Pasca
revisi UU Pilkada masih menyisakan problematika, khususnya bagi Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang mempunyai keinginan yang besar untuk mengajukan uji
materi (judicial review) atas
Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah
(Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, menurut kabarnya KPU telah
bersiap-siap untuk mematangkan berkas gugatan judical review tersebut.
Timbulnya
keinginan KPU mengambil kebijakan atau keputusan untuk menguji materi Pasal 9
UU No. 10/2016. Hal mana disebabkan, menurut pandangan dan analisa KPU, bahwa
UU yang baru disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut dinilai telah mengebiri
independensi atau menghilangkan kemandirian lembaga penyelenggara pemilu dan
pilkada.
Bila kita cermati, di dalam Pasal 9 tersebut dengan tegas menyatakan bahwa => “tugas dan wewenang KPU adalah menyusun dan menetapkan peraturan KPU serta pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya mengikat”. Benarkah hal ini merupakan tindakan mengebiri independensi KPU?
Memang
saat ini (14/07), KPU masih melakukan pemantapan yang menjadi dasar dan alasan
kenapa KPU mengajukan judicial review ke MK agar nantinya tidak sampai ditolak
oleh MK, hal ini adalah sangat berhubungan dengan “legal standing”. Belajar
dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, dimana masalah judicial review terhadap
UU Pilkada sebelumnya juga sudah banyak dilakukan oleh sekelompok masyarakat
sipil dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, putusan MK saat itu menolak
gugatan karena menganggap pihak penggugat tak memiliki legal standing untuk
mengajukan judicial review terhadap UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Dalam
Pasal 9 ayat A UU No 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa "menyusun dan
menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam
forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat". Nah,
mungkin bagi KPU hal ini adalah merupakan sesuatu yang telah mengganggu asas
kemandirian KPU yang telah diatur dalam UUD 1945 dan telah menjadi konsentrasi domainnya
KPU selama ini.
Namun
yang menjadi pertanyaan, apakah proses pengajuan gugatan uji materi ini tidak
akan mengganggu proses-proses jadwal dalam tahapan persiapan pilkada serentak
2017? Mudah-mudahan tidak ya, karena kami yakin KPU telah memiliki manajemen
waktu yang terencana dan juga kosentrasi tingkat tinggi untuk menjalankan dua
hal tersebut secara bersama-sama, yaitu tahapan pilkada 2017 dan uji materi UU Pilkada tanpa mengganggu tahapan pilkada yang sebentar
lagi akan dimulai.
Pasal Yang Krusial
Dalam UU Pilkada Baru
Kalau
kita cermati isi UU Pilkada yang baru, yaitu UU No. 10/2016 ada sejumlah pasal-pasal
dalam revisi UU Pilkada yang disinyalir memungkinkan adanya intervensi dari
lembaga legislasi (DPR) dan lembaga eksekutif (Pemerintah) terhadap lembaga Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Hal ini terlihat
dalam kandungan Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 22B huruf (a) pada UU Pilkada hasil
revisi tersebut yang sangat berpotensi besar bisa mengebiri 2 (dua) lembaga
yang seharusnya mandiri (independen) atau bebas dari adanya intervensi pihak
manapun.
Adapun
bunyi Pasal 9 Ayat (1) berbunyi => "menyusun dan menetapkan PKPU dan
pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam
RDP yang keputusannya mengikat", sementara Pasal 22B huruf (a) berbunyi
=> "menyusun dan menetapkan Peraturan Bawaslu dan pedoman teknis
pengawasan dalam setiap tahapan Pemilihan serta tata cara pemeriksaan,
pemberian rekomendasi, dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi dengan
DPR dan pemerintah dalam RDP yang keputusannya mengikat".
Ketentuan
kedua pasal tersebut diatas, mengharuskan KPU dan Bawaslu berkoordinasi dengan
DPR dan pemerintah dalam membuat berbagai peraturan pelaksanaan Pilkada yang
dibuat kedua lembaga tersebut. Pada kesempatan inilah DPR dan Pemerintah
dikhawatirkan banyak ahli, pakar, kalangan dan praktisi akan terjadi intervensi
dimaksud. Di mana hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPU atau Bawaslu
dengan DPR dan Pemerintah tersebut disebutkan bersifat mengikat. Artinya, hasil
RDP tersebut harus dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu. Tentu saja hal ini
dinilai bisa mengancam kemandirian KPU dan disinyalir akan membuat
penyelenggaraan pilkada berlarut-larut. Terutama, jika ada kepentingan yang
ingin didorong oleh para pihak melalui penyusunan Peraturan KPU.
Masalah Legal
Standing
Mengenai
masalah ada tidaknya legal standing dari penyelenggara pemilu (KPU dan atau
Bawaslu) untuk mengajukan uji materi (judical review) atas UU Pilkada Nomor 10
Tahun 2016. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kajian yang komprehensif tentang
masalah legal standing ini. Tentang hal legal standing ini, masih menjadi
perdebatan yang alot disebabkan pro dan kontra masih terjadi dalam hal
menafsirkannya, apakah KPU bisa mengajukan judicial review atas UU Pilkada
hasil revisi dalam rangka rangka menjalankan tugas-tugas konstitusional, untuk mempertahankan
independensi lembaga KPU atau Bawaslu, serta juga KPU dan Bawaslu adalah
lembaga yang bersifat mandiri, yang mana ketika membuat peraturan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemilu atau pilkada harus melalui proses
yang mandiri dan tidak bisa didikte oleh siapapun, termasuk oleh eksekutif
maupun legislatif dan keputusannya bersifat independen.
Disamping
itu, UU tidak ada melarang KPU untuk mengajukan uji materi ke MK. Sebagai
perbandingannya, ketika Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dahulu pernah
menggugat UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) ke MK. Dari contoh perbandingan ini,
bisa dimaknai bahwa DPD itu sendiri mengajukan judicial review terhadap uu yang
mengatur lembaganya sendiri. Demikian juga dalam hal ini, KPU yang akan
menggugat UU Pilkada. Lagian, masalah uji materi terhadap UU merupakan hak
hukum setiap pihak warga negara Indonesia (WNI), termasuk KPU dan Bawaslu, jika merasa tidak puas atas hasil revisi yang
dilakukan DPR bersama dengan pemerintah, karena menganggap KPU atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah
dikebiri posisi kemandiriannya.
Benarkah
Independensi KPU Dikebiri UU Pilkada No. 10 Tahun 2016? Sebentar lagi akan
terjawab, melalui putusan MK. Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih. Salam Advokat/Pengacara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....