Kepailitan Dalam Khasanah Hukum Indonesia # Sebelum
kita lebih jauh membahas tentang eksistensi hukum kepailitan di Indonesia,
tidak ada salahnya terlebih dahulu memahami apa arti dan pengertian kepailitan.
Kata kepailitan (pailit) bersumber bahasa Prancis, yaitu: failite yang
berarti => kemacetan
pembayaran. Menurut pendapat dari Imran Nating, kepailitan
diartikan sebagai => suatu proses di mana seorang
debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan
pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur
tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada
para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.
Sedangkan menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan dijelaskan
bahwa pailit adalah => seseorang yang oleh suatu
pengadilan dinyatakan bankrupt
(bangkrut), dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar
hutang-hutangnya (Abdurrachman, A., 1991 : 89).
Lebih lanjut berdasarkan penjelasan wikipedia mengutip Black’s
Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah: “the
state or condition of a person (individual, partnership, corporation,
municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The
term includes a person againt whom an involuntary petition has been filed, or
who has filed a voluntaru petition, or who has been adjudged a bankrupt (seorang pedagang yang
bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabuhi pihak
kreditornya. Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini. Pasal 1 butir 4, debitor pailit adalah debitor
yang dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan).
Dari
pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu pengertian pailit berkaitan dengan ketidakmampuan untuk membayar
dari seorang debitor atas hutang-hutangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan,
baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas
permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai
bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. (Ahmad Yani
& Gunawan Widjaja , 2004 : 11).
Persepsi Salah
Tentang Pailit Dengan Bankrupt (Bangkrut)
Dalam pandangan mata umum, sering ditemukan pendapat yang menyamakan arti dan pailit sama dengan bankrupt (bangkrut). Namun, sebenarnya kalau ditelaah lebih dalam bahwa pengertian
pailit tidak sama dengan bangkrut, dimana bangkrut sebenarnya mengandung adanya unsur keuangan yang tidak sehat
dalam perusahaan,
sedangkan pailit mungkin saja terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya
sehat, namun perusahaan tersebut
dipailitkan karena telah melakukan
wanprestasi tidak membayar hutang
yang telah jatuh tempo dari seorang atau
lebih kreditornya.
Khasanah Kepailitan
Dalam Hukum Indonesia
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah => sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Selanjutnya dalam
ketentuan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan => bahwa Debitor yang mempunyai dua
atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan,
baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.
Berdasarkan ketentuan kedua pasal yang dikemukakan di
atas, maka syarat-syarat yuridis formal agar suatu perusahaan dapat dinyatakan
pailit adalah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
- Adanya utang;
- Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;
- Minimal satu dari utang dapat ditagih;
- Adanya debitor;
- Adanya kreditor;
- Kreditor lebih dari satu;
- Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan Pengadilan Niaga;
- Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
- Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan;
Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara tersebut harus mengambil putusan hukum dengan “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”, dengan kata lain
dalam UU Kepailitan ini, hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang
luas seperti pada perkara lainnya.
Dalam tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, pembahasan mengenai hukum kepailitan ini, tidak terlepas dari ketentuan
peraturan perundang-undangan lain, misalnya:
- jika debitur adalah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), maka harus dikaitkan dengan peraturan yang mengatur tentang PT, contohnya tentang akibat kepailitan dan tanggung jawab pengurus PT yang bersangkutan;
- jika kepailitan suatu perusahaan BUMN, maka kita harus melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMN;
- dan seterusnya;
Dengan kata lain, dasar yang menjadi sumber hukum kepailitan tidak hanya
dari Undang-Undang Kepailitan semata, melainkan
juga akan tetap diperhatikan kaitannya dengan peraturan lain yang masih berhubungan. Sumber hukum lainnya adalah:
- Ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata, khusus Pasal 1139, Pasal 1149, 1134 KUHPerdata;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
- dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan kepailitan;
Demikian artikel tentang kepailitan dalam khasanah dan eksistensinya dalam hukum indonesia, semoga ada manfaatnya. Atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....