Halaman

11 Mei 2016

Harapan Baru Dari Kepala Daerah Di Tapteng Dan Tebingtinggi

Sebentar lagi harapan baru dari kehadiran calon kepala daerah di Kabupaten Tapteng dan Kota Tebingtinggi akan muncul. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU RI bahwa kedua daerah yang berada di Provinsi Sumatera Utara tersebut akan mengadakan pilkada atau pemilu serentak gelombang kedua untuk memilih bupati dan/atau walikota berikut dengan para wakilnya yang mana akan diselenggarakan pada tanggal 15 Februari 2017 yang akan datang.

Advokat Dan Pengacara N.Hasudungan Silaen, SH Spesialis Hukum Pemilu Dan Pilkada Di Indonesia

Pihak penyelenggara pilkada (dalam hal ini KPUD dan Bawaslu Sumut) telah intens melakukan persiapan mulai dari pendanaan sampai perekrutan petugas-petugas yang nantinya akan dilibatkan dalam penyelenggaraan pesta demokrasi rakyat di Kota Tebingtinggi dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).

Tak mau kalah, para stakeholder tokoh masyarakat sipil dan militer, serta juga partai politik sudah mulai mempersiapkan dan/atau melakukan seleksi secara ketat dan berjenjang terhadap para “jagoannya” untuk nantinya diusung dan selanjutnya diharapkan calonnya tersebut bisa memenangkan pilkada dimaksud.

Tentu saja, dari munculnya nama-nama bakal pasangan calon walikota tebing tinggi dan calon bupati tapanuli tengah di pilkada 2017, berikut para wakilnya pada kedua daerah di Provinsi Sumut tersebut, sedikit banyak menciptakan harapan baru bagi masyarakat untuk bisa merasakan efek proses pembangunan yang dimaknai belum sepenuhnya menyentuh akar permasalahan, khususnya bidang ekonomi dan infrastruktur.

Memang para bakal pasangan calon kepala daerah mempunyai latar belakang yang berbeda, baik tingkat pendidikan maupun letak geografis dan sosial, namun hal tersebut seharusnya tidak dimaknai sebagai salah satu faktor penghambat jalannya proses pembangunan dan meningkatkan koordinasi yang berkelanjutan dengan baik, terlebih-lebih akan adanya sinkronisasi pembangunan dengan daerah lain yang berbatasan langsung maupun yang berdekatan dari struktur adat istiadat dan budaya. Adanya koordinasi dan sinkronisasi dalam proses pembangunan, tentu saja akan memberikan hasil yang maksimal dalam rangka mensejahterakan rakyat.

Semangat Roh Pilkada Serentak
Salah satu hal penting dari semangat pelaksanaan pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia adalah “roh kebersamaan kepala daerah” yang dapat kita lihat langsung dari proses dan tahapan penyelenggaraan maupun dari pelantikannya. Calon-calon kepala daerah akan sama-sama bertarung di daerah pemilihan masing-masing dan setelah nama-nama mereka dinyatakan sebagai pemenang sah pilkada oleh KPUD setempat, maka kepala daerah tersebut akan sama-sama dan serentak pula dilantik, inilah yang kami anggap sebagai “roh pilkada” yang dimaksud.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, bahwa kepala daerah adalah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, meskipun Undang-Undang (UU) Otonomi Daerah memberikan kewenangan secara penuh kepada daerah untuk membangun wilayahnya. Oleh karena itu, koordinasi dan sinkronisasi serta sinergi dengan kebijakan pemerintah pusat harus tetap dijadikan referensi penting.

Memang roh kebersamaan antara pemerintah daerah dan pusat pasca diberlakukannya UU Otonomi Daerah sedikit memudar, dimana ada sejumlah kepala daerah tidak melakukan sinergi dan telah menjadi “raja-raja kecil” dalam mengeksploitasi setiap jengkal wilayah kekuasaannya. Dinamika ini dapat kita lihat dari pola hubungan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi. Dimana, secara administratif pemerintah kabupaten ataupun kota banyak yang merasa bahwa pemerintahannya bukan merupakan bahagian dari provinsi, disebabkan para Bupati ataupun Walikota tidak dipilih atau diangkat oleh Gubernur sehingga tidak ada kewajiban untuk tunduk kepada Gubernur. Pendapat ini sebenarnya keliru, karena apabila kita mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah secara jelas menyatakan => “bahwa pemerintah kabupaten atau kota adalah merupakan bahagian dari pemerintah provinsi”.

Ada juga pendapat lain yang menyatakan => bahwa para gubernur adalah merupakan kader partai politik dalam sistem ketatanegaraan RI dan bukan merupakan sosok pemimpin provinsi, sehingga para bupati ataupun walikota melihat dan menilainya bukanlah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah. Padahal sebenarnya, gubernur itu merupakan pembantu presiden disektor territorial (kewilayahan) yang kedudukannya disetarakan dengan para menteri yang duduk di kabinet.

Nah, ketidakselarasan sebagaimana kami kemukakan diatas antara pemerintahan pusat dan daerah dikuatirkan akan menjadi salah satu “batu ganjalan” yang dapat menghalangi terlaksananya pembangunan secara maksimal dan berdaya guna, karena itu roh kebersamaan dalam penyelenggaraan pilkada serentak sebagaimana kami kemukakan diatas, dapat dijadikan sebagai semangat dan tonggak baru untuk menselaraskan kebijakan pembangunan disemua lini, khusunya untuk daerah Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Tebingtinggi Deli.

Progam Calon Kepala Daerah
Secara umum, setiap calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada pasti telah menyusun program-program unggulannya yang akan ditawarkan kepada masyarakat sebagai salah satu cara untuk mengambil simpati dari para pemilih. Dan secara umum pula, target dan program skala prioritas untuk masa 5 (lima) tahun masa pemerintahannya dapat disimpulkan adalah “demi kesejahteraan rakyat” di daerah. Diikuti dengan adanya penjelasan tentang pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) daerah, misalnya di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) di daerah Batangtoru ada tambang emas, maka sedikit banyaknya hal ini akan diumbar dan digadang-gadang untuk dieksplotasi berikut dengan segala regulasi perizinannya ke berbagai pihak.

Seandainya memang nantinya benar hasil dari tambang di Tapteng tersebut dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka kesenjangan sosial dan ekonomi antar daerah yang satu dengan yang lainnya agar dapat secepatnya teratasi.

Tapi tak dapat kita pungkiri, bahwa tidak sedikit daerah yang hanya mengeruk sumber daya alam hanya untuk kepentingan kepala daerah maupun para wakil rakyat beserta dengan kelompoknya, misalnya dengan memberikan izin pertambangan kepada para kroninya, tentang bagi hasil eksploitasi tambang yang tidak transparan, hingga kemungkinan menerbitkan suatu kebijakan yang tidak ramah terhadap pelestarian lingkungan. Dimana selanjutnya acapkali tersangkut dengan masalah hukum, karena diindikasikan telah melakukan tindak pidana korupsi dan telah pula dinyatakan sebagai tersangka oleh para penegak hukum di Indonesia.

Belajar dari kondisi diatas, memunculkan wacana agar kedepannya para kepala daerah yang terpilih dilantik di Istana Kepresidenan melalui Kementerian Dalam Negeri (Mendagri), sehingga semakin menciptakan hubungan emosional yang harmonis antara pemerintah pusat dengan daerah. Memang selama ini, para bupati atau walikota dilantik di ibukota provinsi, dengan demikian wacana diatas akan menimbulkan kebanggaan tersendiri dalam diri kepala daerah terpilih karena dilantik di Istana Kepresidenan. Namun, hal itu masih merupakan wacana karena UU secara tegas tidak menyatakan => “bahwa pelantikan bupati atau walikota dilakukan di ibukota provinsi”.

Kegagalan konsep pelantikan di istana janganlah dijadikan sebagai sumber permasalahan untuk menciptakan sinergi dan semangat kebersamaan dalam membangunan negeri kita. Pemerintah pusat dan daerah harus terus mengupayakan agar koordinasi, sinkronisasi dan transparansi program pembangunan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta sebaliknya tidak terkotak-kotak dan terputus. Kebersamaan melaksanakan pilkada serentak tahap 2 tahun 2017 di 102 daerah dapat dijadikan sebuah momentum yang sangat strategis untuk memadukan pembangunan di daerah-daerah, khususnya dalam rangka menciptakan harmonisasi para kepala daerah untuk membuat “master plan” pembangunan NKRI. Sikap egois yang selama ini melekat pada diri masing-masing kepala daerah harus dibuang jauh-jauh persatuan visi dan misi pembangunan dan mensejahterakan masyarakat menjadi program nasional yang harus diwujudkan oleh setiap kepala daerah yang ada di negeri tercinta ini.

Geografis dan karakteristik daerah boleh saja berbeda satu dengan lainnya, namun derap langkah dan irama program pembangunan harus diselaraskan dan dijalankan secara serentak sesuai dengan komitmen program pembangunan nasional di Provinsi Sumut, tanpa mengesampingkan kemampuan dari kepala daerah walikota Tebingtinggi Deli dan bupati Tapteng untuk bekerja secara maksimal menciptakan berbagai terobosan dan ide cemerlang dalam rangka meraih kemajuan pada daerah masing-masing. Dengan demikian label sebagai “raja di daerah” secara perlahan-lahan akan terkikis dan menciptakan slogan baru sebagai kepala daerah yang bertugas melayani dan mengabdi bagi rakyat yang telah dominan memilihnya menjadi Bupati/Walikota/Wakilnya. Ingat, bahwa suara rakyat adalah suara tuhan, serta kedaulatan ada ditangan rakyat. Jadi bila anda ingin dipilih dan dicintai oleh rakyat, maka berikanlah yang terbaik bagi rakyat yang telah memilih, yaitu dengan merealisasikan program mensejahterakan rakyat. Kepala daerah baru, harapan baru.

Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....