Pertarungan
antara advokat Indonesia dengan lawyer asing tidak dapat dihindari mengingat
kran pasar bebas telah terbuka lebar. Lihat saja dikota-kota besar Indonesia,
seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bali, Semarang, Bandung, Batam, dan lain
sebagainya, telah banyak berdiri kantor-kantor jasa hukum (law firm) berbentuk “joint venture” dan atau kolaborasi antara
advokat Indonesia dan lawyer (attorney)
asing. Tentu saja hal ini, semakin menjadikan dunia bidang jasa ini
persaingannya semakin sengit dan bergairah. Disamping itu, banyak kalangan yang
melihat bahwa pangsa pasar jasa hukum merupakan salah satu bisnis yang masih menggiurkan
dan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi law firm yang bersangkutan.
Tak
dapat kita pungkiri, untuk kota-kota besar seperti Jakarta, London, Washington,
Amtersdam, Singapura, Texas, Perancis, dan lain sebagainya, bisnis pemberian
layanan jasa hukum dari seorang advokat (pengacara/lawyer) sudah menjadi sebuah
industri jasa modern yang mengarah atau berorientasi liberalisasi global,
sehingga menarik hasrat setiap para advokat yang ada didunia ini untuk turut andil
berebut “kue honorarium” yang akan
dihasilkan dari sektor jasa hukum ini. Demikian pula halnya yang terjadi di Indonesia,
telah banyak pula para lawyer asing yang berpraktek untuk sama-sama memperebutkan
klien dengan para advokat lokal.
Memang,
sejak diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan Framework
Agreement on Comprehensif Economic Co-Operation Between ASEAN and the People’s
of China disingkat Framework Agremeent, sektor dunia jasa hukum dari advokat (lawyer)
sedikit banyaknya pasti Indonesia akan terkena dampak langsungnya, meskipun sektor
dunia jasa advokat, memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan jasa-jasa
lainnya. Adapun keunikan dari sektor jasa bidang hukum ini adalah:
- konsultasi hukum;
- bantuan hukum;
- menjalankan kuasa;
- mewakili klien;
- mendampingi klien;
- membela klien;
- dan melakukan tindakan hukum lainnya dalam rangka untuk mempertahankan kepentingan dan atau kewajiban hukum para kliennya;
Oleh
karena kekhususan tersebut, bagi orang-orang yang ingin menggeluti dunia jasa profesi
advokat haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi hukum (sarjana hukum = SH)
dan harus pula terlebih dahulu mengikuti dan atau mendapatkan sertifikat pendidikan
khusus profesi advokat yang diselenggarakan oleh organisasi advokat Indonesia.
Tidak hanya itu saja, modal terpenting dan utama
adalah adanya pengetahuan akan pemahaman teori ilmu hukum yang tidak saja
diberlakukan di Indonesia, tetapi juga oleh dunia Internasional. Keunikan
lainnya adalah para lawyer yang dimaksud juga harus mampu mencari sendiri kliennya.
Karena dari adanya klien tersebut, seorang advokat dan atau kantor hukum (law
firm)-nya akan dapat berkembang atau setidak-tidaknya ”bertahan” hidup.
Berdasarkan
catatan, data jumlah advokat yang terdaftar jumlah sekitar 40.000 advokat, dan
hanya sekitar 15.000 advokat yang aktif berpraktek sehari-hari. Bila kita lihat
dari jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai kurang lebih 300 juta
penduduk, jumlah advokat yang tercatat di organisasi advokat tersebut diatas, masih
tergolong sangat kecil.
Meskipun
begitu, dengan jumlah advokat aktif yang mencapai 15 ribuan orang, jumlah
perkara atau kasus yang muncul juga belum begitu banyak. Kondisi tidak
banyaknya perkara ini, sudah barang tentu juga akan membawa ekses negatif yang
menyebabkan banyak kantor advokat yang non aktif dan bahkan sampai tutup,
disebabkan karena tidak ada mendapatkan klien sama sekali untuk menutupi biaya
operasional law firm yang bersangkutan. Kondisi seperti ini pulalah yang
kemudian menyebakan banyak pengacara yang “banting
stir”, putar haluan dan beralih ke menggeluti profesi pekerjaan lain,
meskipun telah mengontongi izin praktek.
Kondisi dilematis hiruk pikuk dunia advokat
seperti yang kami sebutkan diatas, semakin tambah berat (parah) dimana tantangan
baru muncul di dunia profesi, yaitu dengan dibukanya dan diterapkannya persaingan pasar bebas ACFTA
dan juga Framework Agreement, karena secara terbuka mendapat persaingan dari kehadiran
para lawyer (counselor at law). Masuknya para advocate asing ini, sudah tidak dapat kita
bendung lagi, dimana sebelum-sebelumnya juga para pengacara asing sedikit
banyaknya sudah berperan aktif berpraktek sebagai “advokat terbang” di
Indonesia. Dimana, advokat asing ini datang ke Indonesia, lalu memberikan
pelayanan hukum, konsultasi hukum kepada kliennya yang berada di Indonesia,
lalu terbang lagi pulang ke negara asalnya. Padahal, banyak dari lawyer terbang
ini yang tidak tergabung dalam law firm (kantor advokat, pengacara, konsultan
hukum) yang telah beroperasi di Indonesia. Sepak terjang dari para lawyer asing
ini tidak saja memberikan hanya advis-advis hukum atas hukum yang berlaku di negaranya,
melainkan juga telah berpraktek memberikan jasa konsultasi hukum mengenai hukum
yang berlaku di Indonesia.
Bila kita amati dan analisa ketentuan dalam Pasal
23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU No. 18/2013) yang pada
inti pokoknya menyatakan bahwa => “advokat asing dilarang beracara di sidang
pengadilan dan membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia”. Jadi,
bila ada advokat asing yang nyata-nyata beracara sendiri di pengadilan Indonesia,
maka hal itu jelas-jelas telah melanggar ketentuan yang diatur dalam UU
Advokat.
Sebenarnya sebelum
lahirnya UU Advokat, pemerintah telah mengambil langkah untuk melindungi
eksistensi para advokat lokal di tanah air, yaitu dengan menerbitkan peraturan
pelaksanaan mengenai persyaratan dan tata cara untuk mempekerjakan advokat
asing di Indonesia, serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma
kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum (Kepmenkumham RI Nomor
M.11-HT.04.02 Tahun 2004). Dengan kata lain, jauh hari kiprah lawyer asing
secara tegas dilarang untuk berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau
perwakilannya di Indonesia.
Namun, UU No. 18/2013 masih memberikan peluang
bagi lawyer asing untuk bisa berpraktek di pengadilan Indonesia, bila mereka didampingi
langsung oleh advokat Indonesia. Meskipun masih diberikan peluang untuk
berpraktek, bukan berarti para advokat asing tersebut bisa seenaknya mempunyai dan
atau mendirikan kantor lawyer (law firm) sendiri. Dengan kata lain, advokat
asing ini harus bekerja di salah satu kantor hukum lawyer (advokat, pengacara) yang
ada di Indonesia. Istilahnya advokat asing ini, hanya bekerja sebagai konsultan
(advisor) hukum dalam bidang hukum yang berkaitan dengan hukum negara asing,
seperti yang berhubungan dengan kontrak internasional, pidana internasional, bisnis
internasional, pemberlakuan atau penggunaan hukum internasional dan lain
sebagainya.
Walaupun
peluang terbuka selebar-lebarnya bagi lawyer asing berpraktek sebagai konsultan
hukum ini dan atau dipekerjakan menjadi tenaga ahli pada law firm tertentu, maka
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu => harus mendapatkan
rekomendasi dari organisasi advokat Indonesia (PERADI), meskipun tidak wajib untuk
menjadi anggota organisasi advokat tersebut. Meskipun begitu, advokat asing
tetap harus tetap tunduk dan patuh pada Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,
dan harus mematuhi pedoman dari International Bar Association (IBA) tertanggal 4
April 1996 untuk konsultan hukum asing, dimana pedoman khusus dibuat untuk
menghadapi WTO dan GATTS.
Adapun isi dari pedoman dari International Bar
Association (IBA) tersebut adalah sebagai berikut:
- memuat prinsip-prinsip dasar;
- definisi;
- izin;
- ruang lingkup praktek;
- hak dan kewajiban;
- aturan tentang disiplin;
- masa berlakunya izin;
- dan lain-lain sebagainya;
Selanjutnya,
dalam pedoman tersebut menyebutkan => “bahwa konsultan hukum asing dapat
memperoleh izin sebagai individu, anggota, seorang anggota atau asosiasi di
suatu firma hukum di negara setempat atau sebagai karyawan di biro hukum suatu
perusahan berdasarkan aturan tentang jasa hukum di negara tersebut”. Dengan
kata lain, pedoman ini menunjukkan bahwasanya advokat asing (lawyer) tetap
harus tunduk pada hukum yang berlaku di suatu negara tempat dianya bekerja.
Tidak hanya itu saja, para lawyer asing ini juga
harus mendapat kontrol pengawasan dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). Disamping itu, kehadiran para pengacara asing
ini yang masuk ke Indonesia adalah => setelah memenuhi ketentuan atau
prosedur yang resmi, sehingga patut mendapat pengawasan dan atau diawasi untuk
menghindari penyalahgunaan izin yang diberikan, misalnya passport, atau visa
yang diberikan adalah visa berkunjung, namun dipergunakan untuk bekerja di
kantor advokat, pengacara atau law firm di Indonesia.
Hal
senada juga diterapkan negara-negara lain, dimana pada prinsipnya tidaklah
boleh bertentangan dengan pedoman yang
dikeluarkan oleh International
Bar Association (IBA) sebagaimana telah kami uraikan
diatas, namun demikian tiap-tiap negara memiliki regulasi masing-masing terkait
pengaturan tentang kehadiran advokat asing. Sebagai contoh, negara Amerika
Serikat misalnya mengatur bahwa advokat asing dari negara lain dapat berpraktik
di Amerika Serikat, apabila telah lulus dari ujian bar
exam dan
sama sekali tidak ada ketentuan di Amerika Serikat yang mengatur bahwa advokat
yang berpraktik di Amerika Serikat haruslah berkewarganegaraan Amerika Serikat.
Nah,
dari telah masuknya para lawyer asing yang bekerja, khususnya sebagai tenaga
ahli (konsultan) hukum di Indonesia, maka mau tidak mau, para rekan advokat di
Indonesia harus pula mempersiapkan diri dan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas
dan juga kapasitasnya terhadap berbagai kajian hukum multilateral (hukum
internasional), seperti perdata internasional, pidana internasional, arbitrase
internasional, dan lain sebagainya. Termasuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan
untuk bisa menguasai (menggunakan) berbagai bahasa asing. Apalagi, tren yang
berkembang bila terjadi suatu perbuatan wanprestasi terhadap kontrak antar perusahaan
multilateral, maka cenderung lebih memilih untuk menggunakan penyelesaian hukum
melalui arbitrase, khususnya badan arbitrase internasional yang berada di luar negeri.
Semoga
bermanfaat tulisan kami yang membahas tentang kiprah lawyer asing di Indonesia,
sekaligus mengaitkannya dengan cara atau strategi yang harus dilakukan oleh
para advokat lokal untuk menghadapi persaingan di era pasar bebas yang
berkaitan dengan jasa pemberian layanan bantuan hukum. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....