Sekitar
3 hari lagi, tepatnya tanggal 1 Mei 2017 kaum pekerja atau buruh akan
memperingati hari buruh internasional - ILO (sering disebut dengan MAY DAY). Memang beberapa tahun
belakangan ini, setiap tahunnya setiap tanggal 1 Mei para buruh di Indonesia
merayakan hari buruh dimaksud dan pemerintah pun telah menjadikannya sebagai
tanggal merah atau hari libur nasional.
Bila
kita kilas balik, memang benar bahawasanya hari buruh ditetapkan sebagai hari
libur nasional sejak tahun 2014 oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Namun perlu diingat bahwasanya peringatan hari buruh internasional ini di
Indonesia telah dilakukan secara kontiniu jauh sebelum Presiden SBY
menetapkannya secara resmi sebagai hari libur nasional.
Jika
diruntut kembali sejarah perjalanan para buruh memperjuangkan adanya perayaaan
May Day tersebut, maka akan ditemukan fakta bahwasanya hari buruh di Indonesia
telah dirayakan sejak orde lama (orla) berkuasa. Seiring dengan bergantinya
rezim pemerintahan orde lama ke orde baru (orba), perayaan hari buruh menjadi
ditiadakan. Hal ini disebabkan banyak pendapat negatif “stereotype” yang mengidentikkan gerakan buruh dengan gerakan komunis
yang menjadinya sebagai alasan utama dilakukannya pelarangan peringatan hari
buruh di Indonesia. Bahkan pada masa orde baru, perayaan hari buruh bisa
dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindakan subversif kepada kekuasaan negara yang sah.
Namun,
jaman telah berganti yang mana tembok tirani kekuasaan yang selama ini
menghalangi kebebasan berpendapat para buruh telah diruntuhkan. Negeri kita
Indonesia mulai berjalan sesuai dengan kehendak konstitusi dan kebebasan
berpendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya jaminan
itu pulalah, maka para kaum buruh kembali mendapatkan hak suara nya untuk
menuntut hak-hak mereka sebagai pekerja, khususnya yang disuarakan pada hari
buruh (may day).
Tak
dapat kita pungkiri, bahwa fakta tentang nasib buruh di negeri kita ini memang
sebahagian besar masih jauh dari kata sejahtera. Mengapa hal ini kami katakan sebahagian?
Karena kenyataannya sebagian lainnya, para buruh sudah mendapatkan
kesejahteraannya. Pengalaman saya sebagai advokat atau lawyer di Kota Medan yang telah banyak menangani
berbagai sengketa perburuhan (meskipun istilah buruh sudah mulai dihilangkan
dengan sebutan tenaga kerja), baik buruh industri maupun buruh perkebunan,
masih sangat banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh
Pengusaha atau “Pemilik Modal” dalam memberikan hak-hak kepada para pekerja. Tentu saja,
perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam
catatan kami, bahwa setiap tahunnya, ribuan kaum buruh akan turun ke jalan,
menyuarakan berbagai apresiasinya agar didengar oleh para pengambil kebijakan.
Tuntutan atas adanya pemenuhan seluruh hak buruh atau pekerja menjadi tuntutan
utama yang menjadi agenda tahunan pada peringatan hari buruh 1 Mei. Meskipun sebenarnya,
tuntutan atas hak ini tak hanya dilakukan pada saat hanya memperingati hari
buruh internasional semata, namun pada hari biasa pun kaum buruh juga terkadang
melakukan aksi turun ke jalan, terlebih ketika pemerintah sedangan merumuskan tentang
besaran Upah Minimum Provinsi yang akan ditetapkan selanjutnya.
Bagi
saya pribadi, bahwa selama saya bekerja dan mendapat upah dari orang lain, maka
mau tidak mau saya harus sadar bahwa posisi saya adalah buruh (pekerja), jadi
saya pun berada pada posisi yang sama dengan rekan-rekan buruh yang sering
turun ke jalan menyuarakan tuntutan agar hak-haknya selaku pekerja dipenuhi
oleh pengusaha. Namun harus di akui bahwasanya seringkali aksi buruh, khusunya
yang turun ke jalan selalu tidak mendapatkan tempat di hati masyarakat pada
umumnya, karena lebih sering aksi buruh juga menggangu kepentingan orang
banyak. Misalnya terjadi pemblokiran jalan dan perusakan fasilitas umum (fasum)
maupun fasilitas sosial (fasos), menjadi hal rutin yang tak luput terjadi.
Tentu
kita ikut bersimpatik dan miris melihat kenyatakan bahwa masih rendahnya upah atau
gaji pekerja di negeri yang kita cintai ini, belum lagi hak kesejahteraan
pekerja lainnya seperti hak mendapat cuti, upah lembur, asuransi kesehatan dan
jaminan hari tua dan bonus lainnya yang terkadang ditilep oleh oknum pengusaha
serakah. Namun, segala bentuk perjuangan terhadap penuntutan hak yang berimbas malah
melanggar hak orang lain tentu juga tidak dibenarkan secara hukum. Belum lagi ditambah
dengan adanya beberapa indikasi tuntutan sebagian para buruh yang terkadang di
luar batas kewajaran ataupun di luar kenalaran.
Kondisi
diatas tersebutlah yang menjadikan banyak pandangan negatif dan rada nyinyir
yang selalu diarahkan kepada aksi buruh di negeri ini. Ya, bukan rahasia umum
lagi dimana seringkali kita mendengar adanya istilah “Jika ingin kaya jangan
jadi buruh”. Atau, “pendidikan pas-pasan tapi pengen dapat gaji tinggi ?, dlsb”.
Apaka ada yang salah dengan istilah tersebut ? Nah, kalau mau jujur bahwa
sebenarnya tidak ada salah dengan istilah tersebut. Memang benar, jika memang
ingin jadi orang kaya, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk membayar kita
lebih agar keingingan menjadi orang kaya cepat terwujud.
Apalagi
masih banyak para buruh kita yang belum mempunyai skill yang memadai untuk
dunia lapangan kerja yang tersedia saat ini. Dimana, zaman semakin berkembang
pesat yang diikuti laju kemajuan teknologi turut mengimbanginya. Bagi pekerja
yang masih terseok-seok untuk mengikutinya dapat dipastikan secara perlahan-lahan
akan tersingkir, sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK), baik PHK perorangan maupun pemutusan hubungan kerja massal diprediksikan menjadi
semakin sering terjadi melihat kondisi diatas.
Oleh
karenanya, perlu dipikirkan kembali tentang kenaikan upah adalah sama dengan
kenaikan ongkos produksi, yang berimbas kepada kenaikan harga barang dan harga
konsumsi yang kemudian membuat biaya hidup otomatis semakin tinggi pula. Jadi,
sebenarnya kenaikan upah bukan lah satu-satunya solusi terbaik bagi mewujudkan kesejahteraan
buruh. Paling tepat menurut saya adalah tanggung jawab pemerintah untuk menekan
inflasi, sehingga harga barang di pasaran menjadi turun dan para buruh pun dapat
menyisihkan sebahagian upahnya untuk hal lain, misalnya untuk biaya pendidikan
anak.
Pada
moment peringatan hari buruh 1 Mei ini yang sebentar lagi diperingati, kami
mengajak para rekan-rekan buruh untuk saling merenungkan. Dan khusus bagi, para
pengusaha juga harus merenungkan bahwasanya tanpa pekerja perusahaan yang
didirikannya tak ada gunanya, begitu juga sebaliknya. Jadi harus sadar betul
bahwa hubungan pengusaha dan pekerja adalah hubungan timbal balik yang saling
membutuhkan dan atau saling menguntungkan. Upah layak itu adalah wajib, namun
harus diimbangi dengan kualitas dan etos kerja yang memadai pula. Hentikan
aksi-aksi anarkis, buat lah tuntutan yang logis dengan data-data yang valid
agar pemerintah dan pengusaha tidak berkelit, serta berhentilah menuntut segala
hal-hal yang aneh, karena akan dijadikan lelucon oleh masyarakat Indonesia.
Mari kita besama-sama membangun sinergi yang harmonis antara Pemerintah,
Pengusaha dan Kaum Buruh atau Pekerja. Selamat memperingati hari buruh
internasional (ILO) tanggal 1 Mei 2017 (Peringatan
May Day 2017) dari kantor hukum advokat & pengacara silaen di Kota
Medan, salam sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....