Sebentar
lagi harapan baru dari kehadiran calon kepala daerah di Kabupaten Tapteng dan Kota
Tebingtinggi akan muncul. Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU
RI bahwa kedua daerah yang berada di Provinsi Sumatera Utara tersebut akan
mengadakan pilkada atau pemilu serentak gelombang kedua untuk memilih bupati
dan/atau walikota berikut dengan para wakilnya yang mana akan diselenggarakan
pada tanggal 15 Februari 2017 yang akan datang.
Pihak
penyelenggara pilkada (dalam hal ini KPUD dan Bawaslu Sumut) telah intens
melakukan persiapan mulai dari pendanaan sampai perekrutan petugas-petugas yang
nantinya akan dilibatkan dalam penyelenggaraan pesta demokrasi rakyat di Kota
Tebingtinggi dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Tak
mau kalah, para stakeholder tokoh masyarakat sipil dan militer, serta juga partai politik sudah
mulai mempersiapkan dan/atau melakukan seleksi secara ketat dan berjenjang terhadap
para “jagoannya” untuk nantinya diusung dan selanjutnya diharapkan calonnya tersebut
bisa memenangkan pilkada dimaksud.
Tentu
saja, dari munculnya nama-nama bakal pasangan calon walikota tebing tinggi dan calon bupati tapanuli tengah di pilkada 2017, berikut para wakilnya pada kedua daerah di Provinsi Sumut tersebut, sedikit banyak menciptakan
harapan baru bagi masyarakat untuk bisa merasakan efek proses pembangunan yang
dimaknai belum sepenuhnya menyentuh akar permasalahan, khususnya bidang ekonomi
dan infrastruktur.
Memang
para bakal pasangan calon kepala daerah mempunyai latar belakang yang berbeda,
baik tingkat pendidikan maupun letak geografis dan sosial, namun hal tersebut
seharusnya tidak dimaknai sebagai salah satu faktor penghambat jalannya proses
pembangunan dan meningkatkan koordinasi yang berkelanjutan dengan baik,
terlebih-lebih akan adanya sinkronisasi pembangunan dengan daerah lain yang
berbatasan langsung maupun yang berdekatan dari struktur adat istiadat dan
budaya. Adanya koordinasi dan sinkronisasi dalam proses pembangunan, tentu saja
akan memberikan hasil yang maksimal dalam rangka mensejahterakan rakyat.
Semangat Roh Pilkada
Serentak
Salah
satu hal penting dari semangat pelaksanaan pilkada serentak di seluruh wilayah
Indonesia adalah “roh kebersamaan kepala
daerah” yang dapat kita lihat langsung dari proses dan tahapan
penyelenggaraan maupun dari pelantikannya. Calon-calon kepala daerah akan
sama-sama bertarung di daerah pemilihan masing-masing dan setelah nama-nama
mereka dinyatakan sebagai pemenang sah pilkada oleh KPUD setempat, maka kepala
daerah tersebut akan sama-sama dan serentak pula dilantik, inilah yang kami
anggap sebagai “roh pilkada” yang
dimaksud.
Dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, bahwa kepala daerah adalah merupakan
perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, meskipun Undang-Undang (UU) Otonomi
Daerah memberikan kewenangan secara penuh kepada daerah untuk membangun
wilayahnya. Oleh karena itu, koordinasi dan sinkronisasi serta sinergi dengan
kebijakan pemerintah pusat harus tetap dijadikan referensi penting.
Memang
roh kebersamaan antara pemerintah daerah dan pusat pasca diberlakukannya UU
Otonomi Daerah sedikit memudar, dimana ada sejumlah kepala daerah tidak
melakukan sinergi dan telah menjadi “raja-raja kecil” dalam mengeksploitasi
setiap jengkal wilayah kekuasaannya. Dinamika ini dapat kita lihat dari pola
hubungan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi. Dimana,
secara administratif pemerintah kabupaten ataupun kota banyak yang merasa bahwa
pemerintahannya bukan merupakan bahagian dari provinsi, disebabkan para Bupati
ataupun Walikota tidak dipilih atau diangkat oleh Gubernur sehingga tidak ada
kewajiban untuk tunduk kepada Gubernur. Pendapat ini sebenarnya keliru, karena
apabila kita mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
secara jelas menyatakan => “bahwa pemerintah kabupaten atau kota adalah
merupakan bahagian dari pemerintah provinsi”.
Ada
juga pendapat lain yang menyatakan => bahwa para gubernur adalah merupakan
kader partai politik dalam sistem ketatanegaraan RI dan bukan merupakan sosok pemimpin provinsi, sehingga para
bupati ataupun walikota melihat dan menilainya bukanlah merupakan perpanjangan
tangan dari pemerintah pusat di daerah. Padahal sebenarnya, gubernur itu
merupakan pembantu presiden disektor territorial (kewilayahan) yang
kedudukannya disetarakan dengan para menteri yang duduk di kabinet.
Nah,
ketidakselarasan sebagaimana kami kemukakan diatas antara pemerintahan pusat
dan daerah dikuatirkan akan menjadi salah satu “batu ganjalan” yang dapat menghalangi terlaksananya pembangunan
secara maksimal dan berdaya guna, karena itu roh kebersamaan dalam
penyelenggaraan pilkada serentak sebagaimana kami kemukakan diatas, dapat dijadikan
sebagai semangat dan tonggak baru untuk menselaraskan kebijakan pembangunan
disemua lini, khusunya untuk daerah Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Tebingtinggi
Deli.
Progam Calon Kepala Daerah
Secara
umum, setiap calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada pasti telah
menyusun program-program unggulannya yang akan ditawarkan kepada masyarakat sebagai
salah satu cara untuk mengambil simpati dari para pemilih. Dan secara umum
pula, target dan program skala prioritas untuk masa 5 (lima) tahun masa pemerintahannya
dapat disimpulkan adalah “demi kesejahteraan rakyat” di daerah. Diikuti dengan
adanya penjelasan tentang pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya alam (SDA)
daerah, misalnya di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) di daerah Batangtoru ada
tambang emas, maka sedikit banyaknya hal ini akan diumbar dan digadang-gadang untuk
dieksplotasi berikut dengan segala regulasi perizinannya ke berbagai pihak.
Seandainya
memang nantinya benar hasil dari tambang di Tapteng tersebut dimanfaatkan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka kesenjangan sosial
dan ekonomi antar daerah yang satu dengan yang lainnya agar dapat secepatnya
teratasi.
Tapi
tak dapat kita pungkiri, bahwa tidak sedikit daerah yang hanya mengeruk sumber
daya alam hanya untuk kepentingan kepala daerah maupun para wakil rakyat
beserta dengan kelompoknya, misalnya dengan memberikan izin pertambangan kepada
para kroninya, tentang bagi hasil eksploitasi tambang yang tidak transparan,
hingga kemungkinan menerbitkan suatu kebijakan yang tidak ramah terhadap
pelestarian lingkungan. Dimana selanjutnya acapkali tersangkut dengan masalah hukum, karena diindikasikan telah melakukan tindak pidana korupsi dan telah pula dinyatakan sebagai tersangka oleh para penegak hukum di Indonesia.
Belajar
dari kondisi diatas, memunculkan wacana agar kedepannya para kepala daerah yang
terpilih dilantik di Istana Kepresidenan melalui Kementerian Dalam Negeri
(Mendagri), sehingga semakin menciptakan hubungan emosional yang harmonis
antara pemerintah pusat dengan daerah. Memang selama ini, para bupati atau
walikota dilantik di ibukota provinsi, dengan demikian wacana diatas akan
menimbulkan kebanggaan tersendiri dalam diri kepala daerah terpilih karena
dilantik di Istana Kepresidenan. Namun, hal itu masih merupakan wacana karena
UU secara tegas tidak menyatakan => “bahwa pelantikan bupati atau walikota
dilakukan di ibukota provinsi”.
Kegagalan
konsep pelantikan di istana janganlah dijadikan sebagai sumber permasalahan
untuk menciptakan sinergi dan semangat kebersamaan dalam membangunan negeri
kita. Pemerintah pusat dan daerah harus terus mengupayakan agar koordinasi,
sinkronisasi dan transparansi program pembangunan di tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota serta sebaliknya tidak terkotak-kotak dan terputus.
Kebersamaan melaksanakan pilkada serentak tahap 2 tahun 2017 di 102 daerah
dapat dijadikan sebuah momentum yang sangat strategis untuk memadukan
pembangunan di daerah-daerah, khususnya dalam rangka menciptakan harmonisasi
para kepala daerah untuk membuat “master
plan” pembangunan NKRI. Sikap egois yang selama ini melekat pada diri
masing-masing kepala daerah harus dibuang jauh-jauh persatuan visi dan misi
pembangunan dan mensejahterakan masyarakat menjadi program nasional yang harus
diwujudkan oleh setiap kepala daerah yang ada di negeri tercinta ini.
Geografis
dan karakteristik daerah boleh saja berbeda satu dengan lainnya, namun derap
langkah dan irama program pembangunan
harus diselaraskan dan dijalankan secara serentak sesuai dengan komitmen
program pembangunan nasional di Provinsi Sumut, tanpa mengesampingkan kemampuan
dari kepala daerah walikota Tebingtinggi Deli dan bupati Tapteng untuk bekerja secara
maksimal menciptakan berbagai terobosan dan ide cemerlang dalam rangka meraih
kemajuan pada daerah masing-masing. Dengan demikian label sebagai “raja di
daerah” secara perlahan-lahan akan terkikis dan menciptakan slogan baru sebagai
kepala daerah yang bertugas melayani dan mengabdi bagi rakyat yang telah
dominan memilihnya menjadi Bupati/Walikota/Wakilnya. Ingat, bahwa suara rakyat
adalah suara tuhan, serta kedaulatan ada ditangan rakyat. Jadi bila anda ingin
dipilih dan dicintai oleh rakyat, maka berikanlah yang terbaik bagi rakyat yang
telah memilih, yaitu dengan merealisasikan program mensejahterakan rakyat.
Kepala daerah baru, harapan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....