Bukan rahasia umum, banyak pasangan suami isteri di
Indonesia memilih perceraian sebagai salah satu solusi akhir terbaik dalam menyelesaikan
konflik rumah tangga. Menurut anda benarkah tindakan memilih melakukan
perceraian ini? Jawabannya kembali ke diri masing-masing.
Idealnya, pernikahan atau perkawinanan yang dilakukan prinsipnya
hanyalah untuk 1 (satu) kali seumur hidup. Apalagi bila perkawinan itu diawali
dengan adanya masa pengenal diri masing-masing (melalui masa berpacaran) baru
kemudian dilanjutkan adanya komitmen atau kesepakatan bersama untuk membentuk
rumah tangga melalui lembaga perkawinan/pernikahan.
Adalah hal yang wajar dan biasa, dalam kehidupan berumah
tangga tidak luput dari banyaknya persoalan-persoalan. Entah itu disebabkan
masalah ekonomi, anak, atau adanya perbedaan-perbedaan pendapat (percekcokan) yang
lazim mencuat ketika akan memutuskan suatu tindakan, adanya perbedaan prinsip
yang sangat fundamental, bahkan terkadang ada kekerasan terjadi dalam rumah
tangga. Nah, adanya problematika di kehidupan konkrit inilah yang terkadang
dimaknai oleh pasangan suami istri secara berlebihan, misalnya tetap ngotot
mempertahankan pendapatnya atau menyatakan bahwa dia-nya yang paling benar, dan
lain sebagainya. Realita inilah yang acapkali menjadi batu sandungan, dimana
pernikahan/perkawinan yang seyogianya sekali seumur hidup jadi sulit untuk
direalisasikan. Lalu, dengan sigap mengambil jalan pintas untuk segera mengakhiri
mahligai kehidupan rumah tangga dengan jalan perceraian atau talak.
Tapi pernahkan anda berpikir, bahwa setelah diajukannya
gugatan cerai atau talak serta telah dinyatakan sah bercerai bisa menimbulkan
berbagai permasalahan hukum baru, misalnya masalah pemberian nafkah, hak
pengasuhan anak atau perwalian anak, pembagian harta bersama (harta gono gini),
dan berbagai masalah homegen menyangkut hukum keluarga pasca perceraian.
Untuk mengatasi timbulnya konflik hukum akibat dari
adanya perceraian (pasca cerai) sebagaimana yang diuraikan diatas, terkadang
sebelum dilakukannya proses perkawinan atau akad nikah, para calon pasangan
suami isteri mengantisipasinya dengan sepakat membuat suatu surat perjanjian
kawin atau yang sering disebut juga dengan nama surat perjanjian pra nikah.
Dimana contoh surat perjanjiannya dapat anda baca atau lihat dalam
artikel/tulisan kami yang berjudul => “contoh surat perjanjian perkawinan” dan “contoh surat perjanjian pra nikah” (silahkan diklik untuk membacanya).
Namun, akhir-akhir ini di internet sangat banyak beredar
contoh surat perjanjian perceraian, apakah secara hukum dibenarkan adanya surat
perjajian perceraian ini? Dan bagaimana draft/format suratnya? Apakah ada
syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh para pihak?
Pertanyaan diatas sengaja penulis kemukakan dalam artikel
ini mengingat asas dan kemanfaatan dari suatu surat perjanjian sebagaimana yang
dimaksudkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan
juga tidak adanya pengaturan yang tegas dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan maupun dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974, serta di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Adapun format atau draft contoh surat perjanjian
perceraian adalah sebagai berikut:
Pada hari Jumat, 14 Oktober
2016 (empat belas oktober tahun dua ribu enam belas), di Kota Medan, Provinsi
Sumatera Utara (SUMUT), para pihak telah sepakat untuk
membuat
surat perjanjian perceraian dari dan
antara:
Nama: Purnomo Tarigan, SE., Laki-laki,
Kewarganegaraan Indonesia, Lahir di Berastagi, 10 Juni 1979 (Umur 37 Tahun),
Agama Kristen Protestan, Pekerjaan Karyawan PT Nusantara II, Alamat Jalan Perwira Barat No. 15, Lk VII,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Indonesia.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
kepentingan pribadi, yang selanjutnya disebut
sebagai PIHAK SUAMI atau PIHAK PERTAMA (PIHAK-I);
Nama: Nuraini Sembiring, SH, MM., Perempuan,
Kewarganegaraan Indonesia, Lahir di Medan, 04 Mei 1980 (Umur 36 Tahun),
Pekerjaan Karyawan PT. Bank CIMB, Alamat Jalan Perwira Barat No. 15, Lk VII,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Indonesia.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
pribadi, yang untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK ISTRI
atau PIHAK KEDUA (PIHAK-II);
Kedua belah pihak diatas adalah merupakan pasangan suami isteri yang sah, menikah pada tanggal 24 bulan Januari tahun 2010. Dari hasil
perkawinan/pernikahan kami telah dikaruniai 1 (satu) orang anak yang bernama
Putri Noviani Tarigan, umur 4 tahun. Oleh karena tidak ada lagi keharmonisan
dan kecocokan diantara para pihak, maka kedua belah pihak telah sepakat untuk
mengakhiri kehidupan berumah tangga dengan memilih jalan perceraian.
Adapun kesepakatan yang telah
sama-sama disetujui untuk mengikatkan diri dan
tunduk pada isi surat perjanjian perceraian
adalah dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
Bahwa pihak pertama akan
menceraikan pihak kedua dengan inisiatif telah setuju mengakui adalah
saling sama hak, saling sama martabat, dan saling sama kedudukan di depan hukum, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Pasal 2
Bahwa pihak kedua bersedia
menerima perceraian yang inisiatifnya berasal dari pihak pertama dengan tetap mengakui
adalah
saling sama hak, saling sama martabat, dan saling sama kedudukan di depan hukum, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Pasal 3
Bahwa pihak pertama tidak
keberatan untuk memberikan hak asuh anak atau hak perwalian anak kepada pihak
kedua, yakni hak asuh anak yang bernama Putri Noviani Tarigan, umur 4 (empat) tahun
yang saat ini sedang mengecap pendidikan di sekolah “TAMAN KANAK-KANAK”.
Pasal 4
Bahwa pihak pertama akan
memberikan kepada pihak kedua berupa uang nafkah dan juga uang untuk biaya perawatan,
pendidikan, dan keperluan-keperluan lainnya untuk anak, dimana untuk keperluan
biaya-biaya tersebut telah disetujui oleh pihak pertama sebesar Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tiap bulannya, dimana akan dilaksanakan
dengan cara mentransfer ke nomor rekening milik pihak kedua paling lambat
setiap tanggal 5 (lima) tiap bulannya sudah diterima oleh pihak kedua.
Pasal 5
Bahwa pihak pertama dan pihak
kedua telah sepakat atas seluruh harta bersama (harta gono gini) yang ada (diluar
dari harta bawaan sebagaimana tersebut dalam surat perjanjian pra nikah) akan
dibagi 5 (lima), yang mana perinciannya adalah sebagai berikut: a) untuk pihak
pertama sebesar 2/5 (dua per lima), b) untuk pihak kedua sebesar 2/5 (dua per
lima), dan c) untuk anak sebesar 1/5 (satu per-lima) yang akan disimpan dalam
rekening atas nama anak para pihak yang diperuntukkan bagi masa depan anak.
Pasal 6
Apabila terjadi perselisihan mengenai isi
dan atau penafsiran atas perjanjian
perceraian ini, kedua belah pihak sepakat untuk
menyelesaikannya secara damai dengan mendahulukan jalan musyarawah
dan mufakat, serta bila gagal akan menyerahkan jalan penyelesaiannya kepada
mediator dari kantor advokat “Law Office AS & A” di Medan, Sumatera Utara.
Pasal 7
Bahwa pihak pertama dan pihak kedua tetap memberlakukan hal-hal
yang diatur dalam surat perjanjian pernikahan (mutatis mutandis), dan sepakat untuk tidak melakukan perubahan
dan/atau penambahan isi perjanjian.
Pihak Pertama, Pihak
Kedua,
(Purnomo Tarigan, SE) (Nuraini Sembiring, SH, MM)
Saksi-Saksi:
1. Butet Kusuma Pohan
2. Mei Agustina Telaumbanua
3. Evelyn Simanjuntak
Catatan: Bahwa surat perjanjian perceraian ini dibuat sebelum diajukannya surat gugatan
cerai atau talak, sehingga dengan kata lain apapun nantinya yang menjadi amar
putusan tentang hak asuh anak atau perwalian, tentang nafkah, dan juga tentang
pembagian harta bersama (harta gono gini), maka secara langsung tidak akan berpengaruh
atas isi perjanjian ini. Dengan demikian, gugatan perceraian atau gugatan talak
yang diajukan ke pengadilan agama atau ke pengadilan negeri hanyalah merupakan
perbuatan untuk mengambil legitimasi hukum bahwasanya pasangan suami isteri sah
secara hukum tidak lagi sebagai suami istri. Tidak lebih dari itu.
Bahwa surat perjanjian perceraian ini hanya sebagai contoh semata, oleh karena itu harus
disesuaikan dengan data-data anda para pasangan suami istri, dan diisi
dengan selengkap-lengkapnya sesuai kondisi dan realitas
apa yang akan diperjanjikan. Adapun data-data para pihak yang kami
cantumkan diatas hanya sebagai contoh agar memudahkan anda
untuk memahaminya. Jangan lupa untuk membaca artikel
kami tentang contoh surat permohonan cerai
talak dari suami (silahkan langsung diklik).
Semoga apa yang kami buat
tentang contoh surat perjanjian perceraian atau surat perjanjian pisah atau talak ini sebagai suami isteri dapat bermanfaat bagi anda. Atas perhatian dan kunjungannya
ke WEBSITE RESMI KANTOR PENGACARA AS & A diucapkan terima kasih.
Salam hormat,
N. HASUDUNGAN SILAEN, SH
Advokat/Pengacara & Konsultan
Hukum
NIA. 98.10796
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....