Kehadiran dan peran serta tenaga kerja wanita (tkw) di
Indonesia, telah memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan pembangunan
nasional Indonesia seutuhnya. Secara yuridis formal tidak ada membedakan antara hak tenaga kerja pria
ataupun wanita, hal mana pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa =>
“setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan”, kemudian juga dapat kita lihat dalam Pasal 27 ayat (2)
UUD 1945 yang menyatakan => “tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Eksistensi tenaga kerja wanita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sektor pasar tenaga kerja di Indonesia secara keseluruhan yang telah berkontribusi dalam hal melakukan kerja, baik untuk diri sendiri maupun bekerja dalam hubungan kerja dibawah perintah pemberi kerja (dalam hal ini para pengusaha maupun badan hukum lainnya). Mengingat, selama ini tenaga kerja wanita cenderung sebagai pihak yang lemah dalam hal mendapat perlakuan dari majikan/atasannya, maka dalam dinamika melaksanakan kerja perlu mendapatkan perlindungan hukum atas hak-haknya selaku tenaga kerja wanita. Misalnya, pada penggunaan tenaga kerja wanita di malam hari tidak boleh bertentangan Pasal 76 ayat (3) sampai dengan ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwasanya pengusaha mempekerjakan tenaga kerja wanita antara pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 07.00 WIB dengan memberikan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, dan pengusaha wajib menyediakan fasilitas antar jemput bagi pekerja wanita yang berangkat dan pulang bekerja pukul 23.00 WIB – 05.00 WIB, begitu pula halnya tenaga kerja wanita kebun sawit yang sangat tinggi tingkat resiko keamanan diri.
Selain hal yang kami sebutkan diatas, terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada malam hari, para pengusaha ataupun majikan harus memberikan atau mengadakan SIP/SIFT atau penggantian jam kerja bagi pegawainya seminggu sekali.
Berdasarkan
UU No. 13/2003, ada beberapa pengaturan hukum tentang perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja wanita,
diantaranya adalah sebagai berikut:
Perlindungan Terhadap Upah Tenaga Kerja
Dalam ketentuan Pasal 88 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 menyatakan => “bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maksud dari
penghidupan yang layak, dimana jumlah pendapat pekerja/buruh dari hasil
pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya
secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan dan jaminan hari tua.
Dalam rangka memberikan perlindungan atas upah yang diterima,
maka pemerintah menetapkan kebijakan berupa adanya upah minimum di setiap provinsi/kabupaten/kota.
Adanya kebijakan upah minimum ini pada prinsipnya diarahkan pada pencapaian
kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh menteri tenaga kerja dan
transmigrasi. Pencapaian kebutuhan hidup layak terhadap tenaga kerja/buruh perlu
dilakukan secara bertahap, karena kebutuhan hidup minimum juga sangat
tergantung pada tingkat kemampuan dunia usaha.
Motivasi utama seorang pekerja/buruh/karyawan bekerja di
perusahaan adalah untuk mendapatkan upah, dimana upah ini merupakan hak bagi
pekerja/buruh yang bersifat sensitif. Karena sifatnya inilah, maka upah tidak
jarang menimbulkan perselisihan. Untuk menghindari timbulnya perselisihan
antara pengusaha dan pekerja khususnya tenaga kerja wanita/perempuan, maka
pengusaha tidak boleh memberlakukan diskriminasi upah bagi pekerja/buruh pria/laki-laki
dan wanita/perempuan untuk jenis pekerjaan yang sama.
Meskipun mengenai upah telah ditentukan tiada
perbedaannya antara pria dan wanita, tapi tetap saja masih terjadi/terdapat
perbedaan yang nyata. Dimana pekerja/buruh perempuan tidak mendapat tunjangan
keluarga sedangkan pekerja/buruh laki-laki mendapatkan tunjangan keluarga.
Perempuan dianggap tetap single meskipun sudah berkeluarga. Dengan demikian
kesejahteraan bagi pekerja/buruh perempuan masih kurang mendapatkan perhatian
dari pengusaha, padahal Undang-Undang telah mengatur secara tegas bahwa upah
yang diberlakukan oleh pengusaha tidak boleh diskriminatif antara pekerja
laki-laki dan pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Dalam ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dinyatakan bahwa => upah yang dibayar apabila pekerja/buruh tidak
melakukan pekerjaan, tetapi ada beberapa alasan bagi pekerja alasan bagi
pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha antara lain disebabkan
karena:
- Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
- Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
- Pekerja/buruh tidak dapat masuk kerja karena pekerja/buruh menikah, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orangtua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
- Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
- Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
- Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
- Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat.
- Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja atau serikat buruh atas persetujuan bagi pengusaha.
- Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari pengusaha.
Nah, kalau kita lihat dari ketentuan di atas bahwa
dalam pelaksanaannya, masih sering terjadi kesalahan dalam menafsirkan
ketentuan Pasal 93 ayat (1) dan (2) karena Pasal tersebut sering dipergunakan
sebagai alasan untuk tidak membayar upah secara penuh terhadap pekerja yang
tidak masuk kerja karena dalam keadaan sakit atau alasan lain yang menurut
pekerja tidak melanggar undang-undang/perjanjian.
Dalam pengaturan pengupahan yang ditetapkan adalah atas
kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat buruh tidak boleh
lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dimana rata-rata UMK di Provinsi Sumatera
Utara (SUMUT) kurang lebih dari Rp. 1.900.000,-.
Sebagaimana penerapan pemberian upah yang diberikan
oleh perusahaan –perusahaan yang ada di daerah Sumut, masih terdapat perbedaan
dari ketentuan yang diatur dalam undang-undang mengenai tunjangan istri/suami
dan tunjangan anak, pekerja perempuan belum mendapatkan perlindungan hukum atas
adanya hak-hak tersebut. Disamping itu, dalam hal ada kesalahan yang dilakukan
pekerja, maka upah bisa dikurangkan dari jumlah yang biasanya, dimana apabila
pekerja melakukan kesalahan yaitu misalnya: tidak menandatangani daftar hadir
hari kerja pada saat itu, maka upah hari itu tidak dibayarkan walaupun si
pekerja tersebut melakukan pekerjaannya, dan akibatnya kelalaian pekerja, maka
upah akan dikurangkan.
Perhitungan cuti
1) Perlindungan cuti haid
Dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
menyatakan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang masa haid merasakan sakit
dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid.
Di banyak perusahaan, cenderung tidak memberikan hak
atas cuti haid sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Jika
pekerja/ buruh perempuan mengalami haid, maka pekerja/buruh perempuan tetap
bekerja seperti biasa tanpa mengganti cuti haid dalam bentuk apapun karena haid
bukan merupakan hambatan lagi untuk melakukan pekerjaan. Seiring dengan
perkembangan teknologi, perempuan dianggap telah mampu untuk mengatasinya. Haid
dianggap sebagai berkah bagi perempuan dan bukan penyakit, sehingga apabila
pekerja/buruh perempuan ingin meminta cuti haid selalu ditolak oleh pengusaha.
2) Perlindungan cuti hamil dan melahirkan
Dalam Ketentuan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat
selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan. Secara umum ketentuan
ini telah diberlakukan karena perusahaan-perusahaan telah banyak mempekerjakan
perempuan yang telah menikah.
Namun, di banyak perusahaan cuti hamil dan melahirkan
diberikan kepada karyawan/buruh/pekerja perempuan setiap akan mau melahirkan, akan
tetapi yang dibayar upahnya hanya sampai melahirkan anak ketiga, sedangkan
melahirkan anak keempat dan seterusnya tidak dibayar lagi tapi cuti hamil dan
melahirkan tetap diberikan dengan waktu yang sama, yaitu 1,5 bulan sebelum
melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Dibeberapa perusahaan
memberlakukan masalah tentang cuti hamil ini akan diberikan upah hanya untuk
anak kedua.
3) Perlindungan cuti keguguran kandungan
Dalam Ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan.
Sama halnya dengan cuti melahirkan,
perusahaan-perusahaan telah memberlakukan cuti keguguran kandungan sesuai
dengan keterangan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, waktu yang diberikan untuk cuti
keguguran kandungan adalah 1,5 tahun atau sesuai dengan surat keterangan dokter
atau bidan.
Perlindungan waktu kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang-undang No. 13
Tahun 2003, mengatakan Perusahaan wajib melaksanakan keterangan waktu kerja
antara:
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)
jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat
puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
3) Waktu kerja lemburnya dapat diberlakukan
paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1
(satu) minggu.
Di beberapa perusahaan telah memberlakukan sistem
waktu kerja dan sistem waktu kerja lembur seperti yang diatur dalam Undang-undang
No. 13 Tahun 2003. Sift yang ditetapkanpun terdiri dari 2 dan/atau 3 sift, yaitu
sift pertama masuk pukul 08.00 Wib dan keluar pukul 17.00 Wib, sift kedua masuk
pukul 15.00 Wib dan keluar pukul 22.00 Wib, dan sift ketiga masuk jam 22.00 WIB
dan keluar jam 05.00 WIB, yang mana bila hal ini dikaitkan dengan waktu kerja
yang ditetapkan oleh UU No.13/2003, hal itu telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dimana ketiga sift tersebut waktu kerjanya adalah
selama 7 (tujuh) jam kerja.
Dalam Pasal 79 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh. Dimana dibanyak perusahaan, jam istirahat yang diberlakukan
adalah masing-masing 1 (satu) jam untuk ketiga waktu sift tersebut, dimana
pengaturannya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan perusahaan tersebut karena
tanpa mengurangi hak-hak dari pekerja/buruh.
Perlindungan waktu istirahat tahunan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No. 13
Tahun 2003)
Mengenai hal memberlakukan perlindungan waktu
istirahat tahunan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 yaitu sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara
terus menerus.
Perlindungan waktu istirahat panjang
Sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan pekerja/buruh yang
telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Perlindungan dalam menjalankan ibadah
Berdasarkan ketentuan Pasal 80 Undang-undang No. 13
Tahun 2003 menyatakan, perusahaan wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya.
Waktu yang diberikan perusahaan kepada pekerja yang
ingin melaksanakan ibadahnya saat jam kerja diberikan waktu selama 10 menit
waktu shalat yang beragama Islam. Bagi karyawan yang beragama Kristen yang
bekerja pada hari Minggu diberikan waktu 1 (satu) jam 30 (tiga puluh) menit
atau sampai selesainya ibadah tersebut.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
Ketentuan Pasal 86 ayat (1) dan (2) Undang-undang No.
13 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas:
Keselamatan dan kesehatan kerja;
Moral dan kesusilaan;
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama;
2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh
guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk hal melindungi keselamatan dan kesehatan kerja
bagi pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, maka perusahaan
diwajibkan melakukan perlindungan bagi pekerjanya, supaya bahaya dapat
dihindarkan, adapun upaya yang dilakukan beberapa perusahaan untuk menjaga
keselamatan dan kesehatan kerja adalah dengan menyediakan bus antar jemput bagi
perempuan khususnya dan pekerja umumnya, tujuan untuk melindungi keselamatan
kerja bagi pekerja. Tapi banyak juga yang tidak menyediakannya, sebagai
alternatifnya perusahaan meng-uang-kan dengan membayar uang transport bagi
pekerja tersebut, disebabkan tidak terjangkaunya tempat tinggal. Para pekerja
yang dikarenakan tempat tinggal pekerja tersebar di beberapa wilayah daerah
tersebut. Di beberapa perusahaan juga menyediakan klinik bagi pekerja untuk merawat
pekerja yang tiba-tiba sakit saat kerja, hal itu dilakukan perusahaan sesuai
dengan yang diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Tidak hanya itu saja, perusahaan juga telah banyak memberikan
seragam pakaian kepada para pekerja/buruh oleh pihak perusahaan secara gratis
tanpa ada potongan upah. Hal tersebut dilakukan perusahaan sebagai bagian untuk
memenuhi perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, pekerja dalam melakukan
pekerjaannya seperti mana yang diharapkan dalam undang-undang.
Demikian tulisan kami tentang perlindungan hukum apa
saja yang diberikan dalam rangka memenuhi hak-hak tenaga kerja wanita yang
bekerja perusahaan, badan usaha sebagaimana yang diamanatkan dalam UU
No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Semoga ada manfaatnya. Salam
Advokat/Pengacara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....