Pilkada
yang merupakan pengejawantahan otonomi daerah (otda) dalam rangka memilih
secara langsung siapa pasangan calon (paslon) kepala daerah yang akan menjadi
pemimpin di daerahnya, tidak terlepas dari adanya partisipasi dan advokasi masyarakat yang ingin
mengetahui bagaimana sosok pemimpin yang akan dipilihnya kelak.
Ada
hal menarik ketika akan berlangsungnya pilkada, yakni tentang ikhwal primordialisme
putra daerah dan non-putra daerah, dimana kata putra daerah menjadi salah satu
nilai jual yang selalu didengung-dengungkan oleh sebahagian pihak “lawan politik” dengan tujuan agar
masyarakat tidak memilihnya. Bahkan akhir-akhir ini masalah putra daerah
diyakini dan dimaknai telah menjadi salah satu syarat yang harus dimiliki oleh
seorang calon pemimpin daerah.
Nah,
masalah calon pemimpin kepala daerah yang nota bene dimaknai haruslah putra
daerah telah gencar dan lantang dikumandangkan dalam ajang pilkada bupati/wakil
bupati tapteng 2017. Hal ini sangat jelas terlihat dari postingan dan juga
komentar para netizen pemerhati pilkada tapteng di media sosial (facebook dan twitter) yang mengatakan
agar masyarakat di 20 Kecamatan yang ada di tapanuli tengah memilih calon pemimpin yang merupakan putra
daerah (yakni pasangan calon Nomor 2 = PAUS; Paslon Nomor 3 = BADAR; Paslon
Nomor 4 = BESAR). Lalu apakah pasangan calon Nomor 1 = AMIRA bukan merupakan
putra daerah? Jawabannya ada dipenjelasan seperti dibawah ini.
Sebenarnya,
ada fenomena yang terjadi dalam hiruk pikuk pilkada tapteng di atas, sangat diperlukan
analisa, pemikiran, referensi serta pengalaman yang dapat secara jernih dan
terang benderang memaknai kalimat PUTRA DAERAH. Apakah yang dimaksud dengan
putra daerah tersebut adalah mereka-mereka yang lahir, berkependudukan dan
hidup serta tumbuh besar di daerah tapanuli tengah? Ataukan putra daerah adalah
mereka-mereka yang memiliki hubungan biologis dengan masyarakat sekitar atau
hanya sekedar lahir di suatu daerah dan setelah itu mereka akan pergi (merantau)
dan tidak pernah memberikan kontribusi nyata terhadap daerah tersebut?
Arti Dan Pengertian
Putra Daerah
Kalau
ditelaah arti dan pengertian putra daerah, sebenarnya tidak ada satu defenisi
baku maupun landasan hukum yang dapat dijadikan sebagai referensi, meskipun kita memutarbalik halaman
demi halaman Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Jadi dengan kata lain pengertian putra daerah dapat diartikan sangat beragam.
Namun dilandaskan pada peraturan tentang pemerintahan daerah, untuk membuka
pemahaman dan kepentingan demokrasi, serta integrasi bangsa, pengertian putra
daerah haruslah memuat ciri-ciri sebagai berikut:
Mengenal
daerahnya dengan secara baik;
Mampu
menggunakan atau berbahasa daerah;
Memiliki
visi dan misi serta karya yang jelas untuk membangun daerah;
Secara
baik dikenal oleh masyarakat daerah;
Pernah
tercatat sebagai penduduk dan tinggal di daerah tersebut;
Sementara
kalau dibuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata putra daerah tidak
ada, namun hanya ada kata yang identik atau berdekatan yakni BUMI PUTERA yang
memiliki arti ANAK NEGERI atau PENDUDUK ASLI atau PRIBUMI.
Putra Daerah Di
Pemerintahan Daerah
Dari
dinamika yang berkembang dalam kontes pemilihan kepala daerah baik itu pilkada
gubernur, bupati, walikota, setiap para calon dan wakilnya hampir seratus
persen diikuti oleh putra daerahnya masing-masing. Padahal kalau dicermati UU
No.12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 secara tegas
dan sangat jelas tidak ada mencantumkan syarat putra daerah bagi calon kepala
daerahnya masing-masing.
Sebagai
faktanya bisa dilihat dari terpilihnya Joko Widodo dan Ahok dalam pilkada Gubernur/Wakil
Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012 – 2017. Adanya fakta ini tentu
merupakan sesuatu hal yang sangat bersifat eksploratif karena baru kali ini,
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh pemimpin yang berasal dari luar
daerah Jakarta. Realitas ini sangat hangat dibicarakan oleh masyarakat
Indonesia yang selanjutnya sering dinamakan dengan “PEMIMPIN IMPORT”, sebab pemimpin asli daerah sudah mulai hilang
citranya di mata masyarakat asli Jakarta.
Contoh
lain adalah ketika berlangsungnya pemilukada gubernur Sumatera Utara pada tahun
2013, dimana pilgubsu tersebut dimenangkan oleh calon Gatot Pujo Nugroho dan
Teuku Erry. Apakah nama Gatot dan Teuku termaksud putra daerah Sumut? Sebagaimana
diketahui, bahwa Gatot Pujo Nugroho adalah nama yang sangat dikenal masyarakat
Jawa dan juga masyarakat suku Jawa yang sudah lama tinggal dan menetap di
Sumatera Utara. Sedangkan nama Teuku Erry adalah nama keturunan bangsawan
Melayu Sumatera Utara atau persisnya Sumatera Utara Bagian Timur.
Adanya
contoh diatas, telah menjadi gambaran bahwasanya kemungkinan untuk mendatangkan
pemimpin yang dari luar daerah itu terbuka lebar dan optimis untuk bisa di ikuti
oleh calon dari daerah lainnya. Sebab terjadinya fakta diatas juga disebabkan
dewasa ini masyarakat sudah sangat pandai dan selektif dalam memilih ataupun
melihat sosok calon pemimpin yang dikehendakinya, yakni tidak lagi semata-mata berorientasi
pada “fanatisme” dan atau "primordialisme" putra daerah atau tidak putra daerah. Namun sosok yang
diperlukan saat ini adalah sosok yang mampu dan telah memberikan bukti nyata,
bukan hanya sebatas pencitraan yang kebablasan.
Pemimpin
sejati yang dibutuhkan masyarakat adalah harus merakyat dan bukan “paku mati”
selalu memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang selalu memerintah dan “jaim”
(jaga image). Seperti contoh ketika Joko Widodo membuktikan keberhasilannya
selama memerintah di Solo telah dipandang sebagai hal yang memengaruhi
masyarakat warga Jakarta ketika terjadi pilgub DKI Jakarta 2012 lalu, meskipun ada
tangan lain yang turut mempopulerkannya yakni peran dari media massa, baik online maupun offline.
Memahami Kategori
Putra Daerah
Memang
kontes antara putra daerah dan bukan putra daerah selalu menghiasi setiap
adanya pemilihan kepala daerah. Banyak argument yang dilemparkan untuk
melabelisasi bahwa yang terbaik bagi suatu daerah adalah memiliki pemimpin yang
berasal dari daerah tersebut. Namun, apabila ditanya apa yang menjadi ukuran menyangkut
siapakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai putra daerah?
Kalau
dicermati kata putra daerah menurut “webstern
dictionary” lebih mendekati kata “native”
(orang pribumi) yang artinya adalah => “an origin in habitant (penduduk
asli) or long life resident (penduduk tetap) atau exiting in or belonging to
one by nature (seseorang yang tinggal di daerah tersebut)".
Selanjutnya
apabila defenisi diatas dikaitkan dengan pendapat Samuel P Huntington, putra
daerah didefenisikan menjadi 4 (empat) jenis, yakni:
1)
Putra daerah genealogis => putra daerah jenis ini dibagi menjadi 2 (dua)
kategori, yakni: 1) mereka yang kebetulan dilahirkan di daerah yang
bersangkutan dari (daerah salah satu atau kedua) orang tua yang juga berasal
dari daerah tersebut; 2) mereka yang tidak dilahirkan di daerah tersebut, tapi
memiliki orang tua yang berasal dari daerah tersebut.
2)
Putra daerah politik => putra daerah yang memiliki kaitan politik secara
langsung dengan daerah itu. Misalnya: anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dari daerah tertentu yang sebelumnya tak punya kiprah politik dan ekonomi
daerah tersebut atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat maupun Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang oleh partainya ditempatkan sebagai
kandidat atau pasangan calon dari daerah yang memiliki kaitan genealogis
daerahnya.
3)
Putra daerah ekonomi => putra daerah yang kapasitas ekonominya memiliki
kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi ataupun jaringan bisnis
di daerah asalnya. Bila hal ini dikaitkan dalam konteks sistem politik dan
ekonomi, biasanya hanya berhubungan dengan daerah asalnya.
4)
Putra daerah sosiologis => putra daerah yang bukan saja memiliki keterkaitan
genealogis dengan daerah asalnya, tetapi juga hidup, tumbuh, besar serta
berinteraksi dengan masyarakat di daerah tersebut.
Adanya
kategori diatas, mudah-mudahan sedikit banyaknya dapat membantu masyarakat untuk
menjawab pokok bahasan mengenai masalah putra daerah maupun yang bukan putra
daerah secara lebih baik, layak dan relevan. Bahwa permasalahan putra daerah
ataupun bukan putra daerah sebenarnya hanyalah merupakan perkara sekunder,
karena yang lebih primer (utama) adalah mengenai kelayakan kepemimpinan sang
kandidat atau pasangan calon kepala daerah.
Menurut
kami, seharusnya yang perlu disikapi, diantisipasi dan menjadi perhatian yang
serius bagi seluruh masyarakat dalam pelaksanaan pilkada serentak di tapanuli
tengah adalah praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh para pasangan
calon, seperti:
1)
Permainan Money Politic => money politik ini selalu saja datang menghantui di
setiap pelaksanaan pilkada. Caranya dengan memanfaatkan masalah ekonomi
masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah diperalat hanya
karena telah diberikan uang oleh para kandidat atau para tim sukses dan atau
simpatisannya.
2)
Perbuatan Intimidasi => adanya intimidasi sangat berbahaya dan cenderung
bisa dijadikan senjata ampuh dalam memaksanakan kehendak calon tertentu. Intimidasi
ini dapat dilakukan dengan cara adanya ancaman akan dinonjobkan dari jabatan
tertentu atau bahkan pada persoalan penghilangan hak-hak asasi yang dimiliki
seseorang.
3)
Curi Start Kampanye => berbagai cara dilakukan, misalnya pemasangan poster,
baliho, selebaran, spanduk, brosur, kartu nama, dlsb. Curi start kampanye ini
juga sering dilakukan oleh para calon saat melakukan kunjungan ke berbagai
daerah. Selain itu, media massa lokal (baik media berita online, TV lokal,
surat kabar lokal telah lazim digunakan sebagai media kampanye yang jor-joran
dillakukan. Calon yang menyampaikan visi dan misinya sebagaimana yang kami
uraikan diatas lazim dilakukan meskipun jadwal pelaksanaan kampanye belum legal
dimulai.
4)
Kampanye Negatif => seringnya muncul kampanye negatif diakibatkan karena
kurangnya sosialisasi para pasangan calon kepada masyarakat, sehingga
masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup tentang sosok dan jati diri
setiap calon yang ikut dalam pilkada. Kondisi ini menyebabkan masyarakat hanya “mangut”
dengan orang yang ada disekitar mereka dan dianggap sebagai panutannya. Kehadiran
kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya berbagai bentuk fitnah yang
dapat merusak integritas daerah tersebut.
Kembali
ke pemilihan kepala daerah pilbup tapteng 2017, yang harus diutamakan ialah
tentang kapabilitas dari setiap pasangan calon pemimpin di tapteng. Kabupaten
Tapanuli Tengah tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan
kefiguritasan, namun terlebih lagi harus memiliki sikap ketegasan dan
pengalaman sebagai pemimpin. Serta juga mencari pola sosialisasi dan strategi kampanye yang efektif, apakah kampanye politik online untuk pilkada tapteng 2017 maupun kampanye offline pada pilkada tapanuli tengah 2017.
Oleh
karenanya, pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat se kabupaten tapanuli tengah adalah sosok pemimpin yang tidak hanya memiliki akseptabilitas,
namun harus didukung oleh adanya moral yang baik serta publik figure yang
benar-benar telah teruji, memiliki kemampuan untuk memimpin dan juga membimbing
masyarakatnya, memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas, ketegasan
dalam dunia politik, memiliki wawasan dan cara pandang yang luas serta mampu
menjawab segala permasalahan suatu daerah dan juga keluhan rakyat.
Mungkin
semuanya perlu merenungkan kembali makna dalam mencari pemimpin yang benar-benar “pro rakyat” yang punya niatan untuk
membangun daerah yang dipimpinannya, sehingga perlu kiranya diantisipasi secara bersama
untuk tidak menyerahkan kepemimpinan suatu daerah pada orang-orang yang tidak
memiliki kapabilitas dan pengetahuan yang baik, maka itu berarti kita sedang
mempersiapkan kehancuran yang terencana, sistematis dan massif.
Semoga dengan adanya momentum pilkada bupati/wakil bupati tapanuli tengah 2017 nanti dapat memilih pemimpin yang benar-benar pro rakyat dan secara terpadu serius dalam membangun daerah, serta dapat memberikan rasa keadilan, perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Sekian artilel kami tentang primordialisme paslon putra daerah di pilkada, atas perhatian dan kunjungannya ke blog ini diucapkan terima kasih.
Salam hormat,
N. Hasudungan Silaen, SH
Semoga dengan adanya momentum pilkada bupati/wakil bupati tapanuli tengah 2017 nanti dapat memilih pemimpin yang benar-benar pro rakyat dan secara terpadu serius dalam membangun daerah, serta dapat memberikan rasa keadilan, perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Sekian artilel kami tentang primordialisme paslon putra daerah di pilkada, atas perhatian dan kunjungannya ke blog ini diucapkan terima kasih.
Salam hormat,
N. Hasudungan Silaen, SH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....