09 Juni 2016

Mengintip Gaji Pengacara Di Bursa Lowongan Kerja Indonesia

Ketika dibuka bursa lowongan kerja bagi pengacara oleh kantor hukum atau law firm dan/atau perusahaan di Indonesia, tentu saja banyak pengacara akan berlomba-lomba untuk mengajukan diri ataupun memilih memasukan permohonan surat lamarannya pada kantor atau perusahaan yang dapat memberikan “gaji pengacara” yang tinggi per-bulannya.

Gaji Seorang Advokat - Pengacara - Attorney Pada Law Office Di Indonesia

Hal ini wajar, karena siapa sih yang tidak ingin mendapatkan gaji yang besar tiap bulannya dalam bekerja? Demikian pula halnya dengan para pengacara atau advokat yang saat ini berhasrat memilih berkarir pada kantor hukum atau firma hukum top di Indonesia. Apa lagi, selama ini telah terbentuk “image” melalui media massa (baik elektronik maupun cetak) bahwasanya pengacara identik dengan dunia gemerlap atau “glamour” yang penuh dengan hiruk pikuk dunia entertaiment dan berkelas bintang 5 (lima).

Memang, fakta pada beberapa kantor hukum atau law firm ternama atau terkemuka khususnya di area Jakarta dan sekitarnya, seorang pengacara atau “advokat muda” minimal perbulan-nya bisa memperoleh gaji setiap bulan sebesar 4 sampai 5 juta rupiah perbulan, sedangkan untuk seorang pengacara yang sudah mempunyai pengalaman, rata-rata bisa mendapatkan “salary” minimal sebesar 10 jutaan perbulannya.

Nah, kondisi kisaran gaji diatas tentu saja turut membentuk niat atau keinginan para sarjana hukum memilih profesi menjadi pengacara muda dalam rangka untuk meniti karir, khususnya mengidamkan dengan melamar bekerja pada kantor advokat atau law firm daripada mendirikan bendera kantor pengacara atas namanya sendiri.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa secara umum lingkup kerja para pengacara dibagi 2 (dua) bagian, yaitu: “pengacara litigasi” dan “pengacara korporasi” (non-litigasi). Para pengacara litigasi ini, biasanya fokus tugas pekerjaannya selalu berhubungan dengan bersidang di ruang pengadilan, sedangkan pengacara korporasi tugasnya lebih fokus memberikan konsultasi khususnya terhadap lapangan hukum bisnis perusahaan. Sebenarnya dari segi profesi, baik pengacara litigasi maupun pengacara korporasi tidak ada perbedaan, karena pada prinsipnya ke-2 bidang tersebut sama-sama memberikan pelayanan “jasa hukum”, tidak terkecuali dalam hal ini penanganan kasus atau perkara dalam keluarga (misalnya perceraian, perwalian, harta gono gini, dsb).

Apabila kita kaitkan bidang keahlian yang dibutuhkan atau dipergunakan oleh para pengacara litigasi dan pengacara korporasi, tentu saja akan kelihatan perbedaan yang sangat mencolok dimana pengacara litigasi sangat diharapkan memiliki kemampuan yang lebih agresif (khususnya dalam mempertahankan argumen dan dalil-dalil hukum di depan persidangan). Sementara pengacara korporasi lebih memiliki kemampuan yang sistematis dan lebih cenderung “by the book” serta memiliki naluri bisnis yang cekatan.

Persoalan “gaji advokat” ini, tentu saja tidak akan sama disetiap kantor advokat atau law firm dan kecenderungan menjadi masalah pada kantor-kantor hukum yang sedang berkembang (kategori law firm papan menengah), sehingga ketika ada tawaran yang lebih tinggi dan sedikit lebih menarik lagi, maka kemungkinan besar bisa saja pengacara atau advokat yang telah bekerja pada law firm tertentu akan langsung pindah kantor. Ironis memang, tapi para pemilik (pengelolah) kantor advokat ataupun firma hukum tidak dapat menahan, karena persoalan pindah kerja adalah hak setiap pengacara/advokat.

Disamping adanya keinginan untuk mendapatkan gaji yang tinggi/besar, para advokat/pengacara maupun para sarjana hukum yang mengincar ataupun mengintip adanya lowongan kerja untuk bisa bekerja dan berkarir pada kantor advokat atau firma hukum terkenal dan top di Indonesia, tentu juga sangat berharap akan adanya jenjang karir yang meningkat. Adanya jenjang karir yang jelas, tentu saja menarik perhatian dan memacu semangat untuk berprestasi dan tetap berusaha meningkat kemampuannya.

Pada kantor advokat atau firma hukum yang telah ditata atau dikelolah secara modern dan profesional, ada sebahagian kantor misalnya memberlakukan jenjang karir sebagai berikut:
  • Para pekerja berstatus advokat magang ditempatkan pada posisi paralegal;
  • Para advokat yang sudah memiliki izin pengacara/advokat ditempatkan pada posisi pengacara muda atau ada yang menyebutnya dengan “junior lawyer”;
  • Para advokat senior atau sering disebut dengan “senior lawyer”, apabila para junior lawyer bersangkutan dipandang telah memiliki kualitas dan kemampuan yang mumpuni dalam menangani kasus atau perkara;
Sedikit kami jelas, bahwa senior lawyer adalah pengacara/advokat yang sudah diberi diwenang sepenuhnya untuk menghandle setiap dokumen yang diberikan kepadanya, misalnya mengkonsep atau menyusun sebuah gugatan, membuat atau memberikan catatan untuk sebuah legal opinion, atau menyusun dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan kasus/perkara yang bersangkutan. Biasanya bidang tugas atau pekerjaan senior lawyer ini dapat dicapai seorang junior lawyer minimal telah mempunyai “jam terbang” atau pengalaman lebih dari 3 (tiga) tahun-an.

Nah, itu sedikit penjelasan tentang sistem yang diterapkan pada beberapa kantor advokat atau firma hukum, dan sebagaimana ada kami singgung bahwa ada juga kantor pengacara yang memberikan gaji bagi para pengacara yang bekerja dikantornya dengan cara memakai model persentase (%) dan menerapkan “marketing fee”, dimana persentase dihitung dari pemasukan yang diperoleh oleh kantor hukum lalu kemudian membagikannya kepada para pengacara. Sementara marketing fee merupakan biaya yang diberikan kepada para pengacara yang berhasil menarik atau membawa klien untuk kantor hukum yang tersebut. Masalah besaran marketing fee yang diberikan kepada seorang pengacara, tentu saja berbeda antara kantor hukum yang satu dengan yang lainnya. Ada sebahagian kantor hukum atau firma hukum yang memberikan marketing fee sebesar 20% (dua puluh persen) dan ada juga yang memberikan 30% ataupun 10%, pokoknya tergantung kesepakatan para pengacara yang bekerja pada kantor hukum advokat atau firma hukum tersebut.

Pola penggajian dari bisnis jasa layanan hukum (legal service) diatas, sudah barang tentu harus dipahami oleh para pengacara atau advokat maupun paralegal yang nantinya lebih memberikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam hal bidang konsultasi hukum atau berprofesi dan bekerja sebagai konsultan hukum (corporate lawyer), sehingga fokus lowongan kerja yang ada pada beberapa kantor advokat atau law firm dapat anda seleksi dengan baik. Apapun model penggajian yang diterapkan, tentu saja para calon pekerja yang saat ini sedang menantikan bukanya bursa lowongan kerja pada kantor hukum atau fima hukum tertentu di Indonesia, tidak adanya salahnya untuk memperhitungkan aspek adanya untung rugi dari mode penggajian diatas, agar nantinya kepuasan dan kenyamanan dalam bekerja di kantor tersebut dapat tercipta dengan baik dan juga target anda dalam rangka mengitip pekerjaan pengacara untuk mendapatkan gaji yang besar (tinggi) serta jenjang karir yang meroket juga dapat terwujud.

Ingat, memperoleh gaji yang besar tidak menjamin karir anda sebagai advokat/pengacara dapat cemerlang dan bisa saja bila anda membuka kantor advokat sendiri, anda akan lebih leluasa dalam mengeksploitasi diri dan kemampuan hukum yang anda miliki dalam menempah pengalaman anda menangani kasus yang diberikan klien kepada anda. Dengan adanya keleluasaan dalam mengeksploitasi kemampuan yang anda miliki, maka peluang untuk menjadi “pengacara kondang” lebih cepat digapai. Karena kalau kita amati dinamika dari pengalaman para pengacara kelas kondang yang ada di Indonesia maupun bertaraf Internasional adalah pemilik langsung dari kantor advokat atau firma hukum.

Menurut kami, tidak ada salahnya kita menimba ilmu sebagai pekerja atau karyawan pada kantor hukum atau law firm tertentu, namun target kedepan untuk memiliki kantor advokat ataupun mendirikan firma hukum sendiri jangan sampai terlupakan.

Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....