Rekan
blogger medan pengunjung blog kantor advokat & pengacara medan, kami
bagikan tentang ISPO dan RSPO. Mengapa hal ini kami angkat sebagai artikel? Alasannya,
saat ini Indonesia telah mampu memproduksi 33 juta ton minyak kelapa sawit (CPO)
per akhir Desember 2016, serta ekspor dari produk minyak kelapa sawit (Crude
Palm Oil) Indonesia mampu memberikan kontribusi kepada negara Rp. 250 triliun. Jadi
sangat wajar bila sektor perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu primadona
sebagai penyumbang devisa bagi negara.
Namun,
tahukah Anda bahwasanya dalam bisnis di sektor produksi minyak kelapa sawit
banyak peraturan yang ditetapkan secara ketat terhadap CPO, baik yang bersifat
nasional (yang kita kenal dengan sebutan ISPO) maupun yang diberlakukan dalam
dunia internasional (yang kita kenal dengan sebutan RSPO).
Indonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable Sustainable Palm Oil
(RSPO), pada prinsipnya memiliki jiwa yang sama dalam pengelolaan
komoditi kelapa sawit di Indonesia, dimana kedua sistem ini sama-sama menginginkan
pengelolaan kelapa sawit diwajibkan untuk “menghasilkan minyak sawit yang
berkelanjutan dan lestari”.
Nah,
dalam upaya untuk memenuhinya standar yang disyaratkan oleh ISPO maupun RSPO
menetapkan prinsip dan kriteria yang harus dipatuhi dan atau dipenuhi oleh
setiap pengelolaan komoditi kelapa sawit (baik petani mandiri, maupun
perusahaan perkebunan kelapa sawit), dimana setiap pengelola diminta untuk
melakukan suatu sistem aktivitas terintegrasi yang meliputi berbagai aspek
pengelolaan produk kelapa sawit.
Sebenarnya banyak produk konsumen yang diproduksi menggunakan bahan dasar dari minyak kelapa sawit, seperti: produk minyak goreng, margin, coklat, es krim, biscuit, deterjen, shampo, krim, sabun, lipstick, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, permintaan dunia atas minyak kelapa sawit ini dari tahun ke tahun terus meningkat.
Sebenarnya banyak produk konsumen yang diproduksi menggunakan bahan dasar dari minyak kelapa sawit, seperti: produk minyak goreng, margin, coklat, es krim, biscuit, deterjen, shampo, krim, sabun, lipstick, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, permintaan dunia atas minyak kelapa sawit ini dari tahun ke tahun terus meningkat.
Secara
garis besar, bahwa prinsip dalam pengelolaan minyak sawit yang berkelanjutan
dan lestari yang ditetapkan dalam ISPO maupun RSPO tidak memiliki banyak
perbedaan, namun dalam penerapannya dilapangan terdapat perbedaan.
Prinsip ISPO diatur
secara tegas dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011
tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) yang diterbitkan dalam rangka pemenuhan sustainability
sebagai amanah UUD 1945. Sedangkan, RSPO diatur dalam modul/buku Prinsip
dan Kriteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan edisi tahun 2013.
ISPO merupakan
asli produk hukum Pemerintah RI, oleh karena itu setiap orang atau badan yang
mengelola komoditi kelapa sawit, baik Pabrik maupun Budidaya harus taat untuk
melaksanakannya melalui pengurusan sertifikasi produk sesuai stantar ISPO dalam
ketentuan dimaksud, dengan demikian sertifikasi ISPO merupakan bentuk dari
ketaatan hukum pengelola kelapa sawit Indonesia.
Sementara,
RSPO merupakan tuntutan persyaratan yang diminta oleh Pelanggan (Standar yang disusun oleh asosiasi nirlaba
pemangku kepentingan terkait kelapa sawit atas desakan konsumen Uni Eropa) yang menggunakan
produk minyak sawit, artinya bila pelanggan/pembeli meminta produsen untuk mensertifikasi
produknya, maka pengelola kelapa sawit wajib untuk mengurus sertifikasi RSPO
melalui penerapan prinsip dan kreiteria yang dipersyaratkannya.
Salah
satu perbedaan mendasar dalam pelaksanaan ISPO dan RSPO adalah pada prinsip kepatuhan
terhadap Hukum dan Peraturan yang relevan, dimana dalam ISPO terkait
legalitas lahan pertanian/perkebunan sawit menjadi persyaratan yang wajib untuk
dipenuhi pengelola, selama belum ada sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan masih
terdapat areal yang disengketakan, maka proses sertifikasi ISPO tidak dapat
dilanjutkan, sedangkan dalam RSPO bila terjadi sengketa tanah dapat
diselesaikan dengan cara membuat laporan kemajuan proses penyelesaian sengketa.
Kalau
kita melihat dari prinsip-prinsip dan kriteria yang diterapkan, maka akan jelas
terlihat bahwa ISPO menetapkan 7 Prinsip, sedangkan RSPO menetapkan 8 Prinsip. Nah,
berikut akan kami sajikan perbandingan Prinsip dan Kriteria ISPO dan RSPO yang
diberlakukan, sebagai berikut:
A. Prinsip ISPO:
1) Sistem Perizinan dan
Manajemen Perkebunan;
2) Penerapan Pedoman Teknis
Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit;
3) Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan;
4) Tanggung Jawab Terhadap
Pekerja;
5) Tanggung Jawab Sosial dan
Komunitas;
6) Pemberdayaan Kegiatan
Ekonomi Masyarakat;
7) Peningkatan Usaha Secara
Berkelanjutan;
SEDANGKAN
B. Prinsip RSPO:
1)
Komitmen terhadap
Transparansi;
2) Kepatuhan terhadap Hukum
dan Peraturan yang Relevan;
3) Komitmen terhadap
viabilitas keuangan dan ekonomis jangka panjang;
4) Penerapan praktik-praktik
terbaik oleh pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit;
5) Tanggung jawab lingkungan
dan konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati;
6) Pertimbangan bertanggung
jawab atas pekerja serta individu dan komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan
pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit;
7) Pengembangan penanaman
baru yang bertanggung jawab;
8) Komitmen terhadap
perbaikan terus menerus dalam area-area kegiatan utama;
Disamping perbedaan diatas,
secara nyata perbedaan RSPO dengan ISPO dapat dijelaskan sebagai berikut:
Roundtable
Sustainable Palm Oil (RSPO):
*) Standar yang disusun oleh
asosiasi nirlaba pemangku kepentingan terkait kelapa sawit atas desakan
konsumen Uni Eropa. Di luar Uni Eropa, belum ada tuntutan konsumen untuk
menerapkan sustainability seperti RSPO;
*) RSPO bersifat voluntarily (sukarela),
sehingga kurang kuat penegakannya (enforcement), dan tidak berbasis peraturan
pemerintah;
*) Tidak ada prasyarat bagi
perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk sertifikasi RSPO;
*) RSPO memiliki 8 prinsip,
39 kriteria dan 139 indikator (65 indikator mayor dan 74 indikator minor);
Indonesian
Sustainable Palm Oil (ISPO):
*) Standar yang mengacu pada
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal
29 Maret 2011 yang diterbitkan dalam rangka pemenuhan sustainability sebagai
amanah UUD 1945;
*) ISPO adalah mandatory (wajib
bagi seluruh perusahaan kelapa sawit di Indonesia). Penegakannya kuat (enforcement),
karena didasarkan atas peraturan dan ketentuan Pemerintah RI. Seluruh
perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia wajib menaati ketentuan ISPO
mulai dari hulu (kebun) hingga hilir (pengolahan hasil) paling lambat sampai
dengan tanggal 31 Desember 2014;
*) Ada prasyarat yakni
penilaian usaha perkebunan (Kelas I, Kelas II, dan Kelas III) hanya yang dapat
mengajukan permohonan sertifikasi ISPO;
*) ISPO memiliki 7 prinsip,
41 kriteria dan 126 indikator. Tidak ada indikator mayor dan minor, karena
seluruh indikator merupakan hal hal yang diminta oleh peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia, sehingga bersifat wajib dipenuhi;
Demikian artikel kami yang
membahas tentang perbedaan dan atau perbandingan antara ISPO dengan RSPO,
semoga ada manfaatnya bagi para rekan blogger medan pengunjung setia blog
kantor pengacara & konsultan hukum online di medan. Jangan lupa untuk membaca artikel kami yang lain berjudul: "menelaah lembaga sertifikasi RSPO untuk kelapa sawit" agar semakin paham tentang sertifikasi di industri produk minyak kelapa sawit di Indonesia. Atas perhatian dan
kunjungannya ke blog ini, diucapkan terima kasih banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....