar”, yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan
atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan atau menyusahkan. Dan
tidak tertutup kemungkinan ternyata nanti ditemukan ada unsur “jahalah” atau
ketidaktransparan dalam sistem dan aturan yang diberlakukan. Atau juga
perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Dengan
kata lain, kita jangan terburu-buru mengambil kesimpulan dan atau memvonis
bahwa bisnis MLM itu adalah halal atau haram, sebelum kita teliti dan analisis
lebih dalam lagi “isi perut” MLM dengan kanjian analisa hukum syariah yang tajam dan
terpercaya.
Teliti Dengan Pasti Bila Ingin
Bergabung Dalam MLM
Bila
ingin menseriusinya, maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan
sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa didalamnya tidak ada ke-empat (4) hal sebagaimana
telah kami sebutkan diatas, yang akan membuat anda jatuh ke dalam hal yang
diharamkan agama Islam. Carilah keterangan detail dan perdalam terlebih dahulu
wawasan serta pengetahuan anda atas sebuah tawaran untuk ikut bergabung dalam komunitas
bisnis MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran keuntungan dan
iming-iming cepat kaya dan seterusnya. Sebaiknya, anda harus yakin terlebih
dahulu bahwasanya produk-produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya
maupun metodenya. Karena anggota MLM bukan hanya konsumen barang tersebut saja,
melainkan juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga, dia harus tahu status
barang tersebut dan bertanggungjawab baik moril maupun materil kepada konsumen
lainnya.
Jalankan Bisnis MLM Yang Telah Di Legalisasi
Syariah
Alangkah
baiknya bila seorang muslim menjalankan bisnis MLM yang sudah ada legalisasi
syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan
syariah semata, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar
berjalan. Sehingga, hukum syariah bukan hanya berhenti pada label tanpa arti.
Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustadz yang mengerti masalah
syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya. Kepada
pengawas syariah itu, anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan suatu produk
dan sistem MLM yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Mintalah kepadanya
dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan
dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas
syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi, jangan terlalu mudah dulu untuk
mengatakan bahwa bisnis dimaksud bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu
persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalan
produk-produk yang akan dipasarkan.
Jangan Berdusta Dalam Melakukan
Teknik Pemasaran
Hal
yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat
tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek
itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyader dalam jangka waktu
singkat, atau bisa punya rumah real estate (properti), mobil built-up mahal, apartemen
mewah, kapal pesiar, jalan-jalan keliling dunia, memiliki gaji hingga jutaan
perhari dan ribuan mimpi lainnya. Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat
seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi
sejatinya dan lebih memilih melakukan “pensiun dini”. Apalagi bila objeknya itu
orang miskin yang hidupnya senin kemis, maka semakin menjadilah mimpi dan
hayalan di siang bolong, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia
sinetron TV series yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Tidak
hanya sampai disitu saja, simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi,
pertemuan di gedung mewah atau kemana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus
pemasaran yang mewarnai bisnis MLM ini. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa
seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan dan atau
direkayasa. Bahkan, istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau
general manager atau istilah-istilah keren yang tidak lazim digunakan, sehingga
pencitraan bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas multi
international. Padahal ujung-ujungnya hanya sebagai penjual produk obat semata.
Pada
kesempatan ini, kami tidak mengatakan bahwa trik dan teknik pemasaran seerti
itu haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam
kurang luas pengetahuan atau wawasannya, bisa sampai tertipu.
Hati-hati Dengan Tindakan Mengeksploitir
Dalil
Salah
satu hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan dalil yang tidak pada
tempatnya untuk melegalkan bisnis MLM dimaksud. Seperti sering kita mendengar
banyak orang yang membuat keterangan atau penjelasan yang kurang tepat. Misalnya
bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah Beliau
memang pernah berdagang, hal ini ketika masih kecil memang pernah diajak
berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat atau dinobatkan menjadi
seorang Nabi pada usia 40 tahun. Namun, setelah menjadi Nabi, Beliau tidak lagi
menjadi pedagang. Pemasukan (“ma'isyah”) yang Beliau dapat adalah dari harta
rampasan perang atau “ghanimah”, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang
dagangan, juga bukan dengan sistem menggunakan MLM.
Lagi
pula kalaulah sebelum jadi Nabi, Beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya
bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah bukanlah uplinenya sebagaimana Maisarah juga
bukan downlinenya. Jadi, jangan karena yang diprospek itu umat Islam, atau
ustadz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan seenaknya
kita langsung mengatakan tanpa memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan “sunnah nabi”.
Dimana, mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai atau berjenjang yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu. Padahal apa yang dilakukan beliau
itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah
sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah
SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang atau jasa dan mendapatkan
imbalan materi. Jadi, pada saat itu tidak ada transaksi muamalat perdagangan
dalam dakwah berjenjang Beliau. Kalaupun ada reward, maka itu adalah pahala dari
Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang dari hasil pembelian.
Perkuat Kreatifitas Dan
Produktifitas
MLM
itu memang sering menjanjikan orang untuk menjadi kaya raya mendadak, sehingga
bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena
menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah
orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua
orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales
menjualkan barang atau produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa
kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati seketika. Sebab, di
belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk
secara massal. Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi,
mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik,
memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan-pekerjaan mulia lainnya. Kalau
semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas
umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja, yaitu hanya berjualan produk
sebuah industri.
Perbaiki Etika Penawaran
Salah
satu hal yang paling mengganggu atau menghambat dari sistem pemasaran langsung
adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah
ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang
acap kali menimbulkan masalah. Biasanya, para distibutor selalu dipompakan
semangat untuk mencari calon pembeli sebanyak-banyaknya. Istilah yang sering
digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu
dan suasana. Misalnya, seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah
berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil membuka
pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian, melangkah kepada janji bertemu.
Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada
dasarnya tidak terlalu anda butuhkan. Hanya saja karena kawan lama, tidak enak
juga untuk tidak membeli barang jualannya. Karena si teman ini menghujani dengan
sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat
fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak
mau harus beli dan jadi anggotanya. Pada saat menawarkan dengan sejuta argumen
inilah seorang distributor bisa bermasalah. Atau suasana yang penting menjadi
terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga, pengajian berubah menjadi
ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan
penting berubah jadi pasar. Tentu hal ini akan terasa mengganggu. Jika anda
ingin menjalankan bisnis MLM pelajari dahulu sistemnya, perhatikan juga prinsip
keadilan antar anggota, dan pastinya produk yang akan dipasarkan adalah 100 % halal.
Sekian
dan terima kasih, semoga bermanfaat bagi pembaca setia website advokat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....