25 Oktober 2021

Advokat Hasudungan: Konseling Pra Nikah Solusi Tekan Perceraian

Angka perceraian di Pengadilan Negeri (PN) yang cenderung naik tiap tahun, menjadi dilema dan harus dicari solusi untuk mengatasinya.

Advokat Hasudungan menilai metode memaksimalkan kelas konseling pra nikah sangat penting dilakukan oleh lembaga perkawinan untuk membangun kemampuan dan kesadaran calon mempelai.

Apalagi ketika melihat angka penceraian di Pengadilan Negeri Medan yang merangkak naik dilatarbelakangi alasan kurang harmonis.

Advokat yang membuka kantor hukum di Medan ini menjelaskan, kalau setiap calon pasangan suami istri yang hendak membangun mahligai rumah tangga hendaknya terlebih dahulu sudah mempunyai ilmu dan kesadaran membangun rumah tangga.

Hal itu disampaikannya saat menunggu jadwal persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Senin (25/10/2021).

"Dalam hal ini sangat perlu digalakkan kembali adanya semacam kelas konseling pra nikah bagi setiap calon pasutri," ujarnya.


Advokat Hasudungan SH



Dalam materi konseling tersebut dikatakan Pengacara Hasudungan, perlu diajarkan hal-hal yang paling krusial dalam perkawinan, misalnya apa yang menjadi tujuan perkawinan, hak dan kewajiban pasutri serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, cara mendidik anak, dan lain sebagainya. Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pra nikah.

Menurutnya, kelas konseling pra nikah juga menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya angka kasus perceraian yang terkadang alasannya dibuat-buat.

Data yang ada, penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya.

Menurut Hasudungan, berdasarkan Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan:

1) Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar disembuhkan;

2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dua tahun berturut-turut tanpa seizin pihak lain dan tanpa alasan yang sah;

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang mengancam jiwa pihak lain;

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

6) Serta antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan;

Alasan gugat cerai di atas berlaku untuk pasangan suami isteri beragama Kristen (non Muslim). Khusus bagi pasangan suami istri yang beragama Islam, alasan untuk melakukan gugat cerai dan talak diatur lebih rinci di Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dari semua kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan, terbesarnya merupakan kasus gugatan perceraian dari pihak perempuan (selaku pihak Penggugat).

Pengacara yang juga menangani kasus perceraian ini menilai, kurang lebih ada sebesar 70 persen yang gugat cerai adalah istri. Fakta tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan yang memadai atas diri calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar, baik internal maupun eksternal.

"Sehingga kebijakan yang akan diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus lebih mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin," tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....