Di Tanah
Batak Provinsi Sumatera Utara, ajaran “ugamo
Parmalim” masih memiliki kelompok yang teguh dan masih tetap menganut agama
nenek moyang orang Batak, serta melestarikan upacara-upacara yang ada dalam ajaran kepercayaan agama Parmalim. Kalau kita kilas balik waktu sejarah, bahwa sejak
dulu agama kepercayaan dari orang-orang Batak Toba, ajaran agama Parmalim ini
tak pernah diakui oleh pemerintah dan sengaja pula diisolasi agar tidak
berkembang ke luar daerah. Agama Parmalim ini berpusat di Desa Hutatinggi,
Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir (TOBASA). Berdasarkan sejarah dan
cerita dari penganut agama ini, dahulunya Parmalim Hutatinggi adalah dirintis oleh Raja
Mulia Naipospos (wafat pada tanggal 18 Februari 1956) dan saat ini Parmalim
Hutatinggi dipimpin Raja Marnakkok Naipospos yang merupakan cucu dari Raja
Mulia Naipospos.
Dalam rangka
pelestarian adat istiadat yang ada pada ajaran agama Parmalim, maka untuk menunjang berbagai sarana dan prasarana melaksanakan kegiatan dan ritual
keagamaan di kampung Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir (TOBASA)
telah berdiri sebuah kompleks yang disebut “Bale Pasogit” (balai asal-usul) yang terdiri dari 4 (empat)
bangunan utama, yaitu: 1). Bale Partonggoan (balai doa), 2). Bale Parpitaan
(balai sakral), 3). Bale Pangaminan (balai pertemuan), dan 4). Bale Parhobasan
(balai pekerjaan dapur). Dimana bagi umat penganut agama Parmalim bahwasanya Bale
Pasogit ini adalah merupakan Huta Nabadia (tanah suci). Semua bale ini didesain
dengan motif batak asli yang sarat dengan arti khusus dalam sistem adat batak yang diaplikasikan dalam kekerabatan masyarakat suku Batak. Di kompleks ini, tiap
2 (dua) kali dalam setahun digelar upacara keagamaan besar yang disebut dengan
1). Sipaha Sada, yakni => sebuah
upacara untuk menyambut tahun baru sekaligus demi memperingati kelahiran para
pemimpin spiritual Parmalim, dan 2). Sipaha
Lima, yakni => sebuah upacara syukuran atas rahmat yang diterima dari
Raja Mulajadi Nabolon. Kedua ritual upacara ini begitu penting artinya bagi seluruh
penganut agama Parmalim di dunia, maka dari itu tak heran apabila jika tiap
diadakannya ritual ini hampir seluruh penganut Parmalim baik yang ada di
sekitar kompleks maupun dari luar daerah bahkan dari belahan dunia akan selalu
menyempatkan diri untuk datang merayakan upacara ritual tersebut.
Dalam
upacara Sipaha Sada ini, para penganut Parmalim disamping untuk menyambut
tahun baru juga untuk mendoakan para raja-raja Parmalim terdahulu, sejak mulai dari
Sisingamaharaja hingga raja-raja Parmalim yang sekarang, dan tak lupa pula untuk
mendoakan para pemimpin di segala penjuru dunia yang dalam pemaknaan filosofis
mereka disebut sebagai pemimpin dari 4 (empat) penjuru dunia dan 4 (empat) segi
kehidupan. Untuk persiapan pelaksanaan upacara agung ini, umat Parmalim selama
2 (dua) hari sebelum dimulainya upacara Sipaha Sada akan melakukan ritual puasa
selama 1 (satu) hari semalam tanpa berbuka puasa (selama 24 jam non stop)
dengan sahur (awal puasa) dan berbuka dengan memakan makanan pahit yang disebut
dengan “mangan napaet”. Mangan napaet
ini adalah sebagai simbol dan sekaligus mengenang perjuangan hidup yang penuh
dengan kepahitan dan kegetiran hidup Raja
Nasiak Bagi, ketika menegakkan agama Parmalim di tanah Batak.
Bahan-bahan
makanan dalam upacara Sipaha Sada ini adalah terdiri dari daun pepaya muda,
cabai, garam, dan nangka muda dan sebelum disantap, bahan-bahan makanan ini
ditumbuk halus hingga semua bahan melebur jadi satu.
Syarat Ikut Ritual Sipaha Sada
Untuk bisa mengikuti
ritual upacara Sipaha Sada, maka para penganut Parmalim diwajibkan untuk
mengenakan busana khusus sesuai dengan tingkatan mereka dalam kehidupan
sehari-hari. Dimana kaum pria/laki-laki mengenakan pakaian jas berselempang
ulos batak dari jenis ragi hotang dan sarung ulos dari jenis bintang maratur. Bagi
pria yang sudah menikah, maka akan menggunakan sorban yang disebut tali-tali
berwarna putih menandakan kesucian. Pemimpin umat menggunakan tali-tali
berwarna hitam yang menandakan kepemimpinan dan tanggung jawab. Sedangkan untuk
kaum wanita/perempuan diwajibkan mengenakan sarung (ragi) yang berbentuk ulos
dari jenis runjat, kebaya, selendang (hande-hande) dari jenis yang bervariasi,
yaitu sadum, bintang maratur dan mangiring, dan tatanan rambut yang menggunakan
gaya sanggul toba, yakni gaya menyanggul yang digulung ke dalam.
Warna-warna
yang digunakan dalam busana sebagaimana tersebut diatas, selaras dengan
filosofis masyarakat Batak itu sendiri terhadap berbagai warna, misalnya warna
hitam memiliki makna => kepemimpinan dan tanggung jawab, warna merah mengandung
arti sebagai => ilmu pengetahuan dan juga kekuatan, serta warna putih
sebagai perlambang memiliki => kesucian. Penggunaan 3 (tiga) warna ini,
selain menjadi warna pakaian dan ulos, juga terlihat sangat jelas dari desain
pada rumah adat Batak.
Nah, tepat
tengah hari upacara akan dimulai yang ditandai dengan datang atau masuknya Raja
Ihutan, yakni pimpinan spiritual umat Parmalim ke Bale Partonggoan. Di dalam
balai ini telah disiapkan berbagai sesajen yang disebut pelean, berupa daging
ayam, kambing putih, ihan (ikan batak yang dikenal dengan nama jurung), telur,
nasi putih, sirih, sayur-mayur, jeruk purut, air suci, dan dupa atau kemenyan.
Lazim, dalam pelaksanaan tradisi adat Batak kuno, bahan-bahan untuk pelean
berasal dari hewan-hewan atau hasil pertanian terpilih, meski tidak wajib
melainkan kemampuan orang yang melakukan upacara. Pelean yang wajib harus urapan,
air suci dan dupa. Setelah diperiksa oleh Raja Ihutan, pelean dibawa ke lantai
dua (pamelean) Bale Partonggoan secara berantai. Di tempat ini, Raja Ihutan
akan memastikan letak dan arah pelean. Setelah ritual penyiapan pelean, Raja
Ihutan kembali turun ke bawah untuk memimpin upacara Sipaha Sada yang
berlangsung dengan hikmat dan menghabiskan waktu sekitar 5 (lima) jam lamanya,
meliputi penyembahan dan kotbah dari Ihutan. Malam harinya acara dilanjutkan
dengan pesta muda mudi para pengikut ajaran agama (ugamo) Parmalim.
Mohon diedit, banyak kata parmalim ditulis menjadi parmaling. Sangat mengganggu
BalasHapusMohon dikoreksi, banyak kata parmalim ditulis menjadi parmaling. Sangat mengganggu
BalasHapussdh kami perbaiki ...
Hapusterima kasih atas atensinya ...
horas ...