Contoh Surat Gugatan Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan ini, kami
buat untuk dapat menjadi pegangan awal bagi siapa saja yang mungkin membutuhkan
referensi tentang bentuk, dalil atau dasar hukum dalam mengajukan suatu gugatan
ke pengadilan akibat phk sepihak yang dilakukan oleh pihak pengusaha. Surat
gugatan ini kami kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum yang dipergunakan oleh pengusaha maupun
pekerja dan atau serikat buruh yang ada di perusahaan.
Medan, 5 Februari 2016
Hal. : Gugatan Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK)
Kepada Yth:
Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
di.-
Medan
Dengan hormat,
-----Yang bertanda tangan dibawah ini:
N. HASUDUNGAN SILAEN, SH
Advokat., pada Kantor ADVOKAT SILAEN & ASSOCIATES., beralamat di Jalan xxxxx No. xx Medan - Sumatera Utara., NIA.:
98.10796., Hp.: 081397303456., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 Januari 2013
(terlampir)., bertindak untuk dan atas nama serta untuk
mewakili kepentingan hukum:
BUTET TRALILI,
Perempuan, 42 Tahun, Pekerjaan Karyawan Swasta, Agama Kristen, beralamat dan
bertempat tinggal di Jalan Timur Selatan No. 501 Lk. VI, Kelurahan Kota Matsum,
Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, NIK.: 1271xxxxxxxxxxxx., selanjutnya disebut
sebagai....Penggugat;
-----Dengan ini membuat, menandatangani serta
mengajukan gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja terhadap :
PT. BANK BANGKRUT,
berkantor dan beralamat di Jalan Sutomo No. 120, Kecamatan Medan Timur, Kota
Medan., selanjutnya disebut sebagai....Tergugat;
Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar gugatan adalah
sebagai berikut:
Bahwa Penggugat adalah pekerja pada Tergugat dengan
masa kerja 8 (delapan) tahun dan 6 (enam) bulan mulai Mei 2006 sampai dengan Desember 2015;
Bahwa adapun bentuk pekerjaan yang ditugaskan/diberikan Tergugat
kepada Penggugat adalah pekerjaan yang bersifat terus menerus, tidak
terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian pekerjaan pokok pada
perusahaan perbankan, antara lain: petugas teller, sekretaris direksi dan terakhir pada bahagian marketing;
Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat, hak-hak yang diterima oleh
Penggugat dalam
bentuk upah kerja
adalah diberikan 1 (satu) kali dalam sebulan secara terus
menerus yang dibayarkan secara langsung dan tunai oleh Tergugat melalui ATM, dengan pembayaran
upah terakhir pada bulan November 2015 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);
Bahwa uraian tugas-tugas yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat adalah sebagai berikut:
a. Pada bulan Mei Tahun 2006 sampai dengan
September 2006, di bawah pengawasan Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Medan Barat dengan jabatan sebagai Teller.
b. Pada bulan Desember 2006 sampai dengan April 2009, di bawah pengawasan Tergugat
pada Kantor cabang Tergugat di Medan Baru dengan jabatan Teller.
c. Pada bulan Mei 2009 sampai dengan Februari 2011, di bawah pengawasan Tergugat
pada kantor cabang Tergugat di Pusat Pasar, dengan jabatan Teller.
d. Pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei 2012, di bawah pengawasan Tergugat
pada kantor pusat Tergugat, dengan jabatan Sekretaris Direksi.
e. Pada bulan April 2012 sampai dengan November 2016, di bawah pengawasan Tergugat
pada kantor cabang Tergugat di Medan Sutomo, dengan jabatan Marketing.
Di mana dalam setiap pergantian tempat
kerja Penggugat tersebut, masa kerja Penggugat tidak pernah terputus, akan
tetapi berlanjut secara terus menerus;
Bahwa berdasarkan lamanya masa kerja Penggugat yaitu 8 tahun dan 6 bulan yang berlangsung secara
terus menerus dan tidak pernah terputus, maka seharusnya hubungan kerja antara
Penggugat dan Tergugat adalah berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(menetap) sebagaimana diatur pada Pasal 60 – 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Bahwa berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan Tergugat
kepada Penggugat adalah merupakan bagian dari pekerjaan pokok dalam perusahaan
perbankan, maka sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, maka secara hukum status hubungan kerja
antara pekerja (Penggugat) dan penyedia jasa pekerja beralih menjadi hubungan
kerja antara pekerja (Penggugat) dengan perusahaan pemberi pekerjaan (Tergugat/PT.
Bank Bangkrut), sehingga bila
terjadi Pemutusan Hubungan Kerja pihak perusahaan pemberi pekerjaan (Tergugat/PT.
Bank Bangkrut) harus tunduk dan
wajib melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 156 ayat (1), (2), (3), dan
(4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Bahwa akan tetapi Tergugat menyatakan status Penggugat bekerja/
dipekerjaan pada Tergugat melalui perusahaan penyedia jasa pekerja (outsourching)
dengan mengabaikan begitu saja ketentuan-ketentuan hukum yang diatur dalam
ketenagakerjaan khususnya tentang syarat-syarat perjanjian kerja (Pasal 60 - 63
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) dan tentang pekerjaan yang boleh dikerjakan
oleh pekerja dari perushaan penyedia jasa
pekerja (Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003);
Bahwa dengan demikian, tindakan Tergugat yang
menyatakan Tergugat sebagai pekerja outsourching dengan masa
kerja 8 tahun dan 6 bulan adalah merupakan suatu
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan
yang berlaku di Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Bahwa oleh karena itu patut dan beralasan menurut hukum jika
Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan menetapkan Tergugat telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan menetapkan
Penggugat sebagai pekerja menetap berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu;
Bahwa pada bulan Desember 2015 Tergugat secara sepihak telah
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Penggugat dengan alasan
yang tidak masuk akal dan sangat diskriminatif karena status Penggugat sudah menikah atau berumah tangga;
Bahwa oleh karena tindakan Tergugat melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Penggugat secara sepihak dengan alasan yang tidak masuk akal dan
diskriminatif tersebut, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan
pemutusan hubungan kerja yang bertentangan dengan syarat-syarat dan prosedur tentang Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) sebagaimana diatur
dalam Pasal 150 - 155 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Bahwa tindakan Tergugat yang melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak
terhadap Penggugat tanpa minta izin dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial adalah merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan
perbuatan melawan hukum (PMH);
Bahwa terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak yang
dilakukan Tergugat, Penggugat telah berupaya melakukan penyelesaian secara
bipartit, namun tidak menghasilkan kesepakatan karena Tergugat tidak memberikan
jawaban
tentang adanya kesalahan yang dilakukan Penggugat sebelumnya;
Bahwa oleh karena upaya penyelesaian secara bipartit
gagal membuat persetujuan bersama, maka Penggugat menempuh upaya tripatit melalui mediasi di Dinas
Tenaga dan Transmigrasi Kota Medan, akan tetapi tetap tidak tercapai kesepakatan
antara Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Mediator pada Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kota Medan mengeluarkan Surat Nomor: xxx/11xx/2016 perihal anjuran tanggal 19 Januari 2016 yang menganjurkan:
a. Agar Pemutusan Hubungan Kerja antara PT Bank Bangkrut dengan Sdri. Butet Tralili, PT. Bank Bangkrut memberikan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan pengganti hak kepada sdri. Butet Tralili berikut:
Uang
Pesangon :
2 x 8 x Rp 3.000.000,- = Rp 48.000.000,-
Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 % =
Rp x.xxx.xxx,-
Jumlah =
Rp xx.xxx.xxx,-
(terbilang agar disebutkan)
ditambah dengan upah selama proses penyelesaian.
b. Agar masing-masing pihak memberikan jawaban
atas anjuran selambat-lambatnya dalam jangka waktu sepuluh hari setelah
diterimanya anjuran ini;
Bahwa terhadap Surat Mediator hubungan industrial
Nomor : 567/1177/2011 perihal Anjuran tanggal 19 Januari 2016, Penggugat melalui kuasanya
dengan surat Nomor 003/J/I/2016 perihal Tanggapan Atas Anjuran
tanggal 19
Januari 2012 menyatakan menerima
isi anjuran tersebut. Namun, Tergugat melalui kuasanya dengan surat No : 017/BB.C/I/2016/Ska perihal Tanggapan Atas
Anjuran Tanggal 19 Maret 2016 menyatalan menolak anjuran
tersebut;
Bahwa oleh karena berbagai upaya yang ditempuh
Penggugat sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Ketenagakerjaan yaitu Upaya penyelesaian
melalui perundingan bipartit dan juga tripartit (mediasi) tidak tercapai kesepakatan bersama, maka sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, untuk mempertahankan hak dan kepentingan
Penggugat patut dan layak menurut hukum untuk mengajukan gugatan ini ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan guna memberikan kepastian hukum pada Penggugat;
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas telah
jelas bahwa tindakan Tergugat yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak bukan
karena adanya kesalahan yang dilakukan Tergugat, melainkan karena penolakan
Tergugat untuk mempekerjakan kembali atau memberi pekerjaan
kepada Penggugat dengan alasan yang tidak masuk akal dan diskriminatif, di mana hal tersebut telah
menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Penggugat, yakni kehilangan pekerjaan yang
berarti kehilangan penghasilan. Oleh karena itu adalah pantas dan layak menurut
hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial Medan menghukum Tergugat untuk membayar
uang pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa
Kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan Uang Pengganti Hak sesuai
dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan kepada
Penggugat dengan perincian sebagai berikut :
Uang
Pesangon :
2 x 8 x Rp 3.000.000,- = Rp 48.000.000,-
Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 % =
Rp x.xxx.xxx,-
Jumlah =
Rp xx.xxx.xxx,-
(terbilang agar disebutkan)
Bahwa oleh karena tindakan Tergugat melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Penggugat adalah tidak sah dan bertentangan
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan maka patut dan layak menurut hukum jika
Pengadilan Hubungan Industrial memerintahkan Tergugat membayar upah selama
proses penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ini terhitung sejak bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Januari 2016 sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) per bulan
dengan rincian sebagai berikut: 2 x Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah);
Bahwa oleh karena khawatir setelah perkara ini diputus
Tergugat tetap tidak bersedia atau lalai melaksanakan putusan tersebut oleh
karenanya patut dan layak menurut hukum apabila Tergugat dihukum untuk membayar
uang paksa (dwangsong) kepada Penggugat sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah)
untuk setiap hari secara tunai dan sekaligus terhitung sejak putusan perkara ini
berkekuatan hukum tetap sampai Tergugat melaksanakan Putusan Perkara ini denga
baik, seketika dan sempurna;
Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, mohon kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan cq Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memberikan amar putusan sebagai
berikut:
PRIMAIR:
Menerima dan mengabulkan
gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan dan menetapkan hubungan kerja antara dan
Penggugat dan Tergugat adalah pekerja menetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu);
Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan
Tergugat kepada Penggugat adalah tidak sah dan bertentangan dengan aturan hukum
yang berlaku;
Menghukum dan mewajibkan Tergugat untuk membayar uang
pesangon dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa Kerja
sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan Uang Pengganti Hak sesuai
dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tnetang
Ketenagakerjaan kepada Penggugat dengan perincian sebagai berikut:
Uang
Pesangon :
2 x 8 x Rp 3.000.000,- = Rp 48.000.000,-
Uang Penghargaan masa kerja : 2 x Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Penggantian hak perumahan/pengobatan 15 % =
Rp x.xxx.xxx,-
Jumlah =
Rp xx.xxx.xxx,-
(terbilang agar disebutkan)
Mewajibkan dan menghukum Tergugat untuk membayar
seluruh upah selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial
terhitung mulai bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Januari 2016 sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) per bulan
dengan rincian sebagai berikut :
2 x Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah)
Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa
(dwangsong) kepada Penggugat sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah)
untuk setiap hari secara tunai dan sekaligus terhitung sejak putusan perkara
ini berkekuatan hukum tetap sampai Tergugat melaksanakan Putusan Perkara ini
dengan baik, seketika dan sempurna;
Menghukum Tergugat untuk menanggung biaya yang timbul
dalam perkara ini;
SUBSIDAIR:
Apabila Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Medan berpendapat lain, maka mohon putusan yang
seadil-adilnya;
Hormat Penggugat,
Kuasanya
NIA.: 98.10796
Catatan: Peristiwa dan nama-nama
diatas adalah semu, kecuali nama advokat, serta gugatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial ini bersifat kondisional, jadi harus disesuaikan dengan
upah/gaji yang diterima setiap bulannya, masa kerja, anjuran dari mediasi, dan
lain sebagainya. Semoga contoh surat gugatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang diajukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Medan ini oleh seorang karyawan/pekerja (bertindak sebagai Penggugat) bermanfaat
bagi siapa saja. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....