Gurihnya Honorarium Advokat Pilkada Pemilu Serentak
2015 * Sebagaimana telah kami jelaskan pada tulisan kami terdahulu yang
berjudul: “Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2015 Berkah Bagi Advokat”, puluhan hingga ratusan firma hukum (kantor advokat) ikut meramaikan pertarungan
dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan (php) kepala daerah (pilkada/pemilu
serentak) di Mahkamah Konstitusi (MK). Kehadiran para advokat ini, tentu saja
menjadi momen tersendiri mendapatkan berkah bisa mendapat kuasa dan menangani permohonan
sengketa pilkada, baik dalam kedudukannya sebagai pemohon, pihak terkait, ataupun
sebagai pihak termohon.
Beberapa kantor firma hukum (law firm) ternama atau tersohor di
Indonesia, bisa mendapatkan beberapa kuasa untuk menangani permohonan sengketa
pilkada 2015 ini. Misalnya saja seperti advokat Sirra Prayuna mendapat
kepercayaan untuk menangani perkara sebanyak lebih dari 20, Kantor Ihza & Ihza Law Firm mendapat kuasa untuk 9 perkara, Alfonso & Partners mendapatkan kuasa 11 perkara, Heru
Widodo Law Office mendapat kuasa lebih dari 4 perkara, Zidny-Andi (ZIA) & Partners Law Firm mendapat kuasa 8 perkara. Dengan semakin
banyak perkara sengketa pilkada yang ditangani oleh satu kantor firma hukum,
maka akan membutuhkan semakin banyak advokat patners yang membantu selama
proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Jumlah kantor firma hukum (kantor advokat) yang kami sebutkan diatas,
adalah sebahagian dari beberapa kantor hukum yang terlibat dalam penyelesaian
sengketa pilkada/pemilu serentak 9 Desember 2015 yang lalu, disebabkan masih
banyak lagi firma-firma hukum yang menjadi kuasa hukum KPUD, yang selalu
menjadi pihak termohon. Sidang penyelesaian sengketa pilkada 2015 ini,
seakan-akan bagaikan musim panen bagi para pengacara yang terlibat menangani
sengketa pilkada untuk mengumpulkan uang yang banyak dari honorarium yang
diberikan.
Honorarium atau
Fee Advokat Pilkada 2015
Muncul pertanyaan, berapa besar honorarium atau fee yang diperoleh oleh
advokat atau kantor hukum (firma hukum) yang menangani sengketa permohonan
penyelesaian hasil pemilihan (php) pada pilkada serentak 2015 yang lalu?
Secara teori, memang tidak ada standar patokan tentang berapa besar
honorarium atau fee yang diperoleh setiap advokat memberikan jasa bantuan hukum
untuk menangani satu perkara pilkada mulai sejak pendaftaran pilkada hingga
selesai (putusan). Namun, biasanya besaran biaya tersebut didasarkan pada
adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Dengan kata lain, biaya penggunaan
jasa bantuan hukum advokat sengketa pilkada relatif sama dengan penanganan perkara
lain di pengadilan umum, yang terpenting adalah secara tegas diperjanjikan
jelas di awal dengan pasangan calon (paslon) yang bersangkutan, serta disesuaikan
dengan kemampuan klien.
Selaku advokat, dalam menangani perkara apapun itu, termasuk sengketa penyelesaian
hasil pilkada harus tetap mengacu pada UU
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
yang dengan tegas menyebutkan bahwa: “besaran biaya jasa advokat harus
disesuaikan dengan kemampuan/kesanggupan klien”. Jadi intinya adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak, berapapun besar honorarium atau fee yang telah disepakati,
mau perkara sengketa pilkada atau umum, itulah fee lawyer dan pastinya tidak ada standar harus
mematok sekian untuk urusan honorarium atau fee advokat. Tapi, apabila perkara
yang ditangani tersebut didasarkan atas hubungan pertemanan, misalnya, gubernur
A adalah teman advokat B, kemungkinan harga yang dipatok untuk honorarium atau
fee yang diterapkan adalah harga pertemanan dan mungkin saja gratis.
Ada lagi cara lain dalam menghitung besar honorarium atau fee yang akan
didapatkan oleh advokat/lawyer, yaitu dengan mempertimbangkan apa sudah
mendampingi pasangan calon (paslon) sejak awal pencalonan atau tidak, jadi
tidak terkonsentrasi hanya pada sidang di MK saja. Nah, apabila ada advokat
yang sudah mendampingi kandidat pasangan calon kepala daerah sejak tahap
kampanye, dan pencoblosan, maka bisa saja apabila sampai ke sidang pilkada di MK
tidak bisa membuat standar patokan biaya semaunya, karena sudah pasti akan diakumulasikan
dengan perhitungan biaya-biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Keunikan dalam dunia jasa bantuan hukum advokat adalah setiap firma
hukum yang menangani sengketa pilkada memiliki standar honorarium atau fee lawyer yang berbeda-beda
sesuai kualitas law firm yang bersangkutan. Komponen biayanya pun beragam.
Pertama, biaya professional fee yang didasarkan nama dan kualitas
firma hukum masing-masing. Misalnya, firma hukum (kantor advokat) di Jakarta
yang sudah dikenal atau belum dan firma hukum di daerah memiliki standar fee berbeda-beda. Kedua, operasional fee, semua
biaya operasional misalnya kebutuhan biaya advokasi, penggandaan berkas dan
bukti, biaya komunikasi, transportasi advokat, biaya saksi, dan lain sebagainya.
Ketiga, success
fee, biaya apabila perkara yang ditangani menang.
Keempat, sitting
fee yang khusus ada diterapkan oleh beberapa firma hukum
ternama sebagai biaya advokat terkenal yang mengharuskan yang bersangkutan
hadir dan duduk dalam sidang. Konsep sitting fee ini adalah para klien bisa hanya
sewa kantornya, tetapi belum tentu tokoh terkenal pemilik law firm hadir di
sidang. Tetapi apapun bentuk dan nama honorarium/fee lawyer ini, semuanya
disepakati melalui atas dasar kepercayaan, atau ada pihak ketiga yang menjadi
penjamin karena tidak semua biaya ditanggung atau disiapkan oleh kandidat.
Meski tak ada standar baku, biaya jasa penanganan per perkara sengketa
pilkada tentu berbeda-beda dan sangat variatif sesuai kesepakatan dan kemampuan
setiap klien, tetapi besarannya total biaya penanganan sengketa pilkada bisa
mencapai Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) hingga Rp. 2.000.000.000,-
(dua miliar rupiah) yang disesuaikan dengan kualitas sebuah firma hukum. Sebagai
contoh ada seorang advokat yang menangani sengketa pilkada Kabupaten Konawe
Kepulauan sebagai pemohon dimana total biaya yang disepakati untuk menangani
perkara tersebut adalah sebesar Rp. 450 juta dan pemenang pilkada Wakatobi
sebesar Rp. 750 juta sebagai pihak terkait. Pembayaran honorarium ini
adalah yang bersifat individu, karena apabila satu kantor firma hukum menangani
perkara sengketa pilkada sebagai mewakili termohon Komisi Pemilihan Umum
(KPUD), maka total biaya fee advokat
telah dianggarkan dari dana yang
bersumber pada APBD, misalnya KPU Kota Medan untuk mata anggaran dana hibah
pelaksanaan Pilkada Walikota Medan yang totalnya Rp. 56,6 miliar, dimana dalam
dana hibah pilkada Kota Medan di dalamnya ada biaya bantuan hukum sengketa di PTTUN
Medan dan sidang pilkada MK.
Sistem Pembayaran Honorarium atau Fee
Advokat Pilkada
Mengenai sistem atau cara pembayaran penanganan sengketa pilkada di
Mahkamah Konstitusi (MK) bagi firma hukum (kantor advokat) ternama biasanya
semua dilakukan di muka (awal), namun ada juga beberapa law firm yang
menerapkan pembayarannya dapat dilakukan secara bertahap. Tetapi ada juga nasib
sial atau apes, dimana ada klien (politisi) yang tidak bayar karena kalah,
hanya bayar uang muka saja. Jadi bagaimanapun bentuk dari sistem pembayarannya
adalah merupakan kesepakatan yang telah disepakati oleh para pihak sebelumnya.
Semoga dengan adanya tulisan ini, sedikit banyak dapat memberikan
gambaran awal kepada para advokat tentang gurih dan besarnya honorarium atau
fee yang bisa diperoleh, dan juga sebagai motivasi bagi yang ingin berkecimpung
menangani perkara sengketa perselisihan hasil pemilihan (php) pilkada/pemilu di
persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....