Pelaksanaan
Pilgub Sumut 2018 masih lama, namun aroma pertarungan menuju kursi sumut 1 dan 2 di
pilkada serentak Indonesia, mulai kental terasa di bulan Februari 2017 ini. Hiruk
pikuk tersebut menghangat disebabkan banyaknya putra/putri terbaik Sumatera
Utara yang digadang-gadang akan maju sebagai bakal calon (balon) untuk ikut
serta memperebutkan kursi sumut-1 dan atau kursi sumut-2.
Sebagaimana
diketahui bersama, bahwa bakal calon dan ataupun pasangan calon (paslon) yang
diprediksikan berebut untuk menuju kursi panas menjadi sumut-1 dan atau sumut-2
akan disemarakan oleh bakal balon dari jalur perseorangan (independen) dan juga
dari paslon yang diusung oleh partai politik (parpol) 2014. Tentu saja nama-nama
dimaksud, baik balon maupun paslon yang maju di ajang pilgubsu 2018, masih sama-sama
kita nantikan dan menjadi tanda tanya kita bersama.
Pada
Provinsi Sumatera Utara (Prov Sumut) tidak hanya ajang pemilihan kepala daerah
gubernur sumut saja masuk daftar dalam agenda nasional pilkada serentak tahap
ke-3 (ketiga). Namun juga, 8 daerah kabupaten/kota di Sumut ikut serta dalam
agenda pilkada serentak tahap ketiga tersebut. Salah satunya adalah Kabupaten
Tapanuli Utara (Kab Taput) yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah
(pilkada) pilbup taput. Dengan kata lain, masyarakat di Kab Tapanuli Utara akan
ramai membahas hal ini dan dinamika perpolitikan akan menghangat menganalisis kemenangan
menuju kursi taput-1 dan kursi taput-2 atau menuju kursi tapanuli utara 1 dan
atau kursi tapanuli utara 2.
Memang
secara faktual, fenomena turut sertanya calon perseorangan (independen) dalam
pesta demokrasi pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu telah membuktikan semakin
menariknya dinamika sistem perpolitikan di Indonesia. Dimana, dinamika
kehadiran calon perorangan (independen) ini bahkan ada yang memenangkan pilkada
dengan berhasil memperoleh suara terbanyak. Fakta ini tentu saja telah
memotivasi atau mengilhami akan muncul bakal pasangan calon (paslon)
perseorangan untuk maju pada pemilihan kepala daerah di sumut 2018 yang akan
datang (baik pilgubsu, pilbup, maupun pilwako).
Memang
informasi menang-nya para pasangan calon (paslon) perseorangan (independen) ini
cukup mengejutkan banyak pihak dan mengakibatkan peta pertarungan pilkada yang
dimotori oleh paslon independen tidak dipandang sebela mata lagi oleh elit
partai politik (parpol), karena perolehan suaranya mampu mengalahkan pasangan
yang diusung partai politik (parpol). Contohnya pada pelaksanaan pilkada di NAD
(Aceh), dimana pada beberapa daerah Kab/Kota Provinsi Aceh banyak yang
dimenangkan oleh calon perseorangan (independen). Tentu hal ini sangat
berdampak untuk memotivasi siapa saja yang ingin maju dalam pilkada dari jalur
perseorangan, dan bahkan fenomena ini diprediksikan bisa jadi rujukan lanjutan pada
pelaksanaan Pigubsu 2018 yang akan datang.
Memang,
pasca keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), persyaratan untuk calon
independen telah semakin dipermudah, dimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada
pokoknya telah mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon
perseorangan adalah merupakan angin segar bagi calon independen (perseorangan) yang
tidak mendapatkan usungan dari partai politik (parpol). Pasalnya, dalam putusan
Mahkamah Konstitusi dimaksud, telah memutuskan hal yang mengatur bahwa syarat
dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar
pemilih tetap (DPT) di pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat
di suatu daerah tersebut. Jadi, kondisi ini ke depan dipastikan bakal memunculkan
calon perseorangan akan lebih banyak lagi mengikuti pilkada serentak.
Nah,
khusus untuk pilkada di Prov Sumut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara
(Sumut) berdasarkan informasinya akan membuka tahapan pilkada berupa pendaftaran
bakal pasangan calon perseorangan untuk Pilkada 2018 pada agenda Pemilihan
Gubernur Sumut (Pilgubsu) maupun Pemilihan Bupati, Walikota se-Provinsi
Sumatera Utara adalah sekitar pada Bulan September 2017 mendatang. Jadi, bila
hal tersebut terlaksana, maka berdasarkan skenario pilkada serentak akan
diselenggarakan pada Bulan Juni 2018. Sehingga, perkiraan kami, 9 (sembilan) bulan
sebelum itu yakni sekitar September 2017 tahapan pendaftaran bakal calon
perseorangan akan dilaksanakan. Jadi, para bakal pasangan calon yang akan maju
dari jalur perseorangan atau independen sudah bisa bersiap-siap dari sekarang
untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh KPUD Sumut nantinya.
Dalam
rangka untuk memenuhi tahapan awal berupa pendaftaran balon perseorangan, tentu
saja pihak penyelenggara (KPU Sumut) juga akan melakukan pembentukan
penyelenggaraan pemilihan yang bersifat adhoc mulai dari Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta Petugas Pemutakhiran
Data Pemilih (PPDP). Jadi, sekitar bulan November nantinya Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta Petugas Pemutakhiran
Data Pemilih (PPDP) sudah selesai direkrut seluruhnya pada Kabupaten/Kota
se-Provinsi Sumatera Utara, untuk selanjutnya akan melakukan tugas verifikasi
faktual terhadap Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pemberi dukungan para bakal pasangan
calon (paslon) dari jalur perseorangan yang dimaksud.
Berbicara
tentang penyelenggaraan pilkada, tentu tidak terlepas dari adanya hal-hal yang
berhubungan dengan alokasi anggaran pelaksanaan pilkada. Khusus untuk
pelaksanaan pilkada gubernur sumut, alokasi anggaran pilgubsu sebahagian telah masuk
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (R-APBD) Sumut Tahun Anggaran
2017 yang mana KPU Sumut akan menerima sebanyak Rp. 363.781.654.440 yang akan
dipergunakan untuk memenuhi alokasi kebutuhan atas dana berdasarkan tahapan
yang dibuat dan atau dilaksanakan mulai bulan September 2017. Total anggaran
yang diajukan oleh KPU Sumut sekitar Rp. 995 miliar. Namun, untuk tahun 2017 ini
yang akan dikucurkan adalah sebesar Rp. 363 miliar lebih. Jadi sisa anggaran
pilgubsu sumut tersebut, kemungkinan besar akan ditampung pada anggaran R-APBD Sumut
tahun 2018 yang akan datang.
Dalam
hal pengajuan anggaran pilgubsu 2018 sebagaimana disebutkan diatas, sebenarnya sudah
dilakukan sejak lama bahkan sudah melalui pertemuan rutin dengan 8 (delapan) daerah
kabupaten/kota di Sumut yang turut serta melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) serentak di tahun 2018.
Bicara
tentang suasana kebatinan para bakal pasangan calon (paslon) perseorangan
(independen) yang memiliki hasrat untuk maju dalam pilgubsu 2018, maka dinamika
keinginan untuk maju menuju kursi sumut 1 dan sumut 2 dari para elit pimpinan partai
politik (parpol) yang memiliki pengalaman mumpuni dalam pemerintahan daerah (pemda),
diprediksikan juga akan dominan dalam perhelatan pilkada di Provinsi Sumatera
Utara ini. Mengapa?
Hal
ini bisa dilihat langsung dari road show politik sehari-hari yang dilakukan,
misalnya HT Erry sebagai incumbent akan memiliki keinginan besar untuk maju di
pilgubsu ini, dan kemungkinan besar juga akan majunya Gus Irawan Pasaribu,
Ngogesa Sitepu, Tuani Lumban Tobing, dan JR Saragih dan juga Nurdin Tampubolon
yang kesemuanya juga merupakan pimpinan puncak para partai politik di Sumut (Dewan
Pimpinan Daerah/DPD). Dengan kata lain, percuma investasi besar-besaran yang
telah dilakukannya untuk merebut posisi pucuk pimpinan DPD Partai Politik itu,
jika tak ada reward yang diharapkan dibelakangnya. Benar tidak sobat blog
kantor hukum advokat pengacara silaen & associates di medan. Jika dilihat
dari analisis kepartaian yang disandang mereka, maka sudah dapat diprediksikan hanya
akan ada peluang 4 (empat) pasangan atau sangat sulit membayangkan 5 (lima) pasangan
yang maju dari jalur parpol. Nah, untuk mengetahui daftar nama balon gubsu,
silahkan baca juga artikel kami yang berjudul: nama bakal calon gubernur sumut 2018, mana tahu ada nama calon sumut-1 yang
menjadi favorit Anda, ataupun bagi anda warga masyarakat dan penduduk tapanuli
utara yang ingin tahu daftar nama bakal calon (balon)/pasangan calon (paslon)
bupati taput favorit pilihan anda => nama bakal calon pilkada bupati taput 2017 (jangan lupa dibaca sobat blogger medan artikel kami tersebut).
Tentu
perhelatan pilgubsu menuju kursi sumut-1, maupun bupati-1 dan walikota-1 ini
akan semakin menarik bila ada suguhan politik baru, yakni adanya calon lain yang
mulai diperhitungkan dari jalur perseorangan (independen). Mengapa hal ini termasuk
hal penting dibahas dalam pilkada sumut 2018 (pilgubsu, pilbup dan pilwako)?
Karena, bila benar nantinya ada bakal pasangan calon yang maju dari jalur
perseorangan (independen), maka inilah pertama kali di Pilkada Gubernur Sumut
akan muncul. Bila benar juga, maka dugaan kami akan muncul paling sedikit satu
orang paslon gubsu yang berebut menjuju kursi BK-1 dan BK-2, serta kami yakin
pula bahwa para paslon yang maju dari jalur ini tidak dianggap main-main dalam
arti penuh kecermatan perhitungan maupun analisis tentang peta-peta
perpolitikan nasional di Indonesia, khususnya dalam hal mendulang suara dukungan
pemilih, serta didukung dengan adanya modal besar dan kemampuan manuver yang
terlatih dengan networking yang memadai untuk meyakinkan rakyat pemilih di
daerah pemilihan.
Disamping
itu, pelaksanaan pilgubsu 2018 ini sangat dekat dengan event pelaksanaan pemilu
2019 (pemilan umum legislatif dan pilpres). Oleh karena itu, semua partai politik
terutama Golkar, PDI-Perjuangan, Demokrat dan Gerindra akan menjadikannya
sebagai ajang uji pertarungan yang sangat penting dalam rangka memanaskan bergeraknya
mesin partai politik (parpol), seperti memanasnya pilkada DKI 2017. Memanaskan
mesin partai ini juga akan terlihat nantinya rivalitas yang sama bakalan terjadi
di daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Pilkada Jawa Barat (Jabar),
Pilkada Jawa Tengah (Jateng) dan Pilkada Jawa Timur (Jatim). Dari gambaran
inilah, maka nantinya pengendalian ketat partai dari pilkada DKI Jakarta sedikit
banyaknya akan membuat pengabaian atas aspirasi rakyat, hingga calon-calonnya
bisa tak begitu disukai rakyat. Membaca situasi inilah, diharapkan partai politik
berupaya untuk menyelami aspirasi konstituennya, misalnya dengan melaksanakan simulasi
pilgubsu lokal di internal partai.
Hal
lain yang selalu penting dan hangat untuk dibahas ialah posisi seorang
incumbent gubsu HT Erry. Karena, sebagai pucuk pimpinan partai Nasional Demokrat
(partai NasDem Sumut) yang sudah cukup lama belum dilantik (hingga tulisan ini
dibuat), tentu menjadi fenomena tersendiri. Ya, mungkin saja pucuk pimpinan
pusat partai (DPP NasDem) ini memiliki agenda lain berhubungan dengan salah
seorang anggota DPR-RI dari Dapil Sumut yakni Prananda Paloh?. Tentu semua
orang tahu siapa Prananda Paloh ini, intinya ia-nya adalah orang penting di
partai NasDem. Atau adanya anggapan umum yang muncul dalam alam pikiran elit
politik di Sumut, bahwasanya Gubsu sekarang HT Erry ini dianggap lemah dan
kurang memiliki popularitas ataupun elektabilitas dimata rakyat sumut, dan
karena itu dengan sendirinya menjadi dorongan munculnya lebih banyak orang yang
berani maju di ajang pilkada sumut. Jika benar, HT Erry berprestasi dalam masa
kepemimpinannya sebagai gubsu, maka banyak orang yang akan berhitung untuk melawan
incumbent seperti yang kita saksikan pada pelaksanaan di pilkada Tebingtinggi tanggal
15 Februari 2017 kemarin yang mana calon incumbent merupakan calon tunggal
pilkada Tebingtinggi.
Memang
dalam bungkus dan kemasan konsep “pencitraan
diri”, tentu nanti akan banyak bahasa yang diumbar dengan menonjolkan
agenda pemerintahan bersih dan anti korupsi. Mengapa konsep pencitraan diri
anti korupsi ini menjadi salah satu slogan penting dalam agenda kampanye dan
atau sosialisasi pilkada sumut? Tentu hal ini sangat berkaitan dengan fakta
beberapa KDH Sumut sudah pernah dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi.
Tapi bisa saja, rakyat secara mayoritas tak percaya lagi atas banyaknya
janji-janji yang mengatakan anti korupsi, kaerna rakyat tahu bahwa hal itu
semua sangat politis. Bahkan banyak juga yang memprediksikan bila tokoh besar mantan
KDH yang juga merupakan mantan narapidana korupsi seperti Abdillah atau
Rahudman Harahap maupun Syamsul Arifin, SE akan maju dalam pilkada
memperebutkan kursi sumut-1 dan atau sumut-2, maka peluang menang juga cukup
besar.
Ya
memang, masalah ini adalah setali tiga uang dan memang merupakan paradox
politik, sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat
penegakan hukum di Indonesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna umbar
kata korupsi. Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan
fenomena Jakarta dengan daerah lain. Jadi, akhirnya nanti rivalitas itu akan
dapat mengambil cara-cara pengarusutamaan modus-modus barbar, yakni: dengan
menggunakan “strategi money bombing”.
Karena itu siapa yang paling berhasil memainkan uang dan taktik kecurangan
lainnya, kelihatannya memiliki potensi untuk menjadi pemenang dalam ajang
pilkada serentak. Itu jika tak ada perbaikan system dan kesadaran civil society
untuk melawan hasrat permainan curang dimaksud.
Jadi,
sangat perlu untuk selalu direnungkan dan menjadi catatan kita bersama, bahwa
semua modus pemenangan pilkada yang dilaksanakan dengan gaya yang berbau barbar
itu akan kita saksikan makin leluasa, karena kapasitas dan apalagi integritas
penyelenggara pemilu yang dianggap masih begitu rendah, sehingga tingkat
partisipasi masyarakat juga sangat rendah. Ini salah satu faktor yang sudah
menjadi “pakem utama” dalam pelaksanaan
demokrasi langsung di Indonesia. Ditambah dengan gaya politik yang menggunakan
trik dagangan primordialitas dan jurus kampanye berbau SARA, sehingga
sangat diharapkan untuk perlu tidaknya menganalisis secara komprehensif masalah
per-suku-an tersebut? Ya, meskipun menurut kami, memang faktanya peta politik di
Indonesia tak bisa lepas dari primordialitas dan pemanfaatan SARA dimaksud,
dimana hal ini telah sama-sama kita ketahui dan dipertontonkan dalam puncak
fenomena kenegaraan Indonesia yang sudah diperagakan oleh elemen-elemen yang
mengatasnamakan rakyat dan juga elite partai politik (parpol) yang memperagakannya
dalam ajang pelaksanaan pilkada DKI yang saat ini akan memasuki putaran ke-2
pada tanggal 19 April 2017 yang akan datang maupun pada penyelenggaraan pilpres
2014 lalu.
Semoga
artikel yang membahas pilkada gubsu 2018 yang berjudul menuju kursi sumut-1 dan
kursi sumut 2 diajang pilkada serentak, baik nantinya yang maju dari jalur
perseorangan (independen) maupun yang akan maju dari jalur yang diusung partai
politik (parpol) Indonesia. Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi rekan-rekan
pemerhati masalah kepemiluan Indonesia, atas perhatian dan kunjungannya ke blog
kantor konsultan hukum advokat lawyer medan ini, diucapkan banyak terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....