Perubahan
peta dan suhu politik di Sumatera Utara jelang pelaksanaan pilkada atau
pemilukada langsung 2017 yang mulai panas, dimana hal ini berpengaruh
memunculkan gangguan keamanan di Sumut, khususnya untuk daerah Kota Tebing
Tinggi Deli dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Menghadapi adanya indikasi
gangguan keamanan ini, maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) pasti
telah melakukan langkah-langkah strategis dengan telah memetakan daerah-daerah
yang disinyalir rawan terjadinya pelanggaran keamanan dan juga telah memetakan
individu-individu yang berpotensi besar menimbulkan dan atau menciptakan kerawanan
keamanan dan gesekan-gesekan sosial pada pesta demokrasi pemilihan kepala
daerah 2017 mendatang.
Dalam
realese media massa lokal dan nasional tentang seputar hiruk pikuknya bakal
calon kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota berikut dengan balon wakilnya)
di Indonesia, dapat disinyalir sebagai salah satu faktor pemicu yang
menyebabkan terjadinya kerawanan keamanan, sebagai contoh berita terhangat
adalah mengenai bakal calon gubernur yang akan maju pada pilkada DKI Jakarta
2017 telah sangat riuh. Demikian juga halnya dengan pilkada Tebingtinggi dan pilkada Tapteng, dimana telah muncul nama-nama bakal calon (balon) walikota dan
bupati berikut para wakilnya yang akan ikut bertarung untuk memperebutkan kursi
pemimpin sebagai kepala daerah periode masa bhakti 2017-2022, dan tentu saja
dengan bermunculannya nama-nama bakal calon kepala daerah ini, harus diikuti
dengan pengambilan langkah-langkah antisipatif dan rencana-rencana pola
keamanan yang akan dilaksanakan oleh Polda Sumut, sehingga dapat mencengah
terjadinya kisruh pada saat pencalonan bupati di Tapteng dan pencalonan
walikota di Tebing Tinggi, dengan demikian indikasi terjadinya potensi kerawanan
jangka panjang yang tercipta saat pencalonan para kepala daerah dapat
terselesaikan dengan baik dan tidak sampai berlarut-larut.
Disamping
itu, kami melihat bahwa potensi rawan keamanan juga bisa tercipta dari lembaga dan institusi pemerintah daerah (Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil), pihak penyelenggara pemilu
(KPU dan Panitia Pengawas Pemilu/Pemilihan/Panwaslu/Panwaslih) baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga perlu rencana-rencana keamanan
untuk mengantisipasi isu keamanan yang mungkin terjadi akibat perilaku
institusi pemerintah daerah dan juga penyelenggara pemilu yang tidak independen.
Secara
khusus terhadap penyelenggara pemilu, potensi kerawanan keamanan dapat juga timbul
diakibatkan adanya regulasi dan atau kebijakan yang dianggap merugikan satu pihak
yang menjadi kontestan, misalnya dengan terjadinya pencoretan nama calon kepala
daerah (misalnya hal ini pilkada yang terjadi di Kota Pematang Siantar), terjadinya
penundaan pelaksanaan pilkada, terjadinya pelanggaran atas tahapan-tahapan
pemilu atau tahapan pilkada,
terjadinya pemilu ulang atau pilkada ulang, dan lain sebagainya. Tentu saja,
bila hal ini terjadi, maka akan berdampak terjadinya pergeseran rencana
keamanan yang sudah disusun oleh pihak kepolisian. Adanya masalah kebutuhan anggaran
penyelenggaraan pemilu yang tidak mencukupi juga menjadi faktor tambahan yang
bisa mengakibatkan timbulnya ketidaksiapan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan
pilkada yang mana hal ini bisa menciptakan terjadinya kerawanan keamanan di
suatu daerah atau wilayah tertentu.
Pola Relasi Keamanan Pilkada
Dalam
situasional tertentu, disaat tingkat kerawanan yang parah atau buruk pada suatu
daerah atau wilayah, pihak kepolisian dalam hal ini adalah Polda Sumatera Utara
(Sumut) dapat membangun pola relasi yang baik dengan berbagai pihak, khususnya
adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam dukungan personil dan atau data-data
apabila telah terindikasi tingkat kerawanan suatu wilayah sudah berkategori
parah. Masyarakat tentu akan melihat dan menantikan operasi keamanan yang
dilakukan oleh aparat keamanan apakah dapat bertindak dan atau memberikan efek
jera dan sanksi tegas terhadap para pelaku pelanggar hukum selama
berlangsungnya pilkada.
Dalam
konteks peran pihak keamanan wilayah sebagai salah satu faktor suksesnya
penyelenggaraan pilkada di Sumut, harus dapat memastikan bahwa seluruh
tahapan-tahapan pilkada terlaksana dengan baik, taat asas, transparan dan tidak
mencederai pelaksanaan demokrasi langsung itu sendiri, sehingga pola keamanan
dan juga pola relasi keamanan yang akan disusun dan dibentuk harus memiliki
pemetaan atas potensi ancaman yang mungkin timbul dalam setiap penyelenggaraan
tahapan pilkada di Sumut, serta telah pula mempersiapkan exit solution-nya dalam situasi dan kondisi lapangan apapun juga.
Untuk itu kami yakin dan percaya, pihak keamanan dalam melaksanakan tugas
dimaksud telah melakukan kerjasama strategis, berkoordinasi, dan bersinergi
dengan seluruh pemangku kepentingan di Sumatera Utara (khususnya untuk daerah
Tebing Tinggi dan Tapanuli Tengah) mulai dari partai politik (parpol) pengusung bakal calon kepala daerah, media
massa, pengacara, NGO atau LSM, konsultan hukum pemilu, kalangan kampus
atau akademisi dan cendikiawan, para pengamat atau pemerhati pilkada langsung,
tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh, pemuda/pemudi, pemuka agama, pemerintah
daerah atau pemda, KPU atau KIP dan Bawaslu/Panwaslu/Panwaslih, dan lain sebagainya.
Disamping itu, salah satu hal yang terpenting adalah aparat keamanan harus
dapat sedini mungkin mengurangi “circuumstances”
yang dapat mengganggu kelancaran pilkada yang merupakan bahagian yang terpenting dari tahapan rawan pelanggaran pilkada, misalnya dengan meminimalisir
indikasi terjadinya intimidasi atau adanya aksi-aksi pengancaman dan kebrutalan, pemaksaan
dengan kekerasan dan kriminalitas terhadap para pemilih saat sebelum dan atau
saat pelaksanaan pencoblosan, dan para pihak keamanan sebagai aktor pengamanan
juga harus mampu mengawal proses rekapitulasi suara hasil pemilu/pilkada di semua tingkatan sampai
tuntas agar dapat menghindari terjadinya tindakan berupa “mark up suara” ataupun “mark
down suara” yang dapat merugikan salah satu pasangan calon (paslon) kepala
daerah ataupun tindakan-tindakan yang menyangkut dalam pelanggaran pidana
pemilu. Disamping hal diatas, peran aparat keamanan adalah juga sebagai aktor yang
strategis untuk mencegah terjadinya bentrokan massa, antar suku, agama, ras atau etnism serta juga atas kemungkinan
terjadi konflik horizontal atas adanya kepentingan yang berbeda.
Untuk
itu, peran dari aktor pemangku keamanan dan aktor penegak hukum dapat bertindak
tegas dan tidak dapat lagi mentolelir berbagai fitnah dan pencemaran nama baik
seseorang yang kemungkinan timbul dan terjadi tidak saja dilapangan melainkan
juga di jejaring media sosial (medsos), seperti twitter, facebook, instagram,
whatsapp maupun media-media cetak dan elektronik lainnya, termasuk pihak-pihak
atau kelompok manapun yang terus melakukan tindakan-tindakan memprovokasi atau
memanasi hubungan kekerabatan yang telah terbentuk secara harmonis selama ini.
Semoga
pesta demokrasi melalui penyelenggaraan pemilukada atau pilkada langsung tahun
2017 yang akan diselenggarakan di Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Tapanuli Tengah
Provinsi Sumatera Utara dapat terlaksana dengan baik dan demokratis, serta
menghasilkan pemimpin yang benar-benar merupakan putra terbaik daerah. Apalagi pada
tahun 2018 yang akan datang dilaksanakan pemilihan kepala daerah gubernur/wakil
gubernur Sumut (pilgubsu), tentu saja pola dan strategi penanganan keamanan pilkada akan
lebih kompleks lagi. Semoga
bermanfaat, sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....