Media
sosial facebook & twitter telah sangat familiar dimanfaatkan sebagai sarana
kampanye politik jelang dilaksanakannya pilkada/pemilu. Kondisi ini
mengakibatkan media sosial (medsos) selalu riuh diisi dengan kampanye-kampanye
politik, baik yang disampaikan langsung oleh kandidat/calon yang bersangkutan, partai
politik (parpol), tim sukses (timses) maupun yang dilakukan dari orang-orang
yang menamakan dirinya sebagai para simpatisan atau relawan fanatik si calon.
Tak
pelak lagi, media sosial (medsos) facebook dan twitter disinyalir sebagai salah
satu tempat terjadinya “medan perang” pertarungan antarpendukung, simpatisan,
relawan, tim sukses, maupun antar sesama kandidat ataupun pasangan calon (paslon)
yang ikut dalam ajang pesta demokrasi pilkada/pemilu. Bahkan perang antar
sesama pendukung di media sosial facebook & twitter bisa terjadi jauh hari
sebelum adanya jadwal resmi yang ditetapkan oleh penyelenggara pilkada/pemilu
(KPU) untuk melaksanakan kegiatan kampanye.
Memang
kampanye merupakan salah satu strategi yang sangat efektif digunakan untuk
meyakinkan para pemilih sang pemilik suara agar menjatuhkan dan/atau memberikan
suaranya yang nantinya akan memenangkan pasangan calon tertentu. Oleh karena
itu, banyak para konsultan politik dan ahli strategi kampanye yang bekerja
keras untuk mencari pola dalam konsep strategi kampanye politik online di facebook dan twitter yang jitu dan efektif agar mampu mendulang suara dan
memenangkan calon kepala daerah tertentu di pilkada/pemilu Indonesia.
Kalau
ditelisik dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2016
tentang Tahapan Pilkada Serentak, sebenarnya telah dengan tegas dan jelas
menyatakan bahwa masa kampanye adalah dimulai sejak tanggal 26 Oktober 2016
sampai dengan tanggal 11 Februari 2017. Selanjutnya dalam PKPU No. 3 Tahun 2016
tersebut menyatakan bahwa pengaturan kampanye yang bisa dilakukan pada media
massa (yang meliputi media cetak, elektronik dan media sosial) baru bisa
dilaksanakan sejak tanggal 29 Januari 2017 sampai dengan tanggal 11 Februari
2017. Tapi, fakta dan survey telah membuktikan bahwa perang kampanye politik
(apakah kampanye yang bersifat positif, negatif ataupun kampanye hitam/black
campaign) sudah jauh hari dimulai sebelum ditetapkan keseluruhan tahapan-tahapan
atau jadwal kampanye diatas.
Lebih
parahnya lagi, media sosial (medsos) facebook & twitter telah riuh pula
dimaknai sebagai salah satu “etalase
kampanye hitam” yang sangat efektif untuk mengungkit borok atau kelemahan
lawan jagonya dari masa ke masa hingga menyerang pribadi maupun keluarga lawan
politiknya. Buktinya, di media sosial (medsos) facebook & twitter sering
diposting berbagai “meme” tentang
calon tertentu yang dikategorikan merupakan isu yang tidak cerdas, bahkan yang
lebih parah lagi terkadang banyak isu yang menyoalkan tentang suku, agama, dan
ras maupun antargolongan (sara) calon kepala daerah yang dilemparkan secara
sporadis kepada para pengikutnya (influencer)
di media sosial.
Tidak
hanya perang antarpendukung saja yang riuh, akun-akun diluar pendukung yang
merupakan akun-akun yang sangat berpengaruh yang banyak pengikutnya di media
sosial juga banyak yang ikut serta turun menambah semakin riuhnya kampanye
politik, meskipun ia-nya sadar betul bahwa tahapan atau jadwal kampanye belum
bisa untuk dimulai. Ya, tentu saja dengan maksud dan tujuan untuk mempromosikan,
mempopulerkan atau memperkenalkan para jago-jagonya yang akan ikut dalam
pilkada/pemilu. Kondisi riuhnya perang kampanye di media sosial, tak jarang
sesama akun influencer tersebut saling ejek, saling maki dan atau saling
menjatuhkan kredibilitas para jagoannya.
Memang
banyak para ahli atau pakar media sosial maupun konsultan medsos memprediksikan
dengan banyaknya status maupun cuitan para influencer di media sosial akan
mempengaruhi popularitas maupun elektabilitas calon yang lagi hangat dibahas.
Karena media sosial telah dimaknai salah satu tempat berkumpulnya orang-orang
yang langsung dapat membentuk atau menciptakan persepsi terhadap segala sesuatu
yang menyangkut hubungan sosial dan kemasyarakatan yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Meskipun sebenarnya, pada kasus-kasus
tertentu keberadaan status maupun cuitan di media sosial tidak terlalu
berpengaruh untuk memenangkan pasangan calon tertentu saat terjadinya pemilihan
langsung atau serentak.
Bila
kita kaitkan PKPU No.3 Tahun 2016 dengan PKPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang
kampanye pilkada serentak, khususnya dalam Pasal 41, 46, 47 dan Pasal 48 telah jelas
dan tegas disebutkan bahwa kampanye dapat dilakukan lewat media sosial oleh
pasangan calon atau tim kampanye. Penegasan ini tentu menjadi dasar hukum bagi
pasangan calon atau tim kampanye-nya bisa membuat akun di media sosial untuk
keperluan selama masa kampanye.
Namun,
setiap akun media sosial yang diperuntukkan dan atau dipakai sebagai salah satu
media siar untuk kampanye harus didaftarkan ke KPUD (Komisi Pemilihan Umum
Daerah) setempat, paling lambat 1 (satu) hari sebelum masuknya masa kampanye.
Hal ini juga berlaku bagi akun-akun pengikutnya (influencer) yang merupakan
bagian dari tim resmi kampanye, maka wajib didaftarkan ke KPUD setempat.
Pendaftaran
akun-akun media sosial ini, menggunakan formulir model BC4-KWK dan disampaikan
juga secara resmi kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan juga kepada
Kepolisian Negara RI (Polri). Materi kampanye yang akan disampaikan melalui
akun-akun di media sosial ini juga tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang atau Peraturan tentang Pemilu. Serta setelah sehari setelah
berakhirnya masa kampanye, pasangan atau tim kampanye harus segera menghapus
akun-akun tersebut.
Bawaslu
sebagai salah satu badan penyelenggara pemilu dalam bidang pengawasan, telah
melengkapi adanya PKPU tersebut dengan mengeluarkan atau menerbitkan Peraturan
Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan pada
Pasal 11 Ayat (2) huruf C, D dan E dengan tegas dan jelas ada mengatur tentang
pembatasan jumlah akun yang diperbolehkan untuk kampanye maksimal 3 (tiga) akun
selama berlangsungnya masa kampanye. Dengan asumsi bahwa seandainya jika
pasangan calon atau tim kampanye memiliki 1 (satu) akun resmi, maka pasangan
calon atau tim kampanye hanya bisa menggunakan 2 (dua) jasa akun influencer.
Sanksi Hukum Yang
Lemah
Baik
PKPU No. 7 Tahun 2015 jo PKPU Nomor 3 Tahun 2016 tentang kampanye pilkada
serentak tidak ada memuat sanksi yang tegas atau jelas jika ada terjadi
pelanggaran. Namun, jika pelanggarannya adalah bersifat hukum pidana, maka akan
diserahkan untuk ditangani secara pidana, yakni pidana umum. Dengan kata lain,
soal pelanggaran pemilu yang berhubungan dengan pemanfaatan akun media dalam
kepemiluan belum ada aturan teknis yang jelas dan atau tegas.
Adanya
kekosongan ini, tentu bukan hal yang menggembirakan dalam alam demokrasi
serentak/langsung, oleh karena itu menurut pendapat dan juga sependek
pengetahuan kami bahwa sangat diperlukan adanya pengaturan khusus tentang
penggunaan media sosial untuk kepentingan kampanye politik. Tentu saja
pengaturannya harus dikaitkan dengan adanya norma-norma yang berkembang
ditengah-tengah masyarakat, seperti tidak memperbolehkan adanya kampanye yang
mengetengahkan isu suku, agama, ras dan antar golongan (sara), tidak boleh juga
berisi tentang segala sesuatu hal berkaitan dengan hasutan, fitnah maupun
hal-hal yang masuh dalam ranah kampanye hitam. Nah, KPUD maupun Bawaslu di
daerah atau Panwaslu/Panwaslih harus berani membuat peraturan khusus mengenai
aturan maupun sanksi (baik administratif maupun pidana pemilu) yang berhubungan
dengan adanya pelanggaran atas penggunaan akun media sosial untuk kepentingan
sosialisasi maupun kampanye.
Tidak
hanya itu saja, sebenarnya nama-nama yang masuk dalam tim resmi (tim sukses)
haruslah terdaftar secara resmi di KPU/KPUD dan wajib untuk mengikuti atau
mematuhi PKPU agar nantinya aturan main dapat dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme kepemiluan yang ada. Tapi kondisi dilapangan selama ini, bahwa banyak
diketemukan tim-tim yang tidak resmi dibandingan dengan tim resmi, dan hal ini
tentu saja akan sangat merepotkan karena mereka banyak menamakan dirinya
sebagai tim si A ataupun tim si-B tapi setelah dikroscek ternyata tidak
terdaftar secara resmi di KPU, Bawaslu maupun Polri. Lebih parah lagi, banyak
orang-orang yang mengaku sebagai relawan atau tim tidak resmi yang domisilinya
bukan di wilayah hukum dimana pilkada/pemilu digelar.
Melihat
kondisi realitas tentang banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan akun media sosial
untuk kepentingan kampanye politik, maka sudah sepantasnya para pengemban
wewenang kepemiluan, khususnya dalam hal ini adalah Polri harus terus melakukan
pengawasan yang intensif misalnya dengan mengerahkan tim “cyber crime” untuk memantau kampanye-kampanye hitam yang sangat besar
potensi dilakukan orang jelang pilkada/pemilu. Tidak hanya tim cyber crime saja
yang harus dikerahkan, menurut pendek pengetahuan kami bahwa Kementerian
Komunikasi dan Informatikan (Menkoinfo) dan juga ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on
Internet Infrastructure) guna dilibatkan dalam rangka mencegah terjadinya
pelanggaran pidana di media sosial dalam pelaksanaan pilkada diberbagai daerah
yang menyelenggarakan pilkada/pemilu serentak tahun 2017. Adanya tim diatas
adalah untuk mengantisipasi ataupun untuk mencegah potensi terjadinya tindak
pidana dalam kampanye pilkada/pemilu di Indonesia. Disamping itu juga,
pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan penyelenggaraan pilkada/pemilu di
Indonesia perlu menjalin kerja sama atau membuat Memory of Understanding (MOU) terhadap seluruh perusahaan pemilik
media sosial, misalnya perusahaan facebook ataupun twitter. Kerja sama dimaksud
dapat berupa pelatihan-pelatihan terhadap tim penyidik cyber crime guna
membantu melaporkan dan atau juga mematikan atau menutup seluruh akun-akun yang
bermasalah atau digunakan terkait dengan adanya pelanggaran pidana pada
pelaksanaan proses tahapan penyelenggaraan pilkada/pemilu di Indonesia.
Semoga
tulisan yang berjudul perang kampanye politik di jejaring media sosial (medsos)
facebook dan twitter ini dapat menambah khasanah ilmu tentang beragam bentuk pelanggaran dalam UU Pemilu
ataupun peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pilkada serentak/langsung di seluruh
daerah-daerah yang ada di Nusantara ini, dapat bermanfaat. Sekian dan terima
kasih. (Sudung Lawyer)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....