Minat pencari
kerja yang berpendidikan hukum memilih berprofesi sebagai “Advokat” atau “Pengacara” maupun "Lawyer",
telah menjadikan profesi Advokat menjadi salah satu pekerjaan bidang atau sektor jasa hukum yang cukup tinggi dilirik oleh kaum muda. Tidak hanya itu saja, bidang jasa hukum ini juga telah memanfaatkan secara maksimal penggunaan website atau blog online untuk memperkenalkan jasa hukum dari kantor hukum atau law firm-nya. Apalagi seringnya advokat masuk dalam program-program televisi yang
dikemas setiap harinya tidak luput adanya wajah para advokat yang dijadikan
sebagai narasumber. Tidak hanya itu saja, harapan akan memperoleh gaji yang tinggi juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang memilih pekerjaan atau berprofesi sebagai advokat. Nah, mungkin dinamika ini pula yang menjadikan minat dari
para Sarjana Hukum (SH) dikota-kota besar (seperti Jakarta, Banten, Semarang, Bangka Belitung, Tanjung Pinang, Bandung, Pekan
Baru dan Riau, Surabaya, Medan, Makassar, Bali, Sulawesi, Batam, Kalimantan,
Aceh, Papua, Jambi, Palembang, dsb) yang telah mengantongi atau memiliki izin
sebagai advokat banyak mendirikan kantor
hukum advokat baik yang bersifat individual (perseorangan), partner,
associate, maupun yang berbentuk badan hukum perdata seperti firma hukum (law firm). Tentu saja, pendirian kantor firma hukum dimaksud adalah
ditujukan sebagai salah satu mesin “pencetak
uang” di bidang atau sektor bisnis jasa hukum yang sangat saat ini dianggap telah sangat
menjanjikan, menggiurkan, serta sebagai salah satu pekerjaan yang bergaji tinggi di Indonesia.
Terjadinya
peningkatan jumlah firma hukum ataupun kantor hukum (law office), disebabkan dewasa
ini "jasa advokat" atau "jasa pengacara" sangat dibutuhkan untuk memberikan advis-advis
(saran hukum) yang berkaitan dengan usaha bisnis yang akan atau sedang beroperasi.
Adanya kebutuhan akan permintaan advis hukum ini bertujuan agar nantinya
kebijakan yang akan diambil tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang
berlaku pada suatu daerah tertentu. Saran hukum inilah yang biasa diberikan
oleh para pemberi jasa konsultan hukum.
Disamping memberikan advis atau saran hukum, jasa yang bisa diberikan oleh seorang
advokat adalah juga dalam hal-hal yang menyangkut seseorang yang sedang
mengalami masalah hukum ataupun sedang menjalani satu proses hukum akibat
adanya peristiwa dan perbuatan yang diduga melanggar aturan hukum atau
ketentuan hukum yang berlaku.
Nah, bagi anda yang ingin mendirikan firma hukum namun belum tahu prosedur dan syarat-syarat yang dibutuhkan, silahkan membaca artikel/tulisan kami tentang prosedur pendirian firma hukum. Berkaitan dengan
advokat, maka setelah pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, Lembaran Negara (LN) Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
(TLN) Nomor 4255, maka babak baru dunia profesi advokat di Indonesia sebagai
salah satu pilar penegak hukum di Indonesia semakin bermakna. Karena itu
pulalah, bagi seorang calon advokat yang hendak serius terjun menggeluti dunia
advokat, maka seluruh elemen-elemen yang berhubungan dengan dunia profesi
advokat harus dipelajari, tidak hanya menyangkut teori-teori hukum maupun
teknik beracara (hukum acara) saja, melainkan teknik lain seperti: teknik
bernegoisasi, teknik mediasi, teknik berdebat harus pula turut dimatangkan. Disamping itu juga,
agar tidak salah menjalankan profesi advokata.
Seorang advokat juga sangat perlu untuk mengenal dan memahami peran, tugas, fungsi advokat, serta juga wajib mempelajari dan atau mengetahui perkembangan dunia organisasi advokat yang ada Indonesia. Tujuannya adalah agar dalam menjalankan praktek advokat, seorang advokat tidak menyalahi kode etik advokat Indonesia.
Seorang advokat juga sangat perlu untuk mengenal dan memahami peran, tugas, fungsi advokat, serta juga wajib mempelajari dan atau mengetahui perkembangan dunia organisasi advokat yang ada Indonesia. Tujuannya adalah agar dalam menjalankan praktek advokat, seorang advokat tidak menyalahi kode etik advokat Indonesia.
Peran, Tugas Pokok, Fungsi Advokat Indonesia
Berdasarkan ketentuan
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa arti atau pengertian
advokat yang sebelumnya juga adalah sebagai pengacara/lawyer adalah => “orang yang berprofesi memberi jasa hukum,
baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
undang-undang ini”. Kemudian UU No. 18/2003 juga secara jelas dan tegas menyatakan
bahwa advokat adalah => "penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan
penegak hukum lainnya, yaitu: hakim, jaksa, dan polisi".
Meskipun sama-sama
sebagai penegak hukum, peran dan fungsi dari masing-masing para penegak hukum,
yaitu hakim, jaksa, polisi dan advokat adalah berbeda satu dengan yang lainnya.
Bila coba kita cermati tentang tugas, peran dan fungsi dari hakim, jaksa, dan
polisi, maka secara faktual sangat melekat penerapan konsep teori “trias politica”, yaitu tentang "teori pemisahan kekuasaan negara". Dimana, Hakim
sebagai penegak hukum menjalankan fungsi kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi
menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif. Dengan kata lain, hakim mewakili
kepentingan negara, sedangkan jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah.
Lalu, advokat
menjalankan fungsi atau mewakili kepentingan siapa? Advokat sebagai penegak
hukum menjalankan peran dan fungsi penegakan hukum secara mandiri dalam rangka
mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien), serta tidak
terpengaruh pada kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah (yudikatif dan
eksekutif).
Akibat dari adanya
perbedaan tugas, peran dan fungsi hakim, jaksa, polisi, dan advokat seperti
yang kami uraikan diatas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
- Hakim => memiliki kedudukan yang objektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir objektif pula, sebagai yang mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Implementasinya, seorang hakim dalam setiap memeriksa, mempertimbangkan, mengadili atau memutuskan suatu perkara diwajibkan independen (tidak terpengaruh oleh salah satu pihak yang berperkara), mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta juga harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang dan hidup ditengah-tengah masyarakat;
- Jaksa dan Polisi => memiliki kedudukan yang subjektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir subjektif pula, sebagai yang mewakili kepentingan pemerintah di bidang eksekutif. Implementasinya, bila terjadi pelanggaran hukum (undang-undang) yang sifatnya perbuatan tindak pidana, maka jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil tindakan tegas tanpa harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang atau hidup ditengah-tengah masyarakat;
- Advokat => memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara pandang dan berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif advokat, terlihat dalam hal mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien) dalam rangka untuk membela dan mempertahankan kepentingan hak-hak hukum kliennya. Namun, meskipun demikian, seorang advokat dalam membela hak-hak dan kepentingan hukum kliennya tersebut, harus mempergunakan cara pandang dan berpikir yang objektif menilainya berdasarkan keahlian hukum yang dimiliki dan didukung kode etik profesi advokat, hal inilah yang menjelaskan tentang kedudukan objektif advokat. Misalnya dalam kode etik advokat ditentukan bahwasanya advokat bisa menolak menangani perkara bila menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, advokat dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada kliennya. Disamping itu juga pada diri advokat atau pengacara/lawyer secara tidak langsung melekat pendapat yang menyatakan bahwa advokat sebagai sentra penegakan hukum dan keadilan yang sangat dibutuh oleh masyarakat pencari keadilan;
Setelah kita mengenal
dan sekaligus membahas tentang peran, tugas pokok dan fungsi para penegak hukum
(hakim, jaksa, polisi dan advokat), maka untuk selanjutnya kami akan menjelaskan
tentang perkembangan organisasi advokat yang ada di Indonesia, seperti dibawah ini.
Perkembangan Organisasi Advokat Di Indonesia
Dan Dinamikanya
Cikal bakal atau embrio kehadiran
organisasi advokat secara nasional diawali dengan didirikannya Persatuan Advokat Indonesia (PAI) pada
tanggal 14 Maret 1963 dan kita mengenal PAI inilah sebagai organisasi advokat
yang pertama sekali di Indonesia. PAI ini kemudian mengadakan kongres nasional
yang kemudian melahirkan organisasi advokat PERADIN. Dalam perkembangannya, organisasi advokat PERADIN yang
terbentuk ini, tidak terlepas dari adanya intervensi (campur tangan) rezim
pemerintah yang berkuasa saat itu, sebab perjuangan yang dilakukan PERADIN
dianggap membahayakan kepentingan rezim pemerintahan yang sedang berkuasa
ketika itu. Kemudian, organisasi advokat PERADIN ditinggalkan para anggotanya,
sehingga dibentuk dan munculah organisasi advokat IKADIN.
Organisasi advokat IKADIN pun kemudian pecah yang
disebabkan banyaknya para advokat yang kecewa terhadap suksesi kepengurusan
IKADIN saat itu. Setelah pecahnya IKADIN, kemudian para advokat sepakat mendirikan
organisasi advokat yang baru yang bernama Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI).
Seiring dengan
perkembangan jaman, organisasi advokat ini terus bertambah jumlahnya, dimana
bila merujuk pada UU Advokat No.18/2003, maka organisasi advokat yang diakui dan
dikenal adalah berjumlah 8 (delapan) organisasi advokat, yaitu: IKADIN, IPHI,
HAPI, AKHI, AAI, SPI, HKHPM, dan APSI.
Namun sesuai dengan apa yang diamanatkan
oleh pembentuk undang-undang, yaitu untuk membentuk suatu organisasi advokat
dalam kurun waktu 2 (dua) tahun. Maka, dalam rangka untuk melaksanakannya,
kemudian dibentuklah Komite Kerja
Advokat Indonesia (KKAI), yang kemudian KKAI ini membuat dan merumuskan
Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) untuk para advokat pada tanggal 23 Mei 2002, serta kemudian
mendeklarasikan organisasi advokat di Indonesia yang diberi nama PERADI atau kepanjangan dari Perhimpunan
Advokat Indonesia (Indonesian Advocates
Asociation) pada tanggal 21 Desember 2004 yang akta pendiriannya disahkan
pada 8 September 2005.
PERADI inilah yang
kemudian menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ujian
Profesi Advokat (UPA), dan Magang bagi seorang yang berlatarbelakang pendidikan tinggi
hukum (sarjana hukum) yang berniat untuk menjalankan profesi advokat di Indonesia. Adanya pendidikan khusus profesi advokat adalah sebagai salah satu prosedur menjadi advokat yang harus ditempuh untuk sebelum mengikuti ujian profesi advokat Indonesia.
Tapi sejarah juga menghendaki
lain, beberapa orang pengurus organisasi advokat yang awalnya sepakat membentuk
PERADI, kemudian ada yang menarik diri dan menyatakan keluar dari PERADI yang
mana kemudian melahirkan dan mendirikan organisasi advokat yang yang kita kenal
bernama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Tidak hanya KAI saja yang muncul,
namun nenek moyang organisasi advokat PERADIN yang selama ini tidak tahu kabar
beritanya tiba-tiba muncul kembali dan juga turut menyatakan diri sebagai salah
satu organisasi advokat Indonesia.
Kabar terakhir
yang kami tahu dan dapat kita ketahui dari media massa bahwa pasca dilakukannya
Musyawarah Nasional (MUNAS) PERADI telah terjadi perpecahan di tubuh pengurus
organisasi advokat PERADI, dimana kepengurusannya saat ini telah terbagi
menjadi 3 (dua) kubu. Tidak hanya PERADI saja yang pecah, organisasi advokat
KAI juga mengalami perpecahan. Itulah sekilas sejarah perkembangan dan juga "perpecahan organisasi advokat" yang ada di Indonesia.
Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat dalam rangka mengenal hiruk pikuk dan dinamika perkembangan
organisasi profesi advokat, sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....