Halaman

02 Maret 2016

Mengenal Sistem Hukum Adat Batak

Mengenal Sistem Hukum Adat Batak # Sistem kekerabatan (keluarga) yang diberlakukan dalam sistem hukum adat di Indonesia, menerapkan 3 (tiga) sistem yaitu:
  1. Patrilineal => yang merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan yang berasal dari keturunan pihak laki-laki, dimana jika terjadi sesuatu maka keturunan pihak ayah yang akan bertanggung jawab. Sistem ini dipakai oleh masyarakat suku Batak;
  2. Matrilineal => merupakan sistem kekerabatan yang ditarik dari garis keturunan perempuan, dimana jika terjadi sesuatu maka pihak ibu yang menanggungjawabinya. Sistem ini dianut oleh masyarakat adat Minangkabau;
  3. Bilateral => sistem kekeluargaan yang tidak ada dominasi antara pihak laki-laki dan perempuan. Sistem ini dipakai oleh masyarakat suku Jawa;
Penerapan Hukum Waris Suku Adat Batak

Seiring dengan perkembangan jaman, akhir-akhir ini banyaknya timbul permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat, diakibatkan terjadinya perkawinan antar suku di Indonesia, dimana antara suku yang satu berbeda adat istiadat serta kebiasaan masyarakat adatnya. Salah satu permasalahan yang terjadi di masyarakat adat, yang sekarang ini sangat menonjol adalah masalah kewarisan.

Pada kesempatan kali ini, untuk sementara kami hanya menitikberatkan pembahasan pada pemberlakukan sistem kekeluargaan patrilineal dalam lingkungan masyarakat di Sumatera Utara, khususnya suku Batak. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa di Sumatera Utara, mayoritas penduduknya adalah suku Batak yang dikategorikan sebagai Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola.

Nah, berhubung penulis berasal dari suku Batak Toba (sekarang kabupaten Tobasa), maka lebih lanjut dalam tulisan ini akan membahas tentang hukum adat yang diberlakukan untuk masyarakat Batak Toba yang mayoritas berasal dari Pulau Samosir, Tapanuli Utara dan sekitarnya. Selanjutnya, agar tidak menimbulkan polemik, Suku Batak Toba yang akan kami bahas disini bukanlah kekerabatan suku Batak yang berasal dari Pulau Samosir. Suku Batak Toba memberlakukan sistem kekerabatan patrilineal dalam menarik garis keturunannya, dimana untuk pembagian warisan orang tua akan dijelaskan di bawah ini.

Mengenal Eksistensi Masyarakat Suku Batak Toba
Di Provinsi Sumatera Utara, Suku Batak berasal dari wilayah dataran tinggi bahagian Utara, yang kemudian dibagi lagi dalam beberapa komunitas seperti sub suku berdasarkan dari daerah dataran tinggi yang didiami:
  • Daerah (wilayah) Silindung yang di dalamnya masuk daerah di lembah Silindung, yaitu: Tarutung, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Pahae.
  • Daerah Humbang diantaranya Dolok Sanggul, Onan Ganjang, Lintong Ni huta, Pakkat dan sekitarnya.
  • Daerah Toba meliputi Balige, Porsea, Samosir, Parsoburan dan Huta Julu;
Dari ketiga daerah tersebut diatas, juga memiliki perbedaan dalam hal penerapan hukum adat-istiadat yang diberlakukan, diantaranya perbedaan dalam tata adat perkawinan, pemakaman, dan juga dalam pembagian warisan. Dan dalam adat-istiadat juga ada beberapa daerah yang sangat patuh dan kuat melaksanakan adat-istiadat. Hal ini disebabkan keadaan daerah yang masih menjunjung tinggi sistem adat-istiadat. Daerah yang sangat menjunjung tinggi dan masih mempertahankan adat-istiadat tersebut adalah masyarakat daerah Humbang dan daerah Tobasa.

Penerapan Sistem Patrilineal
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan mengikuti keturunan pihak ayah. Sistem kekeluargaan ini juga dianut oleh bangsa ArabEropa. Kata Patrilineal seringkali disamakan dengan patriarkhat atau patriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu pater (bahasa Latin) yang berarti “ayah”, dan linea (bahasa Latin) yang berarti “garis”. Jadi, “patrilineal” => berarti mengikuti “garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah”. Sementara itu, patriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu pater yang berarti “ayah” dan archein (bahasa Yunani) yang berarti “memerintah”. Jadi, “patriarkhi” => berarti “kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki“. Dari pengertian ini, jelas terlihat perbedaan makna dari kedua kata tersebut. Patrilineal mengarah ke garis keturunan dan patriarkhat lebih menjurus kearah kekuasaan. Meski kedua hal tersebut sama-sama memiliki kaitan garis keturunan pihak laki-laki.

Penerapan Hukum Waris Adat Batak Toba
Dalam pembagian warisan orang tua, yang prinsipil mendapatkan warisan adalah pihak anak laki-laki, sedangkan anak perempuan hanya mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau kalau boleh kami mengatakannya bahwa dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah (pemberian). Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan, yaitu anak laki-laki yang paling kecil (dalam Bahasa Batak disebut Siapudan). Anak Siapudan ini, akan mendapatkan warisan yang khusus.

Dalam sistem kekerabatan “Batak Parmalim”, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak-anaknya dalam pembagian harta warisan. Pada masyarakat Batak non-parmalim (telah bercampur baur dengan budaya dari luar), hal itu juga pembagian warisan seperti diatas masih dimungkinkan terjadi. Meskipun, besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama yang dianut dalam keluarga, serta kepentingan keluarga itu sendiri. Apalagi, ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan nasional Indonesia, yaitu: hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.

Status Hak Warisan Anak Tiri Dan Adopsi
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Sukut Adat Batak Toba, khusus untuk hak anak tiri ataupun anak angkat telah disamakan dengan hak anak kandung, sepanjang apabila sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu, dengan maksud dan tujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi meskipun telah melewati proses ada pengangkatan sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan atau anak angkat, yaitu: pemberian harta warisan pusaka turun-temurun milik marga keluarga. Karena, yang berhak untuk memperoleh jenis pusaka inilah adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.

Pembagian Harta Warisan yang Diberikan Kepada Perempuan
Dalam peraturan adat Batak (ruhut-ruhut ni adat Batak), telah ada dijelaskan bahwa pembagian harta warisan bagi perempuan, hanya memperoleh:
  • Tanah (Hauma pauseang);
  • Nasi Siang (Indahan Arian);
  • Warisan dari Kakek (Dondon Tua)
  • Tanah sekedar (Hauma Punsu Tali);
Memang sepertinya penerapan pembagian harta warisan dalam suku adat Batak masih terkesan kuno, namun peraturan pelaksanaan adat-istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas. Hal ini adalah ditunjukkan dalam pewarisan, yang mana anak perempuan terkesan tidak mendapatkan apapun juga.

Pembagian Harta Warisan yang Diberikan Kepada Pihak Laki-laki
Sebagaimana telah kami singgung diatas, bahwa yang paling banyak mendapat pembagian harta warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan, yaitu berupa:
  • Tanah Pusaka;
  • Rumah Induk atau rumah bersama peninggalan orang tua;
Sementara, untuk harta yang lainnya dibagi rata oleh semua anak laki-laki. Ada hal lain yang diterapkan kepada anak Siapudan, dimana dianya tidak boleh pergi meninggalkan kampung halaman (merantau), karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya. Misalnya saja, jika sang ayahnya adalah Raja Huta atau Kepala Kampung, maka akan langsung turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan) tersebut.

Sistem Pembagian Apabila Tidak Punya Anak Laki-Laki
Apabila, satu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka hartanya akan jatuh ke tangan saudara ayahnya (bapa tua atau uda). Sementara untuk anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adat, saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut, harus menafkahi segala kebutuhan dan keperluan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga.

Sistem Kekerabatan Atau Kekeluargaan Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Sumatera Utara Indonesia

Seiring dengan perkembangan jaman, dan banyaknya masyarakat suku adat Batak yang menerapkan hukum perdata, peraturan adat sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, sudah mulai bergesar dan sudah banyak tidak lagi yang memberlakukannya, khususnya yang sudah merantau ke daerah lain atau yang sudah berpendidikan tinggi. Penerapan hukum nasional, terlebih-lebih dalam mengimplementasikan hukum perdata (BW) dalam generasi masyarakat batak sekarang ini, dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya menerapkan persamaan gender, baik antara hak laki-laki adalah sama dengan hak perempuan, maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Tapi, bukan berarti semua orang yang bersuku Batak telah menerapkannya, karena yang masih tinggal di kampung (huta) masih menggunakan waris adat Batak seperti di atas.

Sebelum kami akhiri tulisan ini, hal positif yang melatarbelakangi terjadinya sistem pembagian warisan partilineal yang diberlakukan oleh suku Batak Toba adalah pihak laki-laki bertanggung jawab penuh untuk melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku Batak tidak akan pernah putus karena marga dan warisan yang diterapkan menggambarkan kelanjutan keturunan keluarga dimaksud, serta adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....