Halaman

31 Mei 2016

Mengatasi Pengangguran Dengan Pendidikan Berbasis Keahlian

Tingginya pengangguran di Indonesia dan rendahnya basis tingkat keahlian, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, mengakibatkan para pakar pendidik dan pemerhati pendidikan bekerja keras mencari mode pendidikan yang mampu atau memiliki kompetensi, khususnya dalam persaingan angkatan tenaga kerja yang semakin ketat dan terbuka.

Pengangguran Dapat Diatas Dengan Menggunakan Kurikulum Pendidikan Berbasis Keahlian Di Sekolah-Sekolah Indonesia Dalam Rangka Menghadapi Pasar Tenaga Kerja Global

Kendati pendidikan di Indonesia sudah semakin tinggi, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan jaminan bahwasanya alumni atau lulusan sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya sudah siap pakai untuk bekerja pada berbagai sektor yang membutuhkan lowongan tenaga kerja. Oleh karena kondisi tersebut, adalah sangat beralasan apabila kemudian timbul pemikiran untuk memperbaiki mode pendidikan di Indonesia dengan cara membangun sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengandalkan keahlian sesuai dengan bidang yang menjadi pilihan masing-masing.

Memang akhir-akhir ini, orientasi dunia kerja sekarang ini telah mengalami pergeseran yang saat ini lebih mengutamakan keahlian daripada sekedar latar belakang pendidikan yang tinggi namun sama sekali tidak mempunyai keahlian pada bidang tertentu. Nah, dalam konteks inilah, pentingnya kita melihat dan sekaligus menganalisa prospek kebutuhan pasar kerja dan menyesuaikannya dengan pola pendidikan yang dibangun dan diterapkan oleh pemerintah. Kesiapan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan atau keahlian di dunia kerja menjadi salah satu syarat utama dan mutlak untuk dapat memasuki era kompetisi global dan pasar bebas saat ini (khususnya MEA). Untuk itulah, kami rasa sangat penting adanya peran strategis yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan formal termasuk sekolah menengah kejuruan (SMK) agar mempersiapkan diri menghadapi era kompetisi global dimaksud.

Tingginya tingkat kompetisi global, sedikit banyaknya telah mengilhami atau mendasari niat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong keberadaan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan yang akan mencetak sumber daya manusia siap kerja dengan cara membangun sekolah menengah kejuruan INPRES.

Adanya langkah kebijakan Presiden Joko Widodo diharapkan akan memperluas akses pendidikan keahlian bagi para peserta didik yang belum beruntung mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, atau bagi mereka yang memutuskan untuk memilih langsung memasuki dunia pasar kerja. Adanya rencana Presiden RI diatas, tentu saja terkait dengan visi dan misi pembangunan nasional yang beliau sebut sebagai “visi kompetisi” yang tidak bisa dielakkan lagi dengan perkembangan teknologi yang menuntut adanya efisiensi ditambah dengan adanya pergeseran lingkungan sosial global yang membuka sekat-sekat batas wilayah antarnegara, sehingga melahirkan sebuah tatanan ekonomi yang mengarah pada pasar bebas. Dengan kata lain, angkatan kerja kita tidak menjadi pecundang disebabkan adanya kesiapan sumber daya manusia menjadi syarat mutlak.

Tentu saja persiapan sumber daya manusia ini tidak saja agar bisa memiliki kemampuan untuk bersaing dengan tenaga kerja asing, tetapi juga dalam rangka mengisi kebutuhan tenaga kerja bagi industri, bidang jasa yang diharapkan segera tumbuh dan memiliki prospek tingkat tinggi. Eksistensi sekolah menengah kejuruan yang misi utamanya menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah yang siap kerja, diharapkan mampu berperan membantu industri-industri nasional dalam menghadapi gempuran dari persaingan tenaga kerja Indonesia di pasar tenaga kerja global.

Memang selama ini, sekolah kejuruan menengah belum sepenuhnya bisa menjawab banyaknya keluhan mengenai kompetensi yang dimiliki para lulusan sekolah menengah kejuruan karena dianggap belum memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan kebutuhan dunia kerja atau belum siap kerja. Kondisi ini tentu saja membawa akibat rendahnya tingkat kepercayaan dunia usaha atau bisnis dan industri terhadap para lulusan sekolah menengah kejuruan, sehingga mengakibatkan banyaknya lulusan sekolah menengah kejuruan yang akhirnya tidak mendapatkan pekerjaan atau menjadi pengangguran.

Basis Keahlian Mode Mengatasi Penggangguran
Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Bulan Agustus 2015, menyebutkan bahwa jumlah pengangguran dari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) memberikan kontribusi tertinggi, yaitu 12,65% dari 7,56 juta jumlah pengangguran di Indonesia. Sekolah menengah atas (SMA) sebesar 10,32%, untuk diploma sebesar 7,54% dan perguruan tinggi sebesar 6,40%. Adanya fakta ini, tentu saja merupakan tantangan pahit yang harus dijawab oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dimana harapan yang selama ini digadang-gadang mampu untuk menciptakan lulusan sekolah menengah kejuruan yang siap kerja ternyata justru sebaliknya sekolah kejuruan justru menghasilkan jumlah pengangguran yang terbanyak sehingga menjadi beban bagi perekonominan nasional.

Kondisi pahit diatas, tentu saja tidak terlepas dari sistem pengajaran dan pendidikan yang diterapkan di sekolah menengah kejuruan yang selama ini belum sepenuhnya memiliki “link and match” dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu kiranya merumuskan kurikulum yang memiliki kompetensi dan mengemasnya dalam sistem pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan pangsa pasar tenaga kerja yang memiliki standar kompetensi. Hal yang perlu ditekankan selanjutnya adalah mengenai tingkat lulusan dari sekolah menengah kejuruan harus memiliki keunggulan kompentensi untuk merespons visi dan misi kompetensi yang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden RI, agar tidak tersingkir dari kejamnya persaingan tenaga kerja global yang lebih memiliki keunggulan ataupun keahlian terhadap bidang kerja yang digelutinya.

Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Langkah strategis seperti revitalisasi peran sekolah menengah kejuruan harus menjadi skala prioritas Kemendikbud disebabkan SMK menjadi terobosan untuk memperoleh para lulusan siap kerja di level menengah. Revitalisasi ini tentu saja dilakukan harus melihat tingkat kebutuhan atau tren pasar tenaga kerja di bidang apa yang saat ini paling banyak dibutuhkan atau dengan kata lain tenaga kerja yang memiliki prospek gemilang di masa yang akan datang serta mampu memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan nasional.

Realisasi dari adanya kebijakan revitalisasi diatas, oleh pemerintah telah menetapkan dan sekaligus memetakan 3 (tiga) program keahlian yang dianggap sejalan dengan program pemerintah dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, yakni:
  1. Bidang pertanian;
  2. Bidang pariwisata;
  3. Dan budang kemaritiman;
Terhadap adanya materi pelatihan keahlian pada 3 (tiga) bidang tersebut, perlu kiranya fokus dari pemerintah Indonesia. Upaya revitalisasi sekolah menengah kejuruan juga sangat perlu melibatkan para kalangan industri dan jasa yang kelak diharapkan menggunakan tenaga keahlian lulusan sekolah menengah kejuruan. Adanya intensitas komunikasi dengan berbagai pihak diharapkan akan menemukan “formulasi kurikulum” atau materi pengajaran yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang ada saat ini. Dengan demikian, konsep link and match yang telah ditetapkan akan dapat terwujud sehingga lulusan SMK benar-benar menjadi tenaga kerja yang siap pakai dan lebih profesional. Melalui adanya langkah-langkah yang dilakukan diatas, nantinya masyarakat tidak akan melihat dan menilai sebelah mata terhadap pendidikan kejuruan. Paradigma yang ada ditengah-tengah masyarakat yang selama ini menganggap pendidikan kejuruan kalah gengsi dibandingkan jalur pendidikan umum dengan sendirinya akan pudar. Pendidikan kejuruan harus dilihat sebagai investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia siap kerja yang memiliki keahlian dan tingkat kompetensi di bursa pasar tenaga kerja. Dengan demikian, para lulusan SMK benar-benar dapat menjadi “skilled labour”, yang mampu memberi nilai tambah bagi produktivitas nasional melalui industri dan bidang jasa yang dijalaninya (tidak terkecuali dalam hal ini tenaga kerja dibidang jasa hukum di Indonesia).

Disamping itu, revitalisasi pendidikan SMK dapat dilakukan misalnya tentang syarat sistem penyelenggaraannya, antara lain:
  • Kewajiban untuk adanya memperoleh izin dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud);
  • Mengikuti Standar Nasional Pendidikan (SNP);
  • Peserta didik warga negara Indonesia (WNI) harus mengikuti Ujian Nasional (UN);
  • Sekolah wajib mengikuti akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN);
Disamping itu, ada syarat lain yang bisa ditetapkan oleh pemerintah, antara lain:
  • Jumlah tenaga kependidikan dan pendidik;
  • Pendidik (guru) Warga Negara Indonesia (WNI) minimal 30% (persen);
  • Tenaga kependidikannya minimal 80% (persen);
  • Penerapan sistem renumerasi menerapkan sistem yang berkeadilan;
Adanya penerapan sistem penyelenggaraan pendidikan diatas, juga sangat berhubungan dengan sistem pengelolaannya yang dapat dilaksanakan dengan:
  • Bentuk pertukaran pendidik dan tenaga kependidikan;
  • Pertukaran peserta didik;
  • Pemanfaatan sumber daya;
  • Menerapkan metode penyelenggaraan program kembaran;
  • Penyelenggaraan program ekstrakurikuler;
  • Menyelenggarakan program dalam bentuk kerja sama lain yang dianggap penting atau perlu;
Dalam merealisasikan hal-hal yang kami kemukakan diatas, pemerintah dipandang perlu untuk terus mendorong lahirnya lebih banyak lagi industri dan jasa, baik dalam skala menengah maupun besar. Hal ini disebabkan, salah satu faktor penyebab banyaknya jumlah pengangguran dari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah disebabkan terbatasnya lowongan lapangan pekerjaan. Adanya penciptaan lapangan kerja ini juga merupakan bahagian dari visi kompetisi, agar Indonesia mampu menghasilkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan kompetitif, sehingga mampu memenangi setiap persaingan di bursa tenaga kerja. Target ini bisa terwujud, jika iklim investasi atau iklim usaha di tanah air kondusif, antara lain dengan menghilangkan hambatan-hambatan atau diskriminasi bidang perizinan, mencabut aturan yang diskriminatif atau peraturan yang tumpang tindih atau yang justru melahirkan ekonomi biaya tinggi, serta memberi insentif yang memadai.

Pengangguran jelas hanya akan menjadi persoalan baru bagi kehidupan sehari-hari. Akibat dari tingginya tingkat pengangguran, maka akan banyak pula orang yang mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya saja ada yang menjadi pencuri atau pelaku tindak kriminal lainnya. Oleh karena itu, perlu kiranya dicarikan solusi yang efektif dalam hal membangun sekolah menengah kejuruan (SMK) yang mampu melahirkan atau menciptakan lulusan yang siap pakai dalam bursa tenaga kerja demi masa depan bangsa. Nah, mudah-mudahan konsep dan juga kebijakan yang akan diambil dalam pendidikan nasional dengan menerapkan pendidikan yang berbasis keahlian pada sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat lebih digalakkan lagi untuk mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi yang dihasilkan oleh lulusan SMK. Tidak hanya itu saja, inkonsistensi penggunaan atau penerapan kurikulum pendidikan nasional yang bisa menjawab tantangan masa depan anak didik di bursa tenaga kerja, tetap harus menjadi pertimbangan sebelum mengambil kebijakan lebih lanjut terhadap dunia pendidikan di Indonesia.

Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....