Halaman

19 Juli 2016

Hak Dan Perlindungan Tenaga Kerja Wanita

Kehadiran dan peran serta tenaga kerja wanita (tkw) di Indonesia, telah memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan pembangunan nasional Indonesia seutuhnya. Secara yuridis formal tidak ada membedakan antara hak tenaga kerja pria ataupun wanita, hal mana pengaturannya dapat kita lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang  Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa => “setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”, kemudian juga dapat kita lihat dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan => “tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Tenaga Kerja Wanita di Indonesia

Eksistensi tenaga kerja wanita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sektor pasar tenaga kerja di Indonesia secara keseluruhan yang telah berkontribusi dalam hal melakukan kerja, baik untuk diri sendiri maupun bekerja dalam hubungan kerja dibawah perintah pemberi kerja (dalam hal ini para pengusaha maupun badan hukum lainnya). Mengingat, selama ini tenaga kerja wanita cenderung sebagai pihak yang lemah dalam hal mendapat perlakuan dari majikan/atasannya, maka dalam dinamika melaksanakan kerja perlu mendapatkan perlindungan hukum atas hak-haknya selaku tenaga kerja wanita. Misalnya, pada penggunaan tenaga kerja wanita di malam hari tidak boleh bertentangan Pasal 76 ayat (3) sampai dengan ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwasanya pengusaha mempekerjakan tenaga kerja wanita antara pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 07.00 WIB dengan memberikan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, dan pengusaha wajib menyediakan fasilitas antar jemput bagi pekerja wanita yang berangkat dan pulang bekerja pukul 23.00 WIB – 05.00 WIB, begitu pula halnya tenaga kerja wanita kebun sawit yang sangat tinggi tingkat resiko keamanan diri.

Selain hal yang kami sebutkan diatas, terhadap penggunaan tenaga kerja wanita pada malam hari, para pengusaha ataupun majikan harus memberikan atau mengadakan SIP/SIFT atau penggantian jam kerja bagi pegawainya seminggu sekali.

Berdasarkan UU No. 13/2003, ada beberapa pengaturan hukum tentang perlindungan  terhadap hak-hak tenaga kerja wanita, diantaranya adalah sebagai berikut:

Perlindungan Terhadap Upah Tenaga Kerja
Dalam ketentuan Pasal 88 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan => “bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maksud dari penghidupan yang layak, dimana jumlah pendapat pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan jaminan hari tua.

Dalam rangka memberikan perlindungan atas upah yang diterima, maka pemerintah menetapkan kebijakan berupa adanya upah minimum di setiap provinsi/kabupaten/kota. Adanya kebijakan upah minimum ini pada prinsipnya diarahkan pada pencapaian kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Pencapaian kebutuhan hidup layak terhadap tenaga kerja/buruh perlu dilakukan secara bertahap, karena kebutuhan hidup minimum juga sangat tergantung pada tingkat kemampuan dunia usaha.

Motivasi utama seorang pekerja/buruh/karyawan bekerja di perusahaan adalah untuk mendapatkan upah, dimana upah ini merupakan hak bagi pekerja/buruh yang bersifat sensitif. Karena sifatnya inilah, maka upah tidak jarang menimbulkan perselisihan. Untuk menghindari timbulnya perselisihan antara pengusaha dan pekerja khususnya tenaga kerja wanita/perempuan, maka pengusaha tidak boleh memberlakukan diskriminasi upah bagi pekerja/buruh pria/laki-laki dan wanita/perempuan untuk jenis pekerjaan yang sama.

Meskipun mengenai upah telah ditentukan tiada perbedaannya antara pria dan wanita, tapi tetap saja masih terjadi/terdapat perbedaan yang nyata. Dimana pekerja/buruh perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga sedangkan pekerja/buruh laki-laki mendapatkan tunjangan keluarga. Perempuan dianggap tetap single meskipun sudah berkeluarga. Dengan demikian kesejahteraan bagi pekerja/buruh perempuan masih kurang mendapatkan perhatian dari pengusaha, padahal Undang-Undang telah mengatur secara tegas bahwa upah yang diberlakukan oleh pengusaha tidak boleh diskriminatif antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Dalam ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa => upah yang dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, tetapi ada beberapa alasan bagi pekerja alasan bagi pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha antara lain disebabkan karena:
  • Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
  • Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya.
  • Pekerja/buruh tidak dapat masuk kerja karena pekerja/buruh menikah, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orangtua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
  • Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
  • Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
  • Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
  • Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat.
  • Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja atau serikat buruh atas persetujuan bagi pengusaha.
  • Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari pengusaha.
Nah, kalau kita lihat dari ketentuan di atas bahwa dalam pelaksanaannya, masih sering terjadi kesalahan dalam menafsirkan ketentuan Pasal 93 ayat (1) dan (2) karena Pasal tersebut sering dipergunakan sebagai alasan untuk tidak membayar upah secara penuh terhadap pekerja yang tidak masuk kerja karena dalam keadaan sakit atau alasan lain yang menurut pekerja tidak melanggar undang-undang/perjanjian.

Dalam pengaturan pengupahan yang ditetapkan adalah atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana rata-rata UMK di Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) kurang lebih dari Rp. 1.900.000,-.

Sebagaimana penerapan pemberian upah yang diberikan oleh perusahaan –perusahaan yang ada di daerah Sumut, masih terdapat perbedaan dari ketentuan yang diatur dalam undang-undang mengenai tunjangan istri/suami dan tunjangan anak, pekerja perempuan belum mendapatkan perlindungan hukum atas adanya hak-hak tersebut. Disamping itu, dalam hal ada kesalahan yang dilakukan pekerja, maka upah bisa dikurangkan dari jumlah yang biasanya, dimana apabila pekerja melakukan kesalahan yaitu misalnya: tidak menandatangani daftar hadir hari kerja pada saat itu, maka upah hari itu tidak dibayarkan walaupun si pekerja tersebut melakukan pekerjaannya, dan akibatnya kelalaian pekerja, maka upah akan dikurangkan.

Perhitungan cuti
1) Perlindungan cuti haid
Dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pekerja atau buruh perempuan yang masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

Di banyak perusahaan, cenderung tidak memberikan hak atas cuti haid sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Jika pekerja/ buruh perempuan mengalami haid, maka pekerja/buruh perempuan tetap bekerja seperti biasa tanpa mengganti cuti haid dalam bentuk apapun karena haid bukan merupakan hambatan lagi untuk melakukan pekerjaan. Seiring dengan perkembangan teknologi, perempuan dianggap telah mampu untuk mengatasinya. Haid dianggap sebagai berkah bagi perempuan dan bukan penyakit, sehingga apabila pekerja/buruh perempuan ingin meminta cuti haid selalu ditolak oleh pengusaha.

2) Perlindungan cuti hamil dan melahirkan
Dalam Ketentuan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan. Secara umum ketentuan ini telah diberlakukan karena perusahaan-perusahaan telah banyak mempekerjakan perempuan yang telah menikah.

Namun, di banyak perusahaan cuti hamil dan melahirkan diberikan kepada karyawan/buruh/pekerja perempuan setiap akan mau melahirkan, akan tetapi yang dibayar upahnya hanya sampai melahirkan anak ketiga, sedangkan melahirkan anak keempat dan seterusnya tidak dibayar lagi tapi cuti hamil dan melahirkan tetap diberikan dengan waktu yang sama, yaitu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Dibeberapa perusahaan memberlakukan masalah tentang cuti hamil ini akan diberikan upah hanya untuk anak kedua.

3) Perlindungan cuti keguguran kandungan
Dalam Ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Sama halnya dengan cuti melahirkan, perusahaan-perusahaan telah memberlakukan cuti keguguran kandungan sesuai dengan keterangan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, waktu yang diberikan untuk cuti keguguran kandungan adalah 1,5 tahun atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.

Perlindungan waktu kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, mengatakan Perusahaan wajib melaksanakan keterangan waktu kerja antara:
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
3) Waktu kerja lemburnya dapat diberlakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

Di beberapa perusahaan telah memberlakukan sistem waktu kerja dan sistem waktu kerja lembur seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Sift yang ditetapkanpun terdiri dari 2 dan/atau 3 sift, yaitu sift pertama masuk pukul 08.00 Wib dan keluar pukul 17.00 Wib, sift kedua masuk pukul 15.00 Wib dan keluar pukul 22.00 Wib, dan sift ketiga masuk jam 22.00 WIB dan keluar jam 05.00 WIB, yang mana bila hal ini dikaitkan dengan waktu kerja yang ditetapkan oleh UU No.13/2003, hal itu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana ketiga sift tersebut waktu kerjanya adalah selama 7 (tujuh) jam kerja.

Dalam Pasal 79 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Dimana dibanyak perusahaan, jam istirahat yang diberlakukan adalah masing-masing 1 (satu) jam untuk ketiga waktu sift tersebut, dimana pengaturannya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan perusahaan tersebut karena tanpa mengurangi hak-hak dari pekerja/buruh.

Perlindungan waktu istirahat tahunan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003)
Mengenai hal memberlakukan perlindungan waktu istirahat tahunan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Perlindungan waktu istirahat panjang
Sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Perlindungan dalam menjalankan ibadah
Berdasarkan ketentuan Pasal 80 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan, perusahaan wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya.

Waktu yang diberikan perusahaan kepada pekerja yang ingin melaksanakan ibadahnya saat jam kerja diberikan waktu selama 10 menit waktu shalat yang beragama Islam. Bagi karyawan yang beragama Kristen yang bekerja pada hari Minggu diberikan waktu 1 (satu) jam 30 (tiga puluh) menit atau sampai selesainya ibadah tersebut.

Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
Ketentuan Pasal 86 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
Keselamatan dan kesehatan kerja;
Moral dan kesusilaan;
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama;

2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk hal melindungi keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, maka perusahaan diwajibkan melakukan perlindungan bagi pekerjanya, supaya bahaya dapat dihindarkan, adapun upaya yang dilakukan beberapa perusahaan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja adalah dengan menyediakan bus antar jemput bagi perempuan khususnya dan pekerja umumnya, tujuan untuk melindungi keselamatan kerja bagi pekerja. Tapi banyak juga yang tidak menyediakannya, sebagai alternatifnya perusahaan meng-uang-kan dengan membayar uang transport bagi pekerja tersebut, disebabkan tidak terjangkaunya tempat tinggal. Para pekerja yang dikarenakan tempat tinggal pekerja tersebar di beberapa wilayah daerah tersebut. Di beberapa perusahaan juga menyediakan klinik bagi pekerja untuk merawat pekerja yang tiba-tiba sakit saat kerja, hal itu dilakukan perusahaan sesuai dengan yang diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

Tidak hanya itu saja, perusahaan juga telah banyak memberikan seragam pakaian kepada para pekerja/buruh oleh pihak perusahaan secara gratis tanpa ada potongan upah. Hal tersebut dilakukan perusahaan sebagai bagian untuk memenuhi perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, pekerja dalam melakukan pekerjaannya seperti mana yang diharapkan dalam undang-undang.

Demikian tulisan kami tentang perlindungan hukum apa saja yang diberikan dalam rangka memenuhi hak-hak tenaga kerja wanita yang bekerja perusahaan, badan usaha sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Semoga ada manfaatnya. Salam Advokat/Pengacara Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....