Halaman

05 Juli 2016

Serikat Buruh Atau Pekerja Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2000

Keberadaan dan pengakuan terhadap berdirinya serikat buruh atau serikat pekerja diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja. Tidak hanya itu saja, berdasarkan ketentuan yang diamanatkan dalam Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya sering disebut dengan “UUK”) jo ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (selanjutnya sering disebut dengan “UU Serikat Pekerja”), maka setiap pekerja/buruh berhak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh ini dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (2) UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Proses dan Tata Cara Pembentukan Pendirian Serikat Buruh/Pekerja Di Perusahaan Indonesia

Pada saat akan dilakukan pembentukan serikat buruh/pekerja, tentu ada proses-proses yang harus dijalani, dimana suatu serikat pekerja/serikat buruh (sering disingkat dengan SP) yang akan didirikan harus memiliki anggaran dasar (AD) dan juga anggaran rumah tangga (ART). Hal mana diatur secara tegas di dalam Pasal 11 Serikat Kerja/Serikat Buruh, yang menyatakan:

Ayat (1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
Ayat (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Setelah proses pembentukannya selesai, maka tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik yang ada pada pemerintah Kabupaten atau Walikota madya di mana perusahaan tersebut berdomisili) untuk dilakukan pencatatan atas pembentukan SP tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 18 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menyatakan:

Ayat (1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentukmemberitahukan secara tertuliskepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempatuntuk dicatat.
Ayat (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.

Selain syarat-syarat yang ditentukan diatas, ditentukan pula bahwa nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat terlebih dahulu (Pasal 19 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh).

Dalam proses pembentukannya, undang-undang mengamanatkan tidak boleh ada pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga nantinya akan menimbulkan perselisihan hubungan industrial. Barangsiapa yang menghalang-halangi dan atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk SP, dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta (pengaturannya terdapat dalam Pasal 28 jo Pasal 43 ayat (1) UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh), yang mana ini menurut kami adalah merupakan bahagian dari adanya perbuatan intimidasi perburuhan yang mungkin saja terjadi pada perusahaan pasca pembentukan SP.

Setelah seluruh proses pembentukan SP ini selesai, maka pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan dari pemerintah harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada pihak perusahaan (manajemen perusahaan). Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 23 UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang berbunyi sebagai berikut => “Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.”

Mitra kerja yang dimaksud disini adalah perusahaan, dimana hal ini sesuai dengan penjelasan umum UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyebutkan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha.

Dari apa yang kami uraikan diatas, dapat kami simpulkan disini bahwasanya syarat dan prosedur pendirian sebuah SP adalah:
1. Ada setidaknya 10 orang anggota;
2. Pembuatan AD/ART;
3. Pencatatan di Dinas Tenaga Kerja dari pemerintah Kabupaten atau Walikota madya setempat;
4. Pemberitahuan ke pihak perusahaan mengenai keberadaan SP.

Semoga tulisan kami yang berjudul tentang serikat buruh atau serikat pekerja/karyawan yang dibentuk berdasarkan UU No. 21/2000 dapat bermanfaat bagi siapa saja yang bermaksud untuk mendirikan sebuah SP pada perusahaan tempatnya bekerja dan juga bagi para advokat atau pengacara yang berminat untuk menekuni bidang sebagai konsultan hukum perburuhan di Indonesia. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....