Prosedur Penegakan
Hukum Pidana Pada Pilkada Melalui Sentra Gakkumdu, inilah judul
artikel yang kami angkat di blog advokat-silaen-associates.blogspot.com.
Mengapa ? Karena pada tahun 2018, khusus untuk Provinsi Sumatera Utara (Sumut)
ada dilangsungkan 9 ajang pemilihan kepala daerah, dengan perincian: 1 (satu) untuk
ajang pemilihan gubernur sumut dan 8 untuk pemilihan bupati dan/atau walikota.
Sebagaimana
diketahui bersama, pasca Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 bahwa
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan implementasi dari prinsip demokrasi yang
melibatkan masyarakat untuk menentukan sendiri dan secara langsung Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah di wilayah masing-masing. Dimana, pelaksanaan pemilu
atau pilkada tersebut meliputi: 1) persiapan, 2) pelaksanaan, 3) dan serta
partisipasi masyarakat dalam ajang Pemilihan Umum. Tentu kesuksesan dalam
melaksanakan rangkaian tahapan tersebut menjadi salah satu indikator penentu
tercapainya kesuksesan pada penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah.
Pemilihan
Umum yang telah dilakukan adalah secara serentak pada beberapa wilayah di
Indonesia, yang saat ini telah memasuki tahap atau gelombang ke-3 (ketiga).
Khusus pelaksanaan tahapan pada tahun ini juga adalah meliputi Pemilihan Umum
untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota
dan Wakil Walikota.
Adanya
pelaksanaan pilkada gelombang 3 secara jelas diatur pada Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan telah diubah kedua dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang, yang pada pokoknya menyatakan: “Pemilihan
dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Secara
jujur diakui, bahwa pada pelaksanaan pemilihan cenderung memiliki potensi
pelanggaran yang akan terjadi, baik itu pelanggaran administrasi kepemiluan,
pidana pemilu, dan/ataupun pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
penyelenggara, peserta pemilihan, atau warga Negara itu sendiri.
Oleh
karenanya, kehadiran lembaga badan pengawas pemilu (bawaslu) tingkat provinsi
maupun panitia ad hoc seperti panitia pengawas pemilu (panwaslu) atau sering
disebut juga sebagai panitia pengawas pemilihan (panwaslih) menjadi ujung
tombak yang paling terdepan dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya
pelanggaran selama masa pelaksanaan pemilihan berlangsung.
Bila
kita cermati tugas dan fungsi lembaga pengawasan pemilu / pilkada, selain
difokuskan untuk melakukan pencegahan, lembaga pengawas ini juga secara tegas diberikan
wewenang untuk menindaklanjuti setiap adanya dugaan pelanggaran yang terjadi
pada seluruh tahapan pemilu. Oleh karena itu, lembaga pengawas secara jelas dan
nyata memiliki 2 (dua) fungsi pokok, yakni: 1) pencengahan, dan 2) penindakan.
Secara
umum tugas pencegahan adalah tindakan, langkah-langkah, maupun melakukan upaya
mencegah secara dini terhadap adanya potensi pelanggaran yang dapat mengganggu
integritas proses tahapan maupun hasil pemilu. Sedangkan tugas penindakan
adalah serangkaian proses penanganan pelanggaran yang meliputi: 1) adanya temuan,
2) penerimaan laporan, 3) pengumpulan alat bukti, 3) melakukan klarifikasi, 4)
melakukan pengkajian, 5) pemberian rekomendasi, dan 6) penerusan hasil kajian
atas temuan/laporan kepada instansi / lembaga yang berwenang untuk menindaklanjutinya.
Ikhwal
terjadinya dugaan tindak pidana dalam Pemilihan Umum dan atau Pilkada, prosedur
penanganannya akan melibatkan 3 (tiga) instansi yang berbeda, yaitu: 1) Panitia
Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu), 2) Pihak Kejaksaan, dan 3) Pihak Kepolisian.
Nah, ketiga instansi ini memiliki proporsi yang berbeda antar satu sama lain
dan saling mengisi dalam menindaklanjuti pelanggaran pidana pemilihan.
Keterlibatan
ketiga instansi tersebut diatas, tergabung dalam nama “Sentra Penegakan Hukum Terpadu” atau sering disebut dengan “Sentra Gakkumdu”, sebagaimana diatur
pada Pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yang pada
pokoknya menyatakan: “Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak
pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian
Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan
Negeri membentuk sentra penegakan hukum terpadu”. Tindak pidana pemilihan yang
dimaksud merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, yang diatur dari Pasal
177 sampai Pasal 198A.
Dasar
diatas juga kemudian dikuatkan dengan adanya Pasal 1 angka 1 Peraturan Bersama
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2016, Nomor 01 Tahun 2016, Nomor 010/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum
Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati,
serta Walikota dan Wakil Walikota, Sentra Gakkumdu adalah pusat aktivitas
penegakan hukum Tindak Pidana Pemilihan yang terdiri dari unsur Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi
dan/atau Kejaksaan Negeri. Jadi, perihal kewenangan Sentra Gakkumdu dalam
menindaklanjuti dugaan pelanggaran pidana adalah dimulai sejak diterimanya
laporan dan/atau temuan dugaan pelanggaran pemilihan yang dilaporkan. Hal
tersebut berbeda dengan peraturan sebelumnya yang mengatur bahwa keterlibatan
Gakkumdu dimulai sejak Panwaslu menyimpulkan peristiwa dalam kajian
pelanggararan (maksimal lima hari proses penanganan) sebagai pelanggaran pidana
Pemilihan. Selanjutnya oleh Panwaslu merekomendasikan hasil kajian tersebut
kepada Gakkumdu, dalam hal ini adalah Kepolisian RI.
Adanya
perbedaan yang sangat prinsipil pada tugas dan wewenang Sentra Gakkumdu sejak
diubah kedua kalinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 menjadi Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 adalah merupakan terobosan baru agar tercipta pemahaman
yang sama sejak awal penerimaan laporan dan/atau temuan antara 3 (tiga)
institusi yang berbeda dalam proses penanganan dugaan pelanggaran yang terjadi.
Sehingga, tugas pokok ketiga institusi yang berbeda tersebut (Panwaslu /
Panwaslih sebagai penindaklanjut dugaan pelanggaran Pemilihan, Kepolisian
sebagai penyelidik dan penyidik, dan Kejaksaan sebagai penuntut). Artinya, dalam
penanganan pelanggaran pidana Pemilihan, ketiga institusi tersebut secara
bersama-sama harus bertanggungjawab atas penanganan pelanggaran tersebut, namun
dengan berpegang untuk tidak mengabaikan tahapan sesuai Hukum Acara Pidana pada
umumnya. Dengan demikian sesuai pada tahapannya, masing-masing institusi akan menjadi “leading sector” pada tahapan yang
menjadi tugas pokoknya.
Sebagaimana
penjelasan diatas, bahwa Sentra Gakkumdu bertugas dan sekaligus berwenang untuk
melakukan penanganan tindak pidana pemilihan sejak adanya laporan dan/atau
temuan yang diterima oleh Panwaslu / Panwaslih. Dengan kata lain, Kepolisian
dan Kejaksaan (sebagai penyidik dan penuntut) juga telah bertugas pada saat
diterimanya laporan dan/atau temuan tersebut oleh Panwaslu / Panwaslih. Hanya
saja, Kepolisian dan Kejaksaan melakukan pendampingan kepada Panwaslu dalam
proses penanganan pelanggaran, baik pada tahap penerimaan laporan dan/atau
temuan, penentuan pasal yang diduga telah dilanggar, pengumpulan alat bukti,
pemeriksaan para pihak (pelapor, saksi dan terlapor), sampai pada kajian. Hal
tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (2) Peraturan Bersama Ketua
Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016,
Nomor 01 Tahun 2016, Nomor
010/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota “dalam menerima Laporan/Temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota harus didampingi dan dibantu oleh
Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu”.
Jadi, secara teknis, hal tersebut akan dipaparkan pada sub-bab selanjutnya.
Dalam
melaksanakan tugas, Pengawas Pemilu berewenang menerima Laporan/Temuan dugaan
tindak pidana Pemilihan dengan membuat dan mengisi format laporan/temuan serta
memberikan nomor, serta terhadap pelapor diberikan Surat Tanda Penerimaan
Laporan (STPL). Nah, dalam konteks menerima laporan/temuan tersebut, Panwaslu /
Panwaslih Kabupaten/Kota harus didampingi dan dibantu oleh Penyidik Tindak
Pidana Pemilihan dan Jaksa yang tergabung dalam wadah Sentra Gakkumdu.
Pendampingan dimaksud dilakukan dengan cara-cara: 1) identifikasi, verifikasi,
dan konsultasi terhadap laporan/temuan dugaan pelanggaran Tindak Pidana
Pemilihan.
Selain
melakukan pendampingan sebagaimana disebut diatas, khusus untuk para Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan diberikan wewenang untuk melakukan Penyelidikan setelah
Panwaslu / Panwaslih Kabupaten/Kota mengeluarkan surat perintah tugas untuk
melaksanakan Penyelidikan dan selanjutnya Penyidik Tindak Pidana Pemilihan
mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Tugas
tersebut.
Nah,
pasca diterimanya laporan ataupun adanya temuan yang diindikasikan sebagai
tindak pidana pemilihan, maka Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan
dan juga Jaksa yang tergabung pada Sentra Gakkumdu periode waktu paling lama 1
x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal laporan/temuan
diterima oleh Pengawas Pemilu akan melakukan pembahasan pertama (I), yang
selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan yang ditandatangani bersama-sama
oleh Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan, dan Jaksa.
Pada
pembahasan pertama tersebut dilakukan adalah untuk menemukan benar tidaknya
terjadi peristiwa pidana pemilihan, mencari dan mengumpulkan seluruh alat bukti-bukti
serta selanjutnya menentukan pasal yang disangkakan terhadap peristiwa yang
dilaporkan/ditemukan untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam proses kajian
pelanggaran Pemilihan oleh Pengawas Pemilu dan Penyelidikan oleh Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan.
Setelah
dilakukan pembahasan pertama, Panwaslu / Panwaslih segera akan melakukan kajian
atas adanya dugaan Tindak Pidana Pemilihan dengan didampingi oleh Penyiidik
Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa. Dalam melaksanakan kajian dimaksud, Pengawas
Pemilu dapat mengundang Pelapor, Terlapor, Saksi, dan/atau Ahli untuk
dimintakan keterangan dan/atau klarifikasi yang dilakukan di bawah sumpah,
untuk selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Klaifikasi. Selanjutnya, dari hasil
seluruh proses kajian pelanggaran Pemilihan oleh Pengawas Pemilu berupa dokumen
kajian laporan/temuan. Selain itu, hasil penyelidikan yang dilakukan oleh
Penyidik Tindak Pidana Pemilihan juga harus membuat Laporan Hasil Penyelidikan.
Seluruh
rangkaian proses penanganan dugaan tindak pidana Pemilihan diatas, dilakukan adalah
paling lambat sampai 5 (lima) hari sejak diterimanya laporan/temuan oleh
Pengawas Pemilu. Selanjutnya setelah dilakukan kajian, Pengawas Pemilu / Panwas
Pilkada, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa secara bersama-sama akan melakukan
pembahasan kedua pada hari kelima tersebut.
Rangkaian
pembahasan kedua ini dilakukan untuk menentukan laporan/atau temuan tersebut
telah memenuhi unsur atau tidak memenuhi unsur Tindak Pidana Pemilihan. Setelah
dilakukannya pembahasan kedua oleh Sentra Gakkumdu, hasil pembahasan tersebut
menjadi dasar Pengawas Pemilu untuk memutuskan laporan/temuan pada rapat pleno
untuk diteruskan ke tahap penyidikan atau dihentikan penyidikan.
Nah,
apabila dalam hal hasil rapat pleno laporan/temuan memutuskan untuk meneruskan
ke tahap penyidikan, maka Pengawas Pemilu / Panwaslih Pilkada akan meneruskan
laporan/temuan tersebut kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan menerbitkan
Surat Perintah Tugas untuk melaksanakan Penyidikan yang ditandatangani oleh
Ketua Panwaslu / Panwaslih Kabupaten/Kota. Namun, seandainya hasil dari rapat
pleno memutuskan bahwasanya laporan/temuan penanganan pelanggaran Pemilihan
dihentikan maka Pengawas Pemilu akan memberitahukan kepada Pelapor dengan surat
disertai dengan alasan penghentian.
Dalam
hal laporan/temuan diteruskan ke tahap penyidikan, maka Pengawas Pemilu akan meneruskan
laporan/temuan tersebut kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilu disertai dengan
berkas perkara yang isinya memuat surat pengantar, surat perintah tugas untuk
melaksanakan penyidikan yang dikeluarkan oleh pengawas pemilihan, daftar isi,
laporan/temuan dugaan Tindak Pidana Pemilihan, hasil kajian, laporan hasil
penyelidikan, surat undangan klarifikasi, berita acara klarifikasi, berita
acara klarifikasi di bawah sumpah, berita acara pembahasan pertama, berita
acara pembahasan kedua, daftar saksi dan/atau ahli, daftar terlapor, daftar
barang bukti, barang bukti, dan administrasi penyelidikan.
Nah,
setelah laporan/temuan diteruskan ke tahap penyidikan oleh Polri, maka Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan akan membuat administrasi penerimaan penerusan
laporan/temuan berupa laporan polisi dengan pelapor yang telah melapor kepada
pengawas Pemilihan dan surat tanda bukti laporan. Selanjutnya, pihak Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan dalam Sentra Gakkumdu akan berkoordinasi dengan Sentra
Pelayanan Kepolisian untuk mendapatkan nomor registrasi laporan polisi.
Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan di Sentra Gakkumdu akan melakukan Penyidikan setelah terlebih
dahulu diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh koordinator
Sentra Gakkumdu dari unsur kepolisian bersamaan dengan dikeluarkannya Surat
Perintah Penyidikan. Penyidik Tindak Pidana Pemilihan akan menyerahkan SPDP dan
administrasi penyidikan lainnya yang telah ditandatangani oleh Koordinator
Sentra Gakkumdu dari unsur kepolisian kepada Jaksa.
Dalam
melaksanakan tahap penyidikan, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan akan melakukan
penyidikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penerusan
laporan/temuan yang diterima dari pengawas Pemilihan dan/atau laporan Polisi
dibuat. Jaksa pada Sentra Gakkumdu akan melakukan pendampingan dan monitoring
terhadap seluruh proses Penyidikan yang dilakukan.
Setelah
dilakukannya tahap penyidikan, pihak Penyidik Tindak Pidana Pemilihan akan menyampaikan
hasil Penyidikan dalam pembahasan ketiga yang dipimpin oleh ketua Koordinator
Sentra Gakkumdu Kabupaten/Kota pada masa waktu proses penyidikan, yang
menghasilkan kesimpulan tetnang pelimpahan kasus kepada Jaksa. Hasil pembahasan
ketiga dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh
Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa.
Pada
masa waktu proses selama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penerusan
laporan/temuan yang diterima oleh Pengawas Pemilihan dan/atau laporan Polisi
dibuat, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyampaikan hasil Penyidikan disertai
berkas perkara kepada Jaksa. Dan dalam hal dari hasil penyidikan belum
lengkap (P 19) , dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja jaksa penuntut
umum (JPU) akan mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Tindak Pidana
Pemilihan dalam Sentra Gakkumdu disertai petunjuk tentang hal yang harus
dilakukan untuk dilengkapi, dimana hal ini hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali.
Setelah
berkas dikembalikan oleh Jaksa, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan akan mengembalikan
berkas perkara kepada Jaksa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal
penerimaan berkas. Setelah berkas perkara diterima oleh Jaksa dan dinyatakan
lengkap (P 21), Penyidik Tindak Pidana Pemilihan akan menyerahkan tersangka dan
seluruh barang bukti kepada Jaksa.
Selanjutnya,
Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan
Negeri (PN) paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak berkas perkara
diterima dari Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan surat pengantar pelimpahan
yang ditandatangani oleh Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai
tingkatan. Setelah itu, Penuntut Umum akan membuat rencana dakwaan dan surat
dakwaan, serta menyusun rencana penuntutan dan membuat surat tuntutan yang
dilaporkan kepada Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai
tingkatan. Tembusan surat dakwaan tersebut disampaikan kepada Koordinator Sentra
Gakkumdu unsur kepolisian dan Pengawas Pemilu sesuai tingkatan.
Setelah
putusan Pengadilan dibacakan, penuntut umum nantinya akan melaporkan kepada
Pembina Sentra Gakkumdu dari unsur Kejaksaan, yang selanjutnya dilakukan pembahasan
paling lama 1 x 24 jam setelah putusan Pengadilan dibacakan, dengan dihadiri
oleh Koordinator dari unsur Pengawas Pemilu, Koordinator dari unsur Kepolisian,
dan Koordinator dari unsur Kejaksaan sesuai tingkatan guna mengambil sikap
untuk dilakukan upaya hukum atau menindaklanjuti isi putusan Pengadilan.
Dalam
hal Penuntut Umum akan mengajukan upaya hukum pada tingkat banding dan membuat memori
banding adalah paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Selain itu,
dalam hal terdakwa melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan
dimaksud, maka Penuntut Umum akan membuat kontra memori banding. Selanjutnya,
dalam hal putusan Pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, Jaksa pada Sentra
Gakkumdu akan melaksanakan isi putusan (upaya eksekusi) tersebut paling lambat
3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh Jaksa dan dapat didampingi oleh
Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Pengawas Pemilu.
Apa
yang kami kemukan diatas adalah merupakan alur penanganan bila terjadi tindak
pidana pemilu / pilkada. Nah, bagi anda yang ingin mengetahui alur penanganan
tindak pidana yang dilakukan pada pilkada sebelumnya, silahkan baca artikel
yang telah kami publikasikan dengan judul “alur penanganan tindak pidana pemilu serentak” agar dapat lebih memahami apa
yang menjadi proses maupun perbedaan prosedur dengan alur penanganan yang
dikehendaki oleh UU No. 10 Tahun 2016 maupun turunan dari Peraturan Badan
Pengawas Pemilu (Perbawaslu) yang terbaru.
Demikian
rangkaian dari proses dan atau prosedur penegakan hukum pidana pada pemilu /
pilkada melalui sentra penegakan hukum terpada (sentra gakkumdu) pasca
pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Mudah-mudahan artikel yang berjudul “Prosedur Penegakan Hukum Pidana Pada Pilkada Melalui Sentra Gakkumdu” ini ada manfaatnya bagi para rekan advokat / pengacara yang selama ini konsern sebagai advokat pemilu maupun yang nantinya bercita-cita untuk menjadi seorang yang berprofesi sebagai pengacara pilkada di Sumut maupun di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya lagi bagi sobat yang akan bertugas menjadi pengawas pemilu / pilkada pada divisi penindakan dan ataupun pelanggaran.
Mudah-mudahan artikel yang berjudul “Prosedur Penegakan Hukum Pidana Pada Pilkada Melalui Sentra Gakkumdu” ini ada manfaatnya bagi para rekan advokat / pengacara yang selama ini konsern sebagai advokat pemilu maupun yang nantinya bercita-cita untuk menjadi seorang yang berprofesi sebagai pengacara pilkada di Sumut maupun di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya lagi bagi sobat yang akan bertugas menjadi pengawas pemilu / pilkada pada divisi penindakan dan ataupun pelanggaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....