17 Februari 2016

Peran Advokat Dalam Proses Mediasi Di Pengadilan

Peran Advokat (Pengacara atau Kuasa Hukum) Dalam Proses Mediasi Di Pengadilan # Dalam proses penyelesaian suatu sengketa atau kasus, terkadang peran mediasi yang dilakukan oleh seorang advokat, sangat dibutuhkan. Mediasi yang dilakukan oleh advokat (baik sebelum dan sesudah di pengadilan) tersebut adalah sebagai salah satu perwujudan pelayanan hukum yang bisa memberikan salah satu solusi dan atau cara penyelesaian sengketa (kasus) dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak lain yang dapat diterima dan telah mendapat persetujuan dari para pihak yang sedang bersengketa.

Pentingnya Advokat Atau Kuasa Hukum Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Mediasi Di Pengadilan

Arti Dan Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus.

Apa kaitannya mediasi dengan pelayanan jasa bantuan hukum yang diberikan oleh seorang advokat atau pengacara? Ilustrasinya kira-kira seperti ini, ketika anda memiliki sebuah permasalahan, persoalan atau perkara hukum, misalnya perkara perdata, yaitu berupa perkara ingkar janji (wanprestasi). Atas adanya perkara dimaksud, anda tidak paham bagaimana cara menyelesaikannya agar orang yang melakukan ingkar janji tersebut bersedia memenuhi prestasi yang dibebankan kepadanya. Disamping itu, anda sendiri tidak memiliki niat agar perkara tersebut sampai ke pengadilan melalui pengajuan gugatan perdata.

Nah, bila memang kondisi seperti diatas terjadi, anda dapat mempergunakan jasa seorang advokat atau pengacara untuk menjalankan tugasnya dalam memberikan solusi tentang tata cara penyelesaian sengketa agar perkara hukum perdata yang sedang anda alami tidak sampai mengajukan gugatan pengadilan.

Bahwa mediasi mengandung arti mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para pihak yang bersengketa dan atau membantu para pihak untuk mencapai penyelesaian. Meskipun demikian, akseptabilitas tidak mengisyaratkan bahwa para pihak selalu berkehendak untuk melakukan dan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan oleh para pihak ketiga. Sedangkan peran advokat disini adalah untuk melakukan kegiatan dan atau serangkaian perbuatan hukum tindakan berupa advis, anjuran, pendampingan, pernyataan maupun pembelaan terhadap salah satu pihak yang bersengketa.

Nah, contoh diatas adalah merupakan ilustrasi bahwasanya suatu perkara dapat diselesaikan sebelum sampai ke pengadilan. Lalu bagaimana mediasi tersebut dapat dilakukan oleh seorang advokat (pengacara) ketika sebuah perkara telah sampai ke depan pengadilan? Mari kita simak penjelasannya.

Dasar Hukum Mediasi Di Pengadilan
Yang menjadi dasar hukum melakukan mediasi suatu sengketa (perkara) di pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008, dimana berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Perma No.1/2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Penggunaan lembaga mediasi ini adalah bertujuan untuk menjadikan penyelesaian suatu sengketa dapat terselesaikan dengan secara cepat, murah, dan dapat memberikan akses yang lebih besar bagi para pihak dalam menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Proses  mediasi dalam proses beracara di dalam pengadilan adalah merupakan satu proses yang wajib diikuti oleh semua pihak, termasuk hakim, mediator dan para pihak, serta sangat serius dilakukan. Karena, apabila proses mediasi ini dilanggar maka akan berakibat putusan yang dihasilkan oleh pengadilan bersifat batal demi hukum.

Advokat Bisa Mendamping Dan Mengikuti Proses Mediasi Di Pengadilan
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa advokat (pengacara) tidak boleh mengikuti atau mendampingi selama dilakukannya proses mediasi di pengadilan. Namun, untuk menjelaskan hal tersebut, kita akan analisis sedikit tentang peran advokat selaku kuasa hukum dalam ketentuan PERMA No. 1 Tahun 2008, dimana pada Pasal 1 angka 8 dengan jelas disebutkan bahwa: “Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian. Makna dari ketentuan Pasal 1 angka 8 dengan jelas mengandung arti yang tegas bahwasanya advokat secara a contrario bukan termasuk bahagian daripara pihak, karena advokat (pengacara) hanya sebatas wakil atau menjalankan kuasa dari para pihak yang sedang bersengketa. Sehingga, apabila terjadi kesepakatan yang dibuat oleh para pihak dalam proses mediasi, maka hal tersebut bisa memberikan arti bahwa kesepakatan tersebut bukanlah kesepakatan antara advokat atau kuasa hokum dari pihak yang bersengketa.

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 12 PERMA No. 1 Tahun 2008, menyebutkan: “Proses mediasi tertutup adalah bahwa pertemuan-pertemuan mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas izin para pihak. Ketentuan pasal 1 angka 12 jelas ada menegaskan bahwa advokat diperbolehkan mengikuti (menghadiri) proses mediasi tertutup untuk mewakili kepentingan kliennya, namun tetap terikat untuk tidak boleh menyampaikan dinamika proses mediasi kepada khalayak ramai (publik), kecuali disetujui oleh para pihak.

Dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3), menyebutkan: “Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Arti dan pengertian dari kata mendorong dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di antaranya bermakna: mendesak atau memaksa supaya berbuat sesuatu. Kaitan pengertian mendorong sebagaimana yang termaktub dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3) diatas, bahwa mediasi difokuskan kepada hakim, agar hakim mendorong atau mendesak atau memaksa para pihak baik langsung maupun tidak langsung melalui kuasa hukumnya (advokat) untuk berperan lansung atau aktif dalam proses mediasi.

Peran Dan Fungsi Strategis Advokat Pengacara Konsultan Hukum Sebagai Kuasa Mendampingi Proses Mediasi Di Depan Pengadilan

Apabila kita bandingkan ketentuan ayat (3) dengan ayat (4) dalam Pasal 7 PERMA No. 1 Tahun 2008, hanya terletak pada kata “wajib”. Dalam ayat (3), peran hakim untuk mendorong tidak disertai dengan kata “wajib”. Pasal 7 ayat (4): “Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi”. Berbeda dengan ketentuan pasal 7 ayat (3), pada ayat (4) di atas, advokat selaku kuasa hukum memiliki peran yang sama seperti hakim, yaitu sama-sama mendorong (mendesak dan memaksa) para pihak sendiri untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Namun perbedaannya terletak pada kata “wajib”. Yaitu peran advokat mendorong tersebut memiliki bobot sifat “wajib”. Makna kata “sendiri” di dalam rumusan pasal 7 ayat (4) tidak dapat ditafsirkan bahwa para pihak “wajib” mengikuti proses mediasi secara sendiri tanpa kuasa hukum (advokat). Bila dimaknai demikian, maka tentu akan bertentangan dengan ketentuan pasal 1 angka 12. Untuk itu kata “sendiri” harus dimaknai sebatas makna bahwa para pihak diharapkan terlibat secara langsung dalam proses mediasi. Sedangkan ketentuan Pasal 14 ayat (1), menyatakan bahwa: “Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut”. Sementara Pasal 16 ayat (1) menyatakan: “Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak”. Pasal 17 ayat (2): “Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai”.

Nah, dengan adanya rumusan kata “kuasa hukum” yang terdapat pada ketentuan pasal 14, 16 dan 17 dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, adalah kembali menguatkan kedudukan peran advokat (pengacara) dalam mengikuti proses mediasi, baik itu dalam hal mewakili ataupun mendampingi. Dengan demikian, jelas dan nyata, bahwasanya ketentuan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tidak ada satu ketentuan yang melarang atau menolak kehadiran advokat dalam proses mediasi di pengadilan, baik untuk mendampingi maupun sepenuhnya mewakili kepentingan para pihak yang menjadi kliennya. Dan juga, sangat tidak beralasan hukum apabila ada hal yang menyatakan proses mediasi dinyatakan gagal bilamana tidak diikuti secara langsung dan sendiri oleh prinsipal para pihak.


Mediasi Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016
Pada sekitar bulan Februari 2016 lalu, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia, telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang “Prosedur Mediasi Di Pengadilan” (Perma No. 1/2016).

Berdasarkan Perma 1/2016 tersebut, salah satu ketentuan yang sangat penting adalah => perihal adanya kewajiban kehadiran para pihak atau prinsipal dalam pertemuan mediasi, hal mana ketentuan mana terlihat jelas dalam Pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan => “Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Ketentuan ini sangat tegas mewajibkan kepada para pihak atau prinsipal, baik penggugat maupun tergugat untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi, tidak mempermasalahkan apakah kuasa hukum para prinsipal ikut mendampingi atau tidak ikut mendampingi prinsipal dalam pertemuan mediasi.

Ketentuan ini jelas sangat berbeda dengan Perma Mediasi sebelumnya, yakni Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan yang tidak terdapat kewajiban bagi Para Pihak atau Prinsipal untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi. Ketentuan mana tersebut dalam Pasal 2 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2008 yang menyebutkan: “Hakim, Mediator, dan Para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini”. Jadi, kewajiban untuk mengikuti prosedur mediasi yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2008 bukanlah untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi di pengadilan.

Selanjutnya bila dilihat dalam Pasal 7 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2008 yang menyatakan “Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi”. Kemudian dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2008, menyebutkan bahwa “Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak, untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi”. Nah, dalam pasal ini juga tidak terdapat redaksional yang tegas bagi para pihak untuk hadir secara langsung dalam pertemuan mediasi, hanya berupa dorongan atau ajuran dari hakim, itu pun mendorongnya bisa hanya melalui perantara kuasa hukum untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi, jadi titik penekanan mediasi adalah pada peran dan keaktifan bukan pada kehadiran pada pertemuan mediasi.

Demikian halnya pula dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3) Perma 1/2008 yang kurang lebih sama untuk mewajibkan kuasa hukum dalam hal mendorong para pihak (prinsipal) yang berperkara untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.

Pada Perma Mediasi diatur bahwa ketidakhadiran merupakan salah satu sebab yang dapat mengakibatkan para pihak yang tidak hadir dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses mediasi oleh mediator. Dalam hal penggugat dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses mediasi maka, oleh hakim pemeriksa perkara gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima dan biaya mediasi dibebankan kepada penggugat (vide ketentuan Pasal 22 Perma 1/2016).

Dalam hal tergugat yang dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses mediasi maka dalam hal gugatan dimenangkan oleh penggugat, maka biaya mediasi dibebankan kepada tergugat. Apabila gugatan dimenangkan oleh Tergugat, maka biaya mediasi juga dibebankan kepada tergugat sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat (vide ketentuan Pasal 23 Perma 1/2016).


Sementara dalam hal Para Pihak secara bersama-sama (penggugat dan tergugat) dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan yang bersangkutan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi (vide ketentuan Pasal 23 Perma 1/2016).

Manfaat Proses Mediasi Yang Dilakukan oleh Advokat
Ada sikap dan pandangan miris pihak-pihak yang memiliki pendapat negatif bahwa kehadiran advokat (pengacara/kuasa hukum) dalam proses mediasi tidak memberi manfaat bagi terciptanya kesepakatan antar para pihak yang bersengketa. Sehingga hal tersebut telah melabelisasi agar para advokat tidak perlu dilibatkan (mewakili atau mendampingi) dalam proses mediasi. Namun, hal tersebut harus dijadikan sebagai sebagai dasar untuk bersikap anti pati 100% dan pesimis terhadap peran advokat dalam proses mediasi. Seakan-akan bila suatu proses mediasi diikuti oleh para advokat, sudah bisa dipastikan tidak akan tercapai kata kesepakatan untuk berdamai. Bila ditemukan “advokat nakal” yang menghendaki atau bertujuan agar suatu masalah hukum yang dialami seseorang tak kunjung selesai demi untuk kepentingan mendapatkan imbalan (honorarium) semata, maka hal tersebut sebenarnya telah diantisipasi oleh organisasi advokat di dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), yang secara tegas ada menyatakan, sebagai berikut:
  • Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan (vide pasal 3 hurup b Kode Etik Advokat);
  • Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan proses penyelesaian dengan jalan damai (vide pasal 4 hurup a Kode Etik Advokat);
  • Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya (vide pasal 4 hurup b Kode Etik Advokat);
Dari adanya pengaturan dari ketentuan kode etik advokat di atas, maka sudah wajib untuk dipedomani dan dilaksanakan oleh seorang advokat yang melaksanakan dan atau mengikuti proses mediasi, serta tugas-tugas lain yang berhubungan dengan profesi advokat. Sehingga proses mediasi yang diikutinya dapat lebih berkualitas, bermanfaat dalam menghasilkan suatu kesepakatan yang paripurna dalam sebuah penyelesaian sengketa. Prinsip-prinsip kode etik advokat tersebut, sudah selayaknya dijadikan pedoman sehari-hari bagi semua advokat di Indonesia untuk mengkedepankan tercapainya kesepakatan dalam penyelesaian suatu sengketa. Serta tidak lupa untuk selalu berupaya menjelaskan dan meyakinkan kepada para pihak bersengketa mengenai betapa penting dan bermanfaatnya penyelesaian sengketa secara mediasi. Dengan kata lain, peran advokat dalam menyelesaikan sengketa melalui lembaga mediasi di pengadilan tidak dapat diabaikan dan dikesampingkan, karena banyak sengketa yang diselesaikan dalam proses mediasi yang melibatkan peran aktif advokat dalam rangka mendorong kliennya untuk segera menyelesaikan sengketa melalui jalur perdamaian sebagai salah satu bahagian dari proses mediasi di pengadilan. Nah, dengan demikian peran dan fungsi advokat yang ideal, penting dalam kontribusinya menciptakan proses mediasi yang berdaya guna di Pengadilan.

Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....