Tingginya pengangguran di Indonesia dan rendahnya basis tingkat keahlian, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan oleh
lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, mengakibatkan para pakar pendidik dan
pemerhati pendidikan bekerja keras mencari mode pendidikan yang mampu atau
memiliki kompetensi, khususnya dalam persaingan angkatan tenaga kerja yang
semakin ketat dan terbuka.
Kendati pendidikan di Indonesia sudah semakin tinggi, namun hal
tersebut tidak dapat dijadikan jaminan bahwasanya alumni atau lulusan sumber
daya manusia (SDM) yang dihasilkannya sudah siap pakai untuk bekerja pada
berbagai sektor yang membutuhkan lowongan tenaga kerja. Oleh karena kondisi
tersebut, adalah sangat beralasan apabila kemudian timbul pemikiran untuk
memperbaiki mode pendidikan di Indonesia dengan cara membangun sumber daya
manusia (SDM) yang mampu mengandalkan keahlian sesuai dengan bidang yang
menjadi pilihan masing-masing.
Memang akhir-akhir ini, orientasi dunia kerja sekarang ini telah
mengalami pergeseran yang saat ini lebih mengutamakan keahlian daripada sekedar
latar belakang pendidikan yang tinggi namun sama sekali tidak mempunyai
keahlian pada bidang tertentu. Nah, dalam konteks inilah, pentingnya kita
melihat dan sekaligus menganalisa prospek kebutuhan pasar kerja dan
menyesuaikannya dengan pola pendidikan yang dibangun dan diterapkan oleh
pemerintah. Kesiapan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan atau
keahlian di dunia kerja menjadi salah satu syarat utama dan mutlak untuk dapat
memasuki era kompetisi global dan pasar bebas saat ini (khususnya MEA). Untuk
itulah, kami rasa sangat penting adanya peran strategis yang harus dilakukan
oleh lembaga pendidikan formal termasuk sekolah menengah kejuruan (SMK) agar
mempersiapkan diri menghadapi era kompetisi global dimaksud.
Tingginya tingkat kompetisi global, sedikit banyaknya telah
mengilhami atau mendasari niat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong
keberadaan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga
pendidikan yang akan mencetak sumber daya manusia siap kerja dengan cara
membangun sekolah menengah kejuruan INPRES.
Adanya langkah kebijakan Presiden Joko Widodo diharapkan akan
memperluas akses pendidikan keahlian bagi para peserta didik yang belum
beruntung mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikannya ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi lagi, atau bagi mereka yang memutuskan untuk
memilih langsung memasuki dunia pasar kerja. Adanya rencana Presiden RI diatas,
tentu saja terkait dengan visi dan misi pembangunan nasional yang beliau sebut
sebagai “visi kompetisi” yang tidak bisa dielakkan lagi dengan perkembangan
teknologi yang menuntut adanya efisiensi ditambah dengan adanya pergeseran
lingkungan sosial global yang membuka sekat-sekat batas wilayah antarnegara,
sehingga melahirkan sebuah tatanan ekonomi yang mengarah pada pasar bebas.
Dengan kata lain, angkatan kerja kita tidak menjadi pecundang disebabkan adanya
kesiapan sumber daya manusia menjadi syarat mutlak.
Tentu saja persiapan sumber daya manusia ini tidak saja agar bisa
memiliki kemampuan untuk bersaing dengan tenaga kerja asing, tetapi juga dalam
rangka mengisi kebutuhan tenaga kerja bagi industri, bidang jasa yang
diharapkan segera tumbuh dan memiliki prospek tingkat tinggi. Eksistensi
sekolah menengah kejuruan yang misi utamanya menyiapkan tenaga kerja tingkat
menengah yang siap kerja, diharapkan mampu berperan membantu industri-industri
nasional dalam menghadapi gempuran dari persaingan tenaga kerja Indonesia di pasar tenaga kerja global.
Memang selama ini, sekolah kejuruan menengah belum sepenuhnya bisa
menjawab banyaknya keluhan mengenai kompetensi yang dimiliki para lulusan
sekolah menengah kejuruan karena dianggap belum memenuhi standar kualifikasi
yang ditetapkan kebutuhan dunia kerja atau belum siap kerja. Kondisi ini tentu
saja membawa akibat rendahnya tingkat kepercayaan dunia usaha atau bisnis dan
industri terhadap para lulusan sekolah menengah kejuruan, sehingga
mengakibatkan banyaknya lulusan sekolah menengah kejuruan yang akhirnya tidak
mendapatkan pekerjaan atau menjadi pengangguran.
Basis Keahlian
Mode Mengatasi Penggangguran
Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
per Bulan Agustus 2015, menyebutkan bahwa jumlah pengangguran dari lulusan
sekolah menengah kejuruan (SMK) memberikan kontribusi tertinggi, yaitu 12,65%
dari 7,56 juta jumlah pengangguran di Indonesia. Sekolah menengah atas (SMA)
sebesar 10,32%, untuk diploma sebesar 7,54% dan perguruan tinggi sebesar 6,40%.
Adanya fakta ini, tentu saja merupakan tantangan pahit yang harus dijawab oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dimana harapan yang selama
ini digadang-gadang mampu untuk menciptakan
lulusan sekolah menengah kejuruan yang siap kerja ternyata justru sebaliknya
sekolah kejuruan justru menghasilkan jumlah pengangguran yang terbanyak
sehingga menjadi beban bagi perekonominan nasional.
Kondisi pahit diatas, tentu saja tidak terlepas dari sistem
pengajaran dan pendidikan yang diterapkan di sekolah menengah
kejuruan yang selama ini belum sepenuhnya memiliki “link and match” dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk menjawab
tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu
kiranya merumuskan kurikulum yang memiliki kompetensi dan mengemasnya dalam
sistem pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan pangsa pasar tenaga kerja yang
memiliki standar kompetensi. Hal yang perlu ditekankan selanjutnya adalah
mengenai tingkat lulusan dari sekolah menengah kejuruan harus memiliki
keunggulan kompentensi untuk merespons visi dan misi kompetensi yang sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden RI, agar tidak tersingkir dari
kejamnya persaingan tenaga kerja global yang lebih memiliki keunggulan ataupun
keahlian terhadap bidang kerja yang digelutinya.
Revitalisasi
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Langkah strategis seperti revitalisasi peran sekolah menengah
kejuruan harus menjadi skala prioritas Kemendikbud disebabkan SMK menjadi
terobosan untuk memperoleh para lulusan siap kerja di level menengah.
Revitalisasi ini tentu saja dilakukan harus melihat tingkat kebutuhan atau tren
pasar tenaga kerja di bidang apa yang saat ini paling banyak dibutuhkan atau
dengan kata lain tenaga kerja yang memiliki prospek gemilang di masa yang akan
datang serta mampu memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi
dan tingkat pendapatan nasional.
Realisasi dari adanya kebijakan revitalisasi diatas, oleh
pemerintah telah menetapkan dan sekaligus memetakan 3 (tiga) program keahlian
yang dianggap sejalan dengan program pemerintah dan mampu mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional, yakni:
- Bidang pertanian;
- Bidang pariwisata;
- Dan budang kemaritiman;
Terhadap adanya materi pelatihan keahlian pada 3 (tiga) bidang
tersebut, perlu kiranya fokus dari pemerintah Indonesia. Upaya revitalisasi
sekolah menengah kejuruan juga sangat perlu melibatkan para kalangan industri
dan jasa yang kelak diharapkan menggunakan tenaga keahlian lulusan sekolah
menengah kejuruan. Adanya intensitas komunikasi dengan berbagai pihak
diharapkan akan menemukan “formulasi
kurikulum” atau materi pengajaran yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja
yang ada saat ini. Dengan demikian, konsep link and match yang telah ditetapkan
akan dapat terwujud sehingga lulusan SMK benar-benar menjadi tenaga kerja yang
siap pakai dan lebih profesional. Melalui adanya langkah-langkah yang dilakukan
diatas, nantinya masyarakat tidak akan melihat dan menilai sebelah mata
terhadap pendidikan kejuruan. Paradigma yang ada ditengah-tengah masyarakat
yang selama ini menganggap pendidikan kejuruan kalah gengsi dibandingkan jalur
pendidikan umum dengan sendirinya akan pudar. Pendidikan kejuruan harus dilihat
sebagai investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia siap kerja yang
memiliki keahlian dan tingkat kompetensi di bursa pasar tenaga kerja. Dengan
demikian, para lulusan SMK benar-benar dapat menjadi “skilled labour”, yang mampu memberi nilai tambah bagi produktivitas
nasional melalui industri dan bidang jasa yang dijalaninya (tidak terkecuali
dalam hal ini tenaga kerja dibidang jasa hukum di Indonesia).
Disamping itu, revitalisasi pendidikan SMK dapat dilakukan
misalnya tentang syarat sistem penyelenggaraannya, antara lain:
- Kewajiban untuk adanya memperoleh izin dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud);
- Mengikuti Standar Nasional Pendidikan (SNP);
- Peserta didik warga negara Indonesia (WNI) harus mengikuti Ujian Nasional (UN);
- Sekolah wajib mengikuti akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN);
Disamping itu, ada syarat lain yang bisa ditetapkan oleh
pemerintah, antara lain:
- Jumlah tenaga kependidikan dan pendidik;
- Pendidik (guru) Warga Negara Indonesia (WNI) minimal 30% (persen);
- Tenaga kependidikannya minimal 80% (persen);
- Penerapan sistem renumerasi menerapkan sistem yang berkeadilan;
Adanya penerapan sistem penyelenggaraan pendidikan diatas, juga sangat
berhubungan dengan sistem pengelolaannya yang dapat dilaksanakan dengan:
- Bentuk pertukaran pendidik dan tenaga kependidikan;
- Pertukaran peserta didik;
- Pemanfaatan sumber daya;
- Menerapkan metode penyelenggaraan program kembaran;
- Penyelenggaraan program ekstrakurikuler;
- Menyelenggarakan program dalam bentuk kerja sama lain yang dianggap penting atau perlu;
Dalam merealisasikan hal-hal yang kami kemukakan diatas,
pemerintah dipandang perlu untuk terus mendorong lahirnya lebih banyak lagi
industri dan jasa, baik dalam skala menengah maupun besar. Hal ini disebabkan,
salah satu faktor penyebab banyaknya jumlah pengangguran dari lulusan sekolah
menengah kejuruan (SMK) adalah disebabkan terbatasnya lowongan lapangan
pekerjaan. Adanya penciptaan lapangan kerja ini juga merupakan bahagian dari
visi kompetisi, agar Indonesia mampu menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
keunggulan kompetitif, sehingga mampu memenangi setiap persaingan di bursa
tenaga kerja. Target ini bisa terwujud, jika iklim investasi atau iklim usaha
di tanah air kondusif, antara lain dengan menghilangkan hambatan-hambatan atau diskriminasi
bidang perizinan, mencabut aturan yang diskriminatif atau peraturan yang
tumpang tindih atau yang justru melahirkan ekonomi biaya tinggi, serta memberi
insentif yang memadai.
Pengangguran jelas hanya akan menjadi persoalan baru bagi
kehidupan sehari-hari. Akibat dari tingginya tingkat pengangguran, maka akan
banyak pula orang yang mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
misalnya saja ada yang menjadi pencuri atau pelaku tindak kriminal lainnya.
Oleh karena itu, perlu kiranya dicarikan solusi yang efektif dalam hal
membangun sekolah menengah kejuruan (SMK) yang mampu melahirkan atau
menciptakan lulusan yang siap pakai dalam bursa tenaga kerja demi masa depan
bangsa. Nah, mudah-mudahan konsep dan juga kebijakan yang akan diambil dalam
pendidikan nasional dengan menerapkan pendidikan yang berbasis keahlian pada
sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat lebih digalakkan lagi untuk mengatasi
tingkat pengangguran yang tinggi yang dihasilkan oleh lulusan SMK. Tidak hanya itu saja, inkonsistensi penggunaan atau penerapan kurikulum pendidikan nasional yang bisa menjawab tantangan masa depan anak didik di bursa tenaga kerja, tetap harus menjadi pertimbangan sebelum mengambil kebijakan lebih lanjut terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Sekian dan terima kasih.
Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....