Tahapan pemilu/pilkada 2017 telah dimulai, dimana para calon
independen (kandidat perseorangan) sudah mulai mendaftarkan diri ke KPU (Komisi
Pemilihan Umum) setempat. Tentu saja sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang
baik dan peduli terhadap penyelenggaraan pilkada dan atau pemilu yang
berintegritas tinggi, maka tidak ada salahnya atau dipandang perlu untuk
melakukan pengawasan partisipatif terhadap pelaksanaan pilkadat. Misalnya
pengawasan tersebut dilakukan dalam lingkup kecil dengan mengawasi dilingkungan
kita sendiri terhadap pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada, apakah telah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pemilu/pilkada atau
adakah bentuk-bentuk pelanggaran pilkada yang dilakukan (baik dilakukan oleh
bakal calon/balon atau kandidat kepala daerah, penyelenggaran pemilu/pilkada
yang dalam hal ini adalah KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten Kota dan atau oleh
BAWASLU/BAWASLU Provinsi/PANWASLU/PANWASLIH Kabupaten Kota, pelanggaran yang
dilakukan oleh masyarakat dan atau juga dilakukan oleh pejabat/pegawai Aparatur
Sipil Negara (ASN), dsb).
Nah, mengapa begitu pentingnya pengawasan ini
dilakukan, mengingat dari setiap penyelenggaraan pemilu/pilkada selalu saja
ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran dan yang menjadi titik rawan pelanggaran dari pemilu ke pemilu adalah bahagian itu-itu juga, hal ini dibuktikan dengan banyaknya
laporan-laporan yang masuk ke BAWASLU dan juga ke DKPP (Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu).
- Terjadi bentuk pelanggaran administratif pemilihan., Bahwa pelanggaran administratif pemilihan ini berkaitan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan diluar tindak pidana pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan. Adanya bentuk pelanggaran administrasi pemilihan ini adalah yang paling banyak terjadi, misalnya adanya pelanggaran terhadap daftar pemilih tetap (DPT), kampanye yang tidak memperbolehkan melibatkan atau membawa anak-anak dibawah umur dan atau melibatkan aparatur sipil negara (ASN), kampanye yang didukung dengan pemanfaatan fasilitas atau aset pemerintahaan milik negara, pemasangan alat peraga kampanye (APK), pelanggaran kelengkapan dan atau keabsahan syarat-syarat yang diajukan oleh para calon atau kandidat kepala daerah ke KPU, dsb.
- Bentuk pelanggaran pidana pemilihan atau bisa juga disebut dengan kejahatan terhadap ketentuan pemilihan., Kalau didefinisikan lebih lanjut bentuk pelanggaran yang masuk dalam bentuk pelanggaran pidana pemilihan ini adalah => pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan telah diatur secara jelas dalam ketentuan-ketentuan pidana pemilu/pilkada yang tersebut dalam Pasal-Pasal di UU pemilu. Biasanya apabila telah terbukti melakukan kesalahan, maka sanksi yang diberikan adalah hukuman penjara dan atau denda. Contoh konkrit adanya pelanggaran pidana pemilu/pilkada ini adalah melakukan perbuatan “money politics”. Pada beberapa kasus yang diindikasikan sebagai perbuatan melakukan politik uang, modus yang dilakukan adalah => dengan mengajak masyarakat untuk memberikan suara-nya kepada pasangan calon kepala daerah tertentu atau bisa juga dengan mengarahkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilih denga menjanjikan memberikan sejumlah uang sebagai kompensasinya. Nah, apabila dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2017 yang akan datang ditemukan dilingkungan kita terjadi hal yang demikian, maka jangan lupa untuk mengadukannya ke panitia pengawasan pemilihan (panwas) dan bisa juga ke kantor polisi terdekat.;
- Adanya pelanggaran terhadap kode etik penyelenggara pemilu., Bentuk pelanggaran semacam ini adalah bentuk pelanggaran yang lazim dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU dan atau BAWASLU berikut seluruh jajarannya di daerah). Apabila terjadi pelanggaran kode etik ini, maka yang berhak dan berwewenang untuk memeriksa dan atau menangani adanya permohonan atas sangkaan terjadi perbuatan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu/pilkada adalah DKPP. Apabila nanti menurut hasil pemeriksaan didepan persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ditemukan data dan fakta hukum bahwasanya benar telah terjadi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu/pilkada, maka DKPP dapat menjatuhkan putusan dan atau sanksi berupa teguran hingga pemecatan dan jikalau tidak terbukti maka nama baik penyelenggara pemilu akan dipulihkan. Jadi mari sama-sama kita awasi agar asas pemilu dapat terlaksana dengan baik dan benar. Bila kita cermati fakta dan data yang ada atas terjadi pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ini, maka sedikit banyak ada 7 (tujuh) konteks dan menjadi sasaran terjadinya penyimpangan yang lazom dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yaitu: 1) memanipulasi syarat administrasi pencalonan, 2) terjadinya politik uang, 3) politisasi birokrasi, 4) terjadinya kelalaian yang dilakukan oleh para petugas penyelenggara pemilu, 5) memanipulasi hasil penghitungan suara dibeberapa tempat, 6) melakukan perbuatan berupa pengancaman dan atau intimidasi, 7) kurangnya mentalis penyelenggara pemilu. Memang, dari ke-7 bentuk yang dikemukan diatas, tidak hanya penyelenggara pemilu saja yang berpeluang besar melakukan pelanggaran melainkan juga sangat terbuka peluangnya dilakukan oleh para peserta pemilu, para profesional, pemantau pemilu/pilkada, pejabat atau birokrasi tertentu, dan juga oleh masyarakat pemilih itu sendiri. Tapi, jalur penyelesaiannya bukanlah ke DKPP.;
- Adanya bentuk dalam pelanggaran yang masuk dalam ranah sengketa pemilihan., Ingat, bahwa peluang terjadinya pelanggaran tidak hanya sampai pada menentukan atau penghitungan suara pada tingkat pemilihan suara (TPS) setempat saja. Karena kecenderungan akan adanya terjadi pelanggaran masih terbuka lebar dilakukan pada tahap pasca pencoblosan dan atau penghitungan surat di TPS, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), KPU RI/Provinsi/Kabupaten/Kota saja, melainkan masih ada kategori pelanggaran mengenai terjadinya sengketa pemilihan. Sengketa pemilihan maksudnya adalah => sengketa atau perselisihan yang keberatannya diajukan oleh partai politik (parpol) dan atau bisa juga diajukan oleh pasangan calon yang maju dalam pilkada namun merasa dirugikan oleh hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum. Dengan kata lain sengketa pemilihan sering diartikan sebagai pengajuan permohonan keberatan atas adanya keputusan KPU, dimana dalam hal ini KPU digugat oleh para peserta pemilihan. Bila menyangkut pada bidang keadministrasian pemilihan atau kepemiluan, maka dapat diajukan permohonan keberatannya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), PTTUN dan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Tapi apabila hal tersebut adalah merupakan hasil dari penghitungan surat yang tertuang dalam rekapitulasi hasil suara pemilihan yang dibuat dalam bentuk surat keputusan KPU, maka pengajuaan permohonan sengketa perselisihannya adalah pada Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta.;
Itulah intisari yang dapat kami simpulkan berupa bentuk-bentuk
pelanggaran yang terdapat dalam UU Pemilu dan atau UU Pilkada, mudah-mudahan
dalam pelaksanaan pilkada tahun 2017 (khususnya untuk Kabupaten Tapanuli Tengah
(Tapteng) dan Kota Tebing Tinggi di Provisi Sumatera Utara (Sumut)), adanya
bentuk pelanggaran diatas dapat dihindari dan kalau tidak bisa diminimalisir
agar pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah dapat berlangsung dengan damai
dan sukses. Bila menemukannya silahkan untuk membuat pengaduannya ke BAWASLU,
karena hakekat dari penyelenggaraan pilkada tidak hanya untuk sekedar
menyampaikan suara semata di bilik suara, melainkan juga keikutsertaan kita
sebagai warga negara untuk turut mengawasi seluruh proses dari pelaksaan
tahapan yang ada dalam pemilu/pilkada. Bila mau tahu tentang siapa kami,
silahkan baca sinopsis lengkap kami dalam tajuk => “tentang profil kami”. Sekian dan terima kasih. Salam Advokat –
Pengacara – Lawyers – Attorney - Konsultan Hukum Indonesia. (by NH Silaen, SH – Advokat dan Konsultan
Hukum Anggota Peradi asal Kota Medan, Indonesia).
izin save
BalasHapus