Sekitar 950.000 hektar atau tepatnya 948.418,79 ha
lahan perkebunan sawit Indonesia, telah di cancel izinnya oleh Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan penerbitkan satu
kebijakan terhadap izin pembukaan/penambahan lahan untuk perkebunan sawit,
yaitu dengan mengambil kebijakan berupa moratorim atau penundaan pemberian
izin pembukaan lahan kebun sawit dalam rangka untuk menjaga stok karbon di
kawasan hutan Indonesia.
|
Tentu saja adanya kebijakan pemerintah ini, merupakan
perwujudan rencana moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit yang
didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga atas adanya kebijakan
ini selanjutnya pemerintah akan mendorong peningkatan produktivitas
perkebunan kelapa sawit yang saat ini tergolong masih rendah untuk
meningkatkan produksi nasional.
Adapun sejumlah alasan yang mendasari diambilnya
kebijakan melakukan moratorium perkebunan sawit di lahan seluas 950 ribu
hektare tersebut, diantaranya adalah => izin di areal tersebut telah
diajukan sejak 2011 namun hingga saat ini belum dikerjakan atau dikembangkan
menjadi perkebunan oleh perusahaan yang mengajukan sehingga menjadi lahan
terlantar. Disamping itu, alasan berikutnya adalah => adanya indikasi bahwasanya
lahan dimaksud tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan terjadi tukar menukar,
terindikasi dipindahtangankan pada pihak lain, izin sawit existing yang
tutupan hutannya masih produktif dan adanya dugaan keras bahwa keberadaan
kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.
Terkait jangka waktu pelaksanaan moratorium
pembukaan lahan sawit tersebut, berlaku untuk masa selama 5 (lima) tahun,
dimana pemerintah akan secara terus menerus melakukan evaluasi dalam jangka waktu
5 (lima) tahun tersebut. Karena tujuan utama dilakukannya moratorium adalah untuk
perbaikan kebun sawit milik rakyat, dengan melakukan upaya peningkatan
produktivitasnya yang saat ini baru sekitara 2 (dua) ton per-hektare menjadi 6
(enam) sampai dengan 7 (tujuh) ton per-hektar.
Selain dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas
kebun sawit rakyat, moratorium juga dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan penyempurnaan
standar ISPO (Indonesia Sustainable
Palm Oil) agar produk sawit dari kebun rakyat bisa diakui di pasar
internasional dan mendapat standar RSPO.
Sehingga secara komprehensif, moratorium adalah untuk meningkatkan produksi
CPO atau minyak sawit mentah nasional tidak perlu dengan jalan ekspansi
perkebunan, namun cukup mengambil langkah-langkah inovatif untuk menaikkan
produktivitas tanaman, misalnya lembaga-lembaga penelitian khususnya yang
berada di bawah Kementerian Pertanian menyediakan benih berkualitas.
Dengan adanya kebijakan realisasi penundaan izin
pembukaan perkebunan sawit, tentu saja harus dipersiapkan payung hukum berupa instruksi presiden
(inpres) agar pelaksanaannya dilapangan dapat dikonkritkan. Dengan demikian
pengaturan adanya kewajiban khusus pada lingkup eksekutif yaitu instansi
pemerintah yang menangani sawit mulai dari instansi yang menangani penerbitan
izin pada produksi hulu, lalu lintas perdagangan dan produk turunan/variannya
dapat seragam di tiap provinsi, terlebih-lebih dalam hal pembinaan untuk pelaku usaha yang
berkaitan dengan sawit di tiap daerah, karena subtansi yang diatur dalam
Inpres telah jelas dan tegas, yakni mengenai penundaan izin baru serta
evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit dari pelepasan kawasan
hutan dalam rangka untuk menjaga stok karbon di
kawasan hutan Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia.
|
Halaman
▼
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....