Calon petahana (incumbent) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak
2017 yang akan datang, perlu mendapat pengawasan secara khusus (khususnya oleh
Badan Pengawas Pemilu/BAWASLU). Alasannya disebabkan kedekatan petahana dengan
kalangan birokrasi aparatur sipil negara (ASN) setempat, sehingga akan memunculkan potensi
penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kemenangan calon petahana
yang bersangkutan, tentu saja yang memiliki hubungan lebih kuat dengan
birokrasi dibanding calon-calon lain. Dengan kata lain, birokrasi berpotensi
dimanfaatkan dalam masa pilkada ataupun pemilu.
Dalam prakteknya, pemanfaatan birokrasi dapat berlangsung secara
terselubung dengan cara memobilisasi pemilih, pemanfaatan fasilitas daerah
untuk kepentingan kampanye, ataupun penyalahgunaan bantuan sosial yang sangat
berpotensi politisasi birokrasi rawan terjadi. Apalagi, mengingat dari 102
daerah yang menggelar pilkada serentak 2017 tentu akan masih banyak diikuti
oleh calon kepala daerah ialah calon petahana.
Menurut pengamatan kami, bahwa mobilisasi dan pemanfaatan fasilitas daerah
secara terselubung dalam rangka menyokong calon incumbent sedikit banyaknya akan
menciptakan pelayanan publik yang tidak maksimal dan pemborosan, sehingga
sangat patut bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu mencari dan/atau merumuskan
formula strategi jitu sebagai pedoman pengawasan bagi pengawas daerah. Hal ini
sangat penting dalam rangka untuk mencegah politisasi birokrasi oleh petahana,
khususnya untuk memikirkan sanksi tegas bagi para pelanggarnya. Pengawasan yang
dimaksud dapat juga dilakukan untuk menyelusuri bagaimana birokrasi bekerja,
ketika terjadi pemanfaatan birokrasi secara terselubung untuk mendukung dan
beroperasi secara tidak sah untuk pasangan calon yang sedang berkompetisi. Hanya
dengan adanya strategi pengawasan jitu dimaksud, maka pemanfaatan birokrasi di
tiap daerah yang menyelenggarakan pilkada dapat dicegah sedini mungkin. Jadi, Bawaslu
haruslah secepatnya menyusun strategi yang tepat, ampuh dan mempunyai sanksi
yang tegas.
Seperti yang terjadi pada pelaksanaan pilkada (pemilukada) serentak tahap I
tanggal 9 Desember 2015 yang lalu, pola yang sama berupa kegiatan politisasi
birokrasi oleh para calon petahana kemungkinan besar akan berulang kembali pada
pelaksanaan pilkada tahap II tanggal 15 Februari 2017 yang akan datang. Dan
biasanya, menjelang pilkada berlangsung, daerah yang ikut pilkada bakal semakin
banyak intensitas pertemuan kepala daerah bertemu dengan masyarakat audiens yang
difasilitasi dengan menggunakan uang negara, khususnya intensitas pertemuan-pertemuan
pada masa jadwal tahapan kampanye tentu akan sangat menguntungkan para pihak
dari calon incumbent. Sebagai contoh: akan banyak ditemukan peningkatan
penggunaan anggaran bantuan sosial pada masa pelaksanaan pilkada yang akan
terus naik, serta ada juga yang dialokasikan untuk program yang memang disengaja
atau dirancang khusus untuk dilakukan saat pilkada.
Memang, program-program dimaksud tidak ada dilarang dalam undang-undang
ataupun aturan tentang pemilu. Namun, kiranya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
harus menemukan model pengawasan yang lebih efektif untuk hal ini. Bawaslu juga
harus memaksimalkan pengawasan dari masyarakat, misalnya memberikan dan/atau mendapat
pendidikan politik yang cukup untuk bisa membedakan mana program-program daerah
yang diselubungi motif-motif politis dalam pelaksanaan pilkada.
Sebenarnya pemerintah telah berupaya agar birokrasi daerah Aparatur Sipil
Negara (ASN) tidak turut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bermotifkan
politis, dengan kata lain pemerintah telah mengingatkan seluruh Aparatur Sipil
Negara (ASN) untuk bersikap netral dalam pilkada (pemilukada), yaitu dengan
menerbitkan Surat Edaran Menteri PANRB Nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tertanggal
22 Juli 2015, tentang Netralitas ASN dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam
pilkada serentak. Surat tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja,
panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para kepala lembaga pemerintah
non-kementerian (LPNK), para sekjen lembaga negara, para pemimpin
kesekretariatan lembaga non struktural, para gubernur, bupati, dan wali kota.
Kalau kita kaitkan Surat Edaran Menteri PANRB Nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tertanggal
22 Juli 2015 dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, maka
telah sangat jelas bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik akan dijatuhi hukuman berupa diberhentikan
dengan tidak hormat. Selain kedua peraturan diatas, tentang pelarangan PNS
terlibat dalam kegiatan yang bermotif politik, juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang dengan jelas menegaskan
bahwa: => “PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah/wakil
kepala daerah”.
Adanya Surat Edaran (SE) dari Menteri
PANRB Nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tertanggal 22 Juli 2015 bertujuan
mengingatkan para ASN dan pihak-pihak yang terkait atas keberadaan
aturan-aturan tersebut. Dengan kata lain Surat Edaran memastikan bahwa aturan yang
telah ditetapkan tersebut berjalan sesuai dengan prosedurnya, dan sekaligus
untuk menyegarkan ingatan para ASN serta semua pihak untuk tidak
mengikutsertakan ASN dalam kegiatan kampanye pilkada, khususnya pilkada tahun
2017 yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut, juga sangaat perlu untuk
menekankan pemberian sanksi yang tegas bagi para ASN yang terlibat dalam
pilkada mengacu haruslah mengacu pada UU yang berlaku, sesuai dengan kategori keterlibatan
ASN dalam pilkada, apakah sudah masuk pada taraf pelanggaran sedang atau hingga
pelanggaran yang berat. Atau dengan kata lain, sanksi yang dijatuhkan tidak lagi
berupa sanksi ringan, melainkan telah menjadi sanksi sedang hingga berat.
Misalnya: sanksi sedang yang bisa dijatuhkan antara lain berupa:
- Penundaan tunjangan gaji berkala;
- Penundaan pembayaran kinerja;
- Penundaan kenaikan jabatan dan promosi jabatan;
Sedangkan sanksi berat yang dapat dijatuhkan berupa:
- Pemberhentian dari jabatan;
- Penurunan pangkat satu tingkat;
- Pemberhentian dengan hormat;
- Pemberhentian dengan tidak hormat;
- Pemberhentian yang tidak mendapatkan pensiun;
Demikian artikel tentang perlunya pengawasan yang intensif terhadap para
ASN yang mungkin dimanfaatkan oleh calon petahana (incumbent) pada
penyelenggaraan Pilkada (Pemilukada) serentak tahun 2017 yang akan datang.
Semoga ada manfaatnya. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....