Diberlakukannya
ketentuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2016, bagi mahasiswa fakultas hukum maupun
para alumni-nya tentu saja sedikit banyaknya menimbulkan rasa was-was, apakah
mampu bersaing dengan para calon dan atau sarjana hukum (SH) asing dipasar
tenaga kerja profesional di Indonesia? Mungkin pertanyaan ini terlalu
dibesar-besarkan, namun bagi penulis sebagai salah seorang alumni fakultas
hukum Universitas HKBP Nommensen (UHN) stambuk 92 yang berprofesi sebagai
Advokat tentu turut khawatir akan masa depan mahasiswa fakultas hukum UHN persaingan
akan semakin ketat, khususnya dalam menghadapi liberalisasi ekonomi dunia dan
pasar jasa hukum di Indonesia.
Terjadinya
liberalisasi ekonomi dalam konteks pasar MEA, penulis melihat tidak hanya
sekedar untuk komodoti free flow of goods (liberalisasi perdagangan barang), namun
juga meliputi free flow of services (liberalisasi pelayanan jasa), free flow of
investments (liberalisasi investasi), free flow of capital (liberalisasi
modal), dan free flow of skilled labor (liberalisasi pekerja terdidik). Dari
semua item yang penulis kemukakan diatas, dunia pendidikan (dalam hal ini pihak
universitas/perguruan tinggi), mempunyai peran yang sangat strategis untuk
mencari solusi ataupun formula bagaimana melahirkan atau menciptakan sarjana-sarjana,
khususnya sarjana hukum (SH) yang berkualitas secara akademik dan bermental
baja dalam bersaing di pasar global dunia hukum modern.
Coba
kita bayangkan, setiap tahunnya berapa orang sarjana hukum yang di wisuda oleh
universitas atau perguruan tinggi di Indonesia dan apakah seluruh sarjana hukum
tersebut mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang diidam-idamkannya. Belum lagi
nanti, adanya gempuran dari tenaga kerja asing yang akan bebas dan secara
terbuka bersaing dengan tenaga kerja lokal Indonesia. Inilah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari perberlakuan MEA itu sendiri. Tidak hanya itu saja,
dengan diberlakukannya MEA, maka wilayah MEA (integrated region) akan menghilangkan hambatan-hambatan (barriers) yang berbasis dari
kedaulatan sebuah negara. Dengan
demikian, negara Indonesia akan menjadi wilayah strategis bagi pergerakan bebas
dari aktifitas perdagangan barang, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja
terdidik.
Nah,
tentu saja agar bisa eksis dan bisa secara bebas beraktivitas, tentu saja membutuhkan
dukungan sumber daya manusia (SDM) dari negara bersangkutan untuk bagaimana
bisa melayani dan turut serta terlibat dalam memperlancar aktivitas pergerakan
pasar global dimaksud.
Universitas
HKBP Nommensen dalam hal ini Fakultas Hukum, tentu mempunyai peran civitas
akademika yang sangat penting, misalnya memikirkan konsep bagaimana membentuk
kurikulum bagi fakultas hukum yang “up
to date” dan “marketable”,
sehingga nantinya para mahasiswa yang dilahirkannya kelak benar-benar telah siap
kerja dan bersaing dengan lulusan-lulusan universitas negara asing yang bekerja
di Indonesia.
Tidak
dapat dipungkiri, dinamika dan perkembangan aktivitas bisnis transnasional pasca
pemberlakuan MEA selalu berhubungan erat dengan profesi dunia hukum. Para
pelaku ekonomi global selalu membutuhkan dan mempertimbangkan informasi
kepastian hukum dalam berbisnis yang akan dibangunnya pada sebuah negara yang
dituju. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadinya lonjakan permintaan akan
kebutuhan para sarjana hukum yang handal dalam aspek akademik, komunikasi,
dan memiliki mental yang tangguh untuk
bisa dihadapkan dengan para lulusan fakultas hukum luar negeri yang mungkin
sedikit banyak telah banyak belajar tentang peraturan dan juga perkembangan hukum di negeri kita ini.
Dalam
konteks layanan jasa hukum dari seorang sarjana hukum yang berprofesi sebagai advokat
misalnya, perusahaan-perusahaan raksasa yang bersifat transnasional dari negara
maju (seperti: Amerika Serikat dan negara-negara Eropa) pada umumnya akan “nepotisme”
menggunakan dan/atau berkolaborasi bersama dengan law firm-law firm besar yang
bermarkas di negara-negara maju tersebut. Tentu saja, proses pergerakan
investasi dibidang ekonomi akan selaras dan searah dengan pergerakan ekspansi
pemberian pelayanan jasa hukum oleh law firm-law firm besar yang berpusat di
negara-negara maju tersebut ke wilayah Asia, khususnya Indonesia, baik melalui penggunaan
model merger, pendirian kantor cabang, atau joint operation.
Tenaga Pendidik Profesional Fakultas
Hukum Universitas HKBP Nommensen
Sebagai
salah seorang alumni Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen, tidak ada
salahnya bila memunculkan pertanyaan: seberapa siapkah Universitas HKBP
Nommensen melahirkan dan/atau menciptakan sarjana hukum yang berprofesi sebagai
advokat, hakim, jaksa, notaris, legal officer, dsb untuk dapat menangkap setiap
peluang dari adanya pergerakan MEA dimaksud? Tentunya saja dalam menjawab
pertanyaan ini, banyak aspek yang saling berkaitan, misalnya adanya kemampuan
“jaringan” dari para sarjana hukum tersebut. Disamping itu, tentu juga peluang untuk
mampu berkompetisi di pasar global harus didukung secara total oleh civitas
akademika Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen, yaitu dengan:
(1)
Memberikan Kurikulum Fakultas Hukum yang up to date dan marketable
Fakultas
Hukum Universitas HKBP Nommensen yang semula didirikan pada tahun 1954 di Kota
Pematang Siantar, kemudian dibuka kembali pada tahun 1980 di Kota Medan
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kopertis Wilayah I Nomor 019/PD/KOP.I/1980
tertanggal 10 Juli 1980, dimana sekarang ini Program Studi Ilmu Hukum-nya telah
mendapat Akreditasi B berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 008/BAN-PT/Ak-SURV-II/S1/V/2011 tertanggal 20
Mei 2011. Saat ini Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas HKBP
Nommensen telah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang sudah direvisi
tahun 2010 dengan kosentrasi pada bidang hukum perdata, hukum pidana, hukum
tata negara dan hukum bisnis. Bila dibandingkan ketika penulis kuliah, telah
terjadi penambahan terhadap kosentrasi bidang hukum bisnis, hal ini tentu saja
berdampak positif terhadap perkembangan pengetahuan hukum yang lebih spesialis
terhadap bidang hukum bisnis. Penulis melihat, bahwa kurikulum yang harus
selalu up to date dan marketable ini, juga harus didukung oleh para pendidik (dosen)
yang berkualitas dan berkompeten dibidangnya, serta juga harus memiliki jam
terbang mengajar dan penelitian cukup tinggi. Tidak hanya itu saja, dosen-dosen
yang dimaksud juga harus totalitas dalam mendidik dan mengajar setiap mata
kuliah kepada para mahasiswanya. Penulis berharap, aktivitas dosen di luar
kampus dalam hal mengerjakan dan/atau mengejar “proyek luar” sebaiknya perlu dimanajemen lebih baik lagi, sehingga
tidak mengorbankan jam kuliah para mahasiswa.
(2)
Rasio jumlah mahasiswa dan dosen perlu diproporsionalkan agar dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif. Penulis melihat, bahwa
sekarang ini Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen telah banyak berubah,
khususnya dalam hal menyediakan komposisi tenaga pendidik yang lebih
proporsional lagi sesuai dengan tingkat pertumbuhan jumlah mahasiswa fakultas
hukum yang tiap tahun selalu bertambah. Berdasarkan data list para dosen yang
mengajar di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen telah mengalami
penambahan yang cukup signifikan, dimana dosen tetap berjumlah 30 (tiga puluh),
dosen ikatan kerja berjumlah 15 (lima belas) dan dosen tamu berjumlah 5 (lima)
orang yang semuanya menyandang gelar professor hukum. Satu hal yang cukup
menggembirakan, bahwa dosen-dosen tetap yang bertugas mengajar di Fakultas
Hukum Universitas HKBP Nommensen minimal telah berpendidikan S-2 (sangat
berbeda ketika penulis kuliah dulu).
(3)
Membuka kelas internasional, yakni dengan melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dengan full bahasa internasional (bahasa inggris, dan/atau bahasa
mandarin), mendatangkan mahasiwa asing untuk belajar dan dosen-dosen luar
negeri melalui kerjasama untuk mengajar. Terkesan cukup berat memang bagi
perguruan tinggi atau universitas untuk membuka kelas internasional ini karena
selain membutuhkan biaya besar yang terkadang dibebankan pada SPP Mahasiswa, faktor
lain juga adalah ketersediaan sumber daya manusia (dosen) yang kredibel untuk
bisa mengajar dengan lancar menggunakan bahasa internasional.
Namun,
penulis berkeyakinan dengan program yang sedang dijalankan, yaitu program “Nommensen Goes Internasional”, maka
kedepannya Universitas HKBP Nommensen akan menjadi pioner yang mana saat ini
adalah satu-satunya universitas swasta di Sumatera Utara yang sudah menjalankan
program internasional dan yang menghasilkan alumni terbanyak peraih beasiswa ke
luar negeri. Keyakinan penulis semakin bertambah dengan ditetapkannya Universitas
HKBP Nommensen sebagai satu-satunya universitas penyelenggara resmi “TOEFL ITP” di Kota Medan. Tentu hal ini
juga akan membawa efek yang positif bagi para calon sarjana hukum Universitas
HKBP Nommensen untuk bisa berkompetisi dalam memberikan jasa pelayanan hukum
tentunya harus didukung dengan kemampuan berkomunikasi bahasa internasional
yang baik. Jangan sampai peluang emas dan pangsa pasar sarjana hukum Universitas
HKBP Nommensen direbut oleh sarjana-sarjana hukum asing yang bekerja sekaligus
berbisnis di negeri ini, khususnya di Kota Medan hanya karena persoalan dan
penggunaan bahasa internasional yang kurang mumpuni.
Peluang Profesi Advokat Bagi Sarjana
Hukum Universitas HKBP Nommensen
Dalam
tulisan ini, penulis hanya menitikberatkan pada konteks profesi hukum advokat
(sebab penulis berprofesi sebagai Advokat), dimana apabila dilihat dari pergerakan
adanya persaingan dari advokat-advokat asing pada pasar jasa hukum di Indonesia,
dimana pada mulanya adalah merupakan aktivitas pendampingan bisnis dari
kliennya yang masuk wilayah pasar bisnis Indonesia. Pastilah klien mereka
(pebisnis luar negeri) membutuhkan tidak hanya sekedar pada pelayanan ataupun
pemberian jasa hukum bersifat non litigasi semata, akan tetapi termasuk juga dalam
lingkup bantuan hukum dalam bentuk pendampingan atau pembelaan di hadapan
pengadilan dan arbitrase Indonesia. Tentu saja dalam menghadapi hal ini, para
pelaku bisnis biasanya akan terlebih dahulu mengkonsultasikan persoalan yang
dihadapinya kepada law firm berlevel internasional dan berjaringan besar
tentang kepentingan bisnisnya di negara yang akan dituju. Dengan kata lain, sedikit banyaknya akan terjadi persaingan antara advokat Indonesia dengan lawyer asing untuk mendapatkan "kue" klien.
Memang,
kalau kita melihat ketentuan dalam Pasal 23 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, telah sangat jelas dan tegas diatur bahwa advokat asing dilarang membuka praktik sendiri ataupun membuka cabang
kantor hukum (law firm) asing, ataupun berpartner dengan advokat-advokat
Indonesia untuk memberi jasa dan bantuan hukum di Indonesia. Advokat asing
hanya diperbolehkan berpraktik sebagai pegawai ataupun ahli hukum asing yang
dipekerjakan di kantor-kantor hukum Indonesia, dan tidak dapat memberikan
pelayanan hukum ataupun pendapat hukum terhadap permasalahan yang didasarkan
pada hukum Indonesia ataupun mewakili pihak bersengketa untuk berperkara di pengadilan-pengadilan
Indonesia. Dari adanya ketentuan ini, maka advokat (lawyer) asing perlu bersinergi
dengan advokat Indonesia dalam membantu dan juga membangun potensi kliennya
(perusahaan transnasional) di pasar Indonesia. Dengan adanya wujud kerja sama
sinergi (aliansi) yang baik itulah para advokat asing tersebut bisa
dipekerjakan pada law firm yang ada Indonesia.
Nah,
karena masih adanya pembatasan ruang gerak para advokat asing untuk berpraktik secara
langsung di Indonesia (khususnya di Kota Medan) membuka peluang bagi para
sarjana hukum lulusan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen yang nantinya memilih
untuk berprofesi sebagai advokat dan mempunyai atau telah mendirikan law firm (kantor hukum) untuk
bersinergi dan/atau berpartner untuk memberikan jasa bantuan hukum pada
pengadilan di Indonesia, karena pada prinsipnya advokat (lawyer) asing tidak
boleh membuka praktik law firm sendiri. Namun, semua persoalan tentang adanya
persaingan pasar bebas MEA dan kompetensi dari para sarjana hukum kita adalah berawal
dari pembangunan kualitas perguruan tinggi (universitas) dimana para mahasiswa
hukum digembleng dan belajar ilmu hukum. Pada Fakultas Hukum Universitas HKBP
Nommensen pihak civitas akademika telah menyiapkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan pilihan untuk para sarjana hukum untuk menggeluti bidang
profesi menjadi advokat, misalnya dengan penyediaan Pendidikan Khusus Profesi
Advokat (PKPA) sebagai salah satu pendidikan lanjutan sebagai salah satu prosedur jadi advokat, adanya ruang khusus untuk peradilan semu, adanya biro bantuan
hukum, adanya pendidikan pelatihan kemahiran hukum (klinis hukum) ditambah
dengan kurikulum berbasis kompetensi sebagaimana yang telah diuraikan diatas.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah adanya pembinaan dan pengembangan karir hukum (law career development) juga harus selalu dijalankan dan dimonitor supaya hubungan antara perguruan tinggi/universitas dan alumni dan juga masyarakat bisa saling mengisi dan menguatkan. Semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah adanya pembinaan dan pengembangan karir hukum (law career development) juga harus selalu dijalankan dan dimonitor supaya hubungan antara perguruan tinggi/universitas dan alumni dan juga masyarakat bisa saling mengisi dan menguatkan. Semoga bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....