Hiruk
pikuk pelaksanaan Pilgubsu 2018 Antara Bakal Calon Perseorangan Dan Paslon Partai
Politik, masih menjadi tanda tanya. Fenomena turut sertanya calon perseorangan (independen)
dalam pesta demokrasi pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu, dan bahkan ada
yang menang dengan berhasil memperoleh suara terbanyak, telah memotivasi atau
mengilhami akan muncul bakal pasangan calon (paslon) perseorangan untuk maju
pada pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018 yang akan datang.
Memang
informasi menang-nya pasangan calon perseorangan (independen) ini cukup
mengejutkan banyak pihak juga, karena perolehan suaranya mampu mengalahkan
pasangan yang diusung partai politik (parpol), contohnya pilkada di NAD (Aceh)
dimana pada beberapa daerah banyak yang dimenangkan oleh calon perseorangan
(independen). Tentu hal ini telah memotivasi siapa saja yang ingin maju dalam
pilkada, dan bahkan fenomena diprediksikan bisa jadi rujukan pada pelaksanaan Pigubsu
2018.
Memang,
pasca keluarnya keputusan Mahkama Konstitusi, persyaratan untuk calon
independen telah semakin dipermudah, dimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada
pokoknya telah mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon
perseorangan merupakan angin segar bagi calon independen yang tidak mendapatkan
partai. Pasalnya, dalam putusan Mahkamah mengatur bahwa syarat dukungan calon
perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT)
di pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah. Jadi,
kondisi ini ke depan pasti bakal calon perseorangan akan lebih banyak lagi
mengikuti pilkada.
Nah,
khusus untuk pilkada di Prov Sumut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara
(Sumut) berdasarkan informasinya akan membuka pendaftaran bakal pasangan calon
perseorangan untuk Pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018 adalah sekitar pada
Bulan September 2017 mendatang. Jadi, bila hal tersebut terlaksana, maka berdasarkan
skenario pilkada serentak akan diselenggarakan pada Bulan Juni 2018. Sehingga, perkiraan
kami, 9 (sembilan) bulan sebelum itu yakni sekitar September 2017 tahapan
pendaftaran bakal calon perseorangan akan dilaksanakan.
Dalam
rangka untuk memenuhi tahapan awal, tentu saja pihak penyelenggara (KPU Sumut) juga
akan melakukan pembentukan penyelenggaraan pemilihan yang bersifat adhoc mulai
dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta
Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Jadi, sekitar bulan November nantinya
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta
Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) sudah direkrut seluruhnya pada
Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara, untuk selanjutnya akan melakukan
verifikasi faktual terhadap Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pemberi dukungan
pasangan calon (paslon) dari perseorangan yang dimaksud.
Berbicara
tentang penyelenggaraan pilkada, tentu tidak terlepas dari adanya hal-hal
tentang alokasi anggaran pilkada. Khusus untuk pelaksanaan pilkada gubsu,
alokasi anggaran pilgubsu sebahagian telah masuk dalam R-APBD Tahun Anggaran
2017 yang mana KPU Sumut akan menerima sebanyak Rp. 363.781.654.440 yang akan
dipergunakan untuk memenuhi alokasi kebutuhan atas dana berdasarkan tahapan
yang dibuat dan atau dilaksanakan mulai bulan September 2017. Total anggaran
yang diajukan oleh KPU Sumut sekitar Rp. 995 miliar. Namun, untuk tahun 2017 ini
yang akan dikucurkan adalah Rp. 363 miliar lebih. Jadi sisa anggaran pilgubsu
sumut kemungkinan akan ditampung pada anggaran R-APBD tahun 2018 yang akan
datang.
Dalam
hal pengajuan anggaran pilgubsu 2018 sebagaimana disebutkan diatas, sebenarnya sudah
dilakukan sejak lama bahkan sudah melalui pertemuan dengan 8 (delapan) daerah
kabupaten/kota di Sumut yang turut serta melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) serentak di tahun 2018.
Tentu
lain suasana kebatinan para bakal calon perseorangan (independen) yang memiliki
hasrat untuk maju dalam pilgubsu 2018, maka dinamika keinginan maju dari para pimpinan
partai politik (parpol) yang memiliki pengalaman mumpuni dalam pemerintahan
daerah (pemda), diprediksikan juga akan dominan dalam perhelatan pilkada di
Provinsi Sumatera Utara ini.
Hal
ini bisa kita lihat langsung, misalnya HT Erry sebagai incumbent akan memiliki
keinginan besar untuk maju di pilgubsu ini, dan kemungkinan besar juga akan majunya
Gus Irawan, Ngogesa, Tuani Lumban Tobing, dan JR Saragih dan Nurdin Tampubolon
yang kesemuanya juga merupakan pimpinan puncak partai di Sumut. Dengan kata
lain, percuma investasi besar-besaran merebut posisi itu jika tak ada reward yang
diharapkan di belakang. Benar tidak sobat blog kantor advokat pengacara silaen
& associates di medan. Jika dilihat dari analisis kepartaian yang disandang
mereka, maka hanya akan ada peluang 4 (empat) pasangan atau sangat sulit
membayangkan 5 (lima) pasangan yang maju dari jalur parpol. Nah, untuk
mengetahui daftar nama balon gubsu, silahkan baca juga artikel kami yang
berjudul: nama bakal calon gubernur sumut 2018, mana tahu ada nama calon sumut-1 yang
menjadi favorit Anda.
Tentu
perhelatan pilgubsu menuju kursi sumut-1 ini akan semakin menarik bila ada
suguhan politik baru, yakni adanya calon lain dari jalur perseorangan
(independen). Mengapa hal ini termasuk hal penting dibahas dalam pilgubsu 2018?
Karena, bila benar nantinya ada bakal pasangan calon yang maju dari jalur
perseorangan (independen), maka inilah pertama kali di Pilkada Gubernur Sumut
akan muncul. Bila benar juga, maka dugaan kami akan muncul paling sedikit satu
orang paslon gubsu yang berebut kursi BK-1, serta kami yakin pula bahwa paslon yang
maju dari jalur ini tidak main-main dalam arti penuh kecermatan perhitungan
maupun analisis tentang peta-peta perpolitikan dalam hal mendulang suara
dukungan, serta didukung dengan adanya modal besar dan kemampuan manuver yang
terlatih dengan networking yang memadai untuk meyakinkan rakyat pemilih di
daerah.
Disamping
itu, pelaksanaan pilgubsu 2018 ini sangat dekat dengan event pelaksanaan pemilu
2019 (pemilu legislatif dan pilpres). Oleh karena itu, semua partai politik terutama
Golkar, PDI-Perjuangan, Demokrat dan Gerindra akan menjadikannya sebagai uji
pertarungan yang sangat penting dalam rangka memanaskan bergeraknya mesin
partai politik, seperti memanasnya pilkada DKI 2017. Memanaskan mesin partai
ini juga akan terlihat nantinya rivalitas yang sama bakalan terjadi di
daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Pilkada Jawa Barat (Jabar), Pilkada
Jawa Tengah (Jateng) dan Pilkada Jawa Timur (Jatim). Dari gambaran inilah, maka
pengendalian ketat partai dari pilkada Jakarta sedikit banyaknya akan membuat
pengabaian atas aspirasi rakyat, hingga calon-calonnya bisa tak begitu disukai
rakyat. Membaca situasi inilah, diharapakan partai politik berupaya untuk menyelami
aspirasi konstituennya, misalnya dengan melaksanakan simulasi pilgubsu lokal di
internal partai.
Hal
lain yang akan selalu penting dan hangat untuk dibahas ialah posisi incumbent
gubsu HT Erry. Karena, sebagai pucuk pimpinan partai Nasional Demokrat (partai NasDem)
yang sudah cukup lama belum dilantik (hingga tulisan ini dibuat), tentu menjadi
fenomena tersendiri. Ya, mungkin saja pucuk pimpinan pusat partai NasDem ini
memiliki agenda lain berhubungan salah seorang anggota DPR-RI dari Dapil Sumut yakni
Prananda Paloh. Tentu semua orang tahu siapa Prananda Paloh ini, intinya ia-nya
adalah orang penting di partai NasDem. Atau adanya anggapan umum yang muncul dalam
alam pikiran elit politik di Sumut, bahwasanya Gubsu HT Erry ini dianggap lemah
dan kurang memiliki popularitas ataupun elektabilitas, dan karena itu dengan
sendirinya menjadi dorongan munculnya lebih banyak orang yang berani maju di
ajang pilkada sumut. Jika benar, HT Erry berprestasi, maka banyak orang yang akan
berhitung melawan incumbent seperti yang kita saksikan pada pelaksanaan di pilkada
Tebingtinggi tanggal 15 Februari 2017 kemarin yang merupakan calon tunggal
pilkada Tebingtinggi.
Memang
dalam kemasan konsep “pencitraan diri”,
tentu nanti akan banyak bahasa yang diumbar dengan menonjolkan agenda bersih dan
anti korupsi. Mengapa konsep pencitraan diri anti korupsi ini menjadi salah
satu slogan penting dalam agenda kampanye dan atau sosialisasi, tentu hal ini
sangat berkaitan dengan fakta beberapa KDH sudah pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana korupsi. Tapi bisa saja, rakyat secara mayoritas tak
percaya lagi atas banyaknya janji-janji yang mengatakan anti korupsi, kaerna
rakyat tahu bahwa hal itu semua sangat politis. Bahkan banyak juga yang
memprediksikan bila tokoh besar yang merupakan mantan narapidana korupsi seperti
Abdillah atau Rahudman Harahap maupun Syamsul Arifin, SE akan maju dalam
pilkada memperebutkan kursi sumut-1, maka peluang menang juga cukup besar.
Ya
memang, masalah ini adalah setali tiga uang dan memang merupakan paradox,
sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat penegakan
hukum di Indonesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna korupsi.
Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan fenomena Jakarta
dengan daerah. Jadi, akhirnya nanti rivalitas itu akan dapat mengambil
cara-cara pengarusutamaan modus-modus barbar, yakni strategi money bombing.
Karena itu siapa yang paling berhasil memainkan uang dan kecurangan lainnya,
kelihatannya potensil menjadi pemenang. Itu jika tak ada perbaikan system dan
kesadaran civil society untuk melawan hasrat permainan curang dimaksud.
Jadi,
sangat perlu untuk selalu direnungkan dan menjadi catatan bahwa semua modus
pemenangan pilkada yang dilaksanakan dengan gaya yang berbau barbar itu akan
kita saksikan makin leluasa karena kapasitas dan apalagi integritas
penyelenggara pemilu yang dianggap masih begitu rendah, sehingga tingkat
partisipasi masyarakat juga sangat rendah. Ini salah satu faktor yang sudah
menjadi pakem utama dalam pelaksanaan demokrasi langsung di Indonesia. Ditambah
dengan gaya politik yang menggunakan primordialitas dan SARA, sehingga sangat
diharapkan untuk perlu tidaknya menganalisis masalah persukuan tersebut? Ya, menurut
kami, memang politik di Indonesia tak bisa lepas dari primordialitas dan SARA dimaksud, dimana hal ini telah sama-sama
kita ketahui dan dipertontonkan dalam puncak fenomena kenegaraan Indonesia yang
sudah diperagakan oleh elemen-elemen rakyat dan juga partai politik (parpol)
yang memperagakannya dalam pilkada DKI yang saat ini akan memasuki putaran ke-2
pada tanggal 19 April 2017 yang akan datang maupun pada pilpres 2014 lalu.
Semoga
artikel yang membahas pilkada gubsu 2018 tentang bakal calon (balon) atau pasangan
calon (paslon) baik yang maju dari jalur perseorangan (independen) maupun yang
akan maju dari jalur yang diusung partai politik (parpol). Atas perhatian dan
kunjungannya ke blog-nya kantor hukum advokat lawyer medan ini, diucapkan banyak
terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....