Sahabat blogger medan pecinta kantor hukum
advokat silaen & associates, kita akan membahas tentang eksistensi “Pengacara Litigasi” dan Non Litigation Lawyer di Indonesia,
khususnya di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Memang eksistensi
Litigation Law bagi seorang yang berprofesi sebagai advokat dalam membela kepentingan
hukum klien nya di depan persidangan membutuhkan sebuah perjuangan dan strategi
tersendiri, terlebih-lebih apabila klien yang bersangkutan memang tidak
bersalah melakukan suatu perbuatan tertentu, maka sudah bisa dipastikan sang
pengacara litigasi akan melakukan pembelaan hukum secara maksimal.
Tidak jarang dalam hal melakukan pembelaan
dimaksud, tugas dan tanggung jawab seorang pengacara litigasi yang bersangkutan
akan berbenturan dengan berbagai kepentingan hukum orang lain. Keadaan ini terkadang
menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bagi diri sang pengacara
litigasi, yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian baik materi maupun moril terhadap
diri sendiri dan ataupun terhadap orang lain.
Konteks kerugian yang kami maksudkan diatas, adalah
kerugian-kerugian yang disebabkan oleh karena terjadinya pelanggaran-pelanggaran
hukum yang dilakukan atau karena ketidaktahuan seseorang akan hak-hak dan
kewajibannya sebagai seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
Berbeda dari profesi yang lain, hampir di
mana saja para pengemban profesi advokat selalu terbeban berbagai fungsi dan
atau perannya yang cenderung selalu bercampur aduk antara satu dengan yang
lainnya. Meskipun memang ada advokat yang hanya bertugas mengurus kontrak /
perjanjian, di samping adanya profesi notaris / PPAT, atau ada juga pengacara spesialis
dalam perkara pidana, advokat spesialis hukum bisnis dan atau perusahaan, pengacara pilkada,
pengacara spesialis perburuhan, pengacara spesialis properti, advokat spesilais
hukum adat, pengacara perceraian, advokat spesialis pertambangan, advokat
spesialis marine, pengacara spesialis perkara korupsi, advokat spesialis
perminyakan dan gas bumi, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, realita yang terjadi dilapangan,
cenderung masyarakat pencari keadilan memaknai profesi advokat sering menjadi
sumber beragam pelayanan hukum yang teristimewa yang saat itu diperlukan dalam
masyarakat. Tentu hal ini disebabkan, profesi advokat telah menjadi struktur
tersendiri atau lembaga independen yang legalitasnya diakui dalam aturan negara
dan bertugas untuk mewakili kepentingan hukum warga negara, apabila terjadi
pertentangan antara negara dengan warga negara, atau antar warga negara itu
sendiri.
Oleh karena itu, tidak heran banyak para advokat
yang dengan sendirinya muncul dalam kanca politik nasional, urusan sosial,
pendidikan, perjuangan perubahan politik, ekonomi, atau sosial, dan ada juga
yang sampai masuk sebagai pimpinan dalam sebuah gerakan reformasi di Indonesia.
Bukan hanya dalam konteks itu saja, kaum pengacara sering tampil dan menonjol
dalam sejarah ketatanegaraan modern sebagai salah satu sumber ide dan pejuang
modernisasi, keadilan, hak asasi manusia, konstitusionalisme, dan banyak konteks
sebagai pimpinan anti perubahan, dan sebagainya.
Adanya faktor dan realitas diatas, menjadi semacam
pengakuan tidak tertulis atas keperluan spesialis hukum “swasta” yang dapat membantu
orang-orang yang terpaksa harus menghadapi penguasa negara dan atau warga lain.
Nah, adanya semacam pengakuan inilah yang dengan sendirinya terus berevolusi dan
melebur kedalam diri seseorang yang berprofesi menjadi advokat.
Sudut pandang lain yang berkembang ditengah-tengah
masyarakat, bahwasanya profesi advokat merupakan salah satu unsur “sine qua non” untuk menjamin adanya keseimbangan
“sedikit” antara lembaga-lembaga negara dan warga negara biasa.
Nah, tentu saja beban pelayanan jasa hukum yang
juga menjadi tanggung jawab advokat, membutuhkan profesi advokat yang
benar-benar harus memiliki kualitas penanganan yang tinggi sebagaimana yang seharusnya
diberikan tanpa melihat strata. Hal ini diimplementasikan dalam bentuk memberikan
arahan dan advis hukum, penanganan dan penyelesaian masalah-masalah hukum dalam
mencapai tujuan hukum akhir yang diinginkan oleh para klien atas perkara yang
sedang dialaminya.
Tujuan akhir hukum itu dapat juga dalam
bentuk memberikan penyelesaian yang dapat mengurangi atau meringankan faktor-faktor
kesalahan-kesalahan yang telah terjadi dan atau mengantisipasi sedini mungkin
faktor-faktor yang mungkin terjadi yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian
sebagai wujud dari adanya akibat dari perbuatan tersebut.
Sebenarnya dalam dunia praktisi hukum, kegiatan
dan tugas pengacara litigasi sudah dapat dipastikan juga akan melakukan
tugas-tugas selaku pengacara non-litigasi
(berperkara di pengadilan dan juga bernegoisasi / mediasi di luar pengadilan),
dimana kolaborasi peran dan fungsi profesi advokat tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Menjadi Penasehat Hukum bagi perorangan maupun menjadi kuasa hukum di perusahaan atau lembaga lain;
2. Adanya kegiatan profesi Advokat dan
Pengacara (mendampingi Klien di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan maupun di
luar Pengadilan);
3. Membantu menyiapkan serta mendesain naskah
perjanjian atau naskah kontrak, Surat Kuasa, Memory of Understanding (MoU), dan
lain sebagainya;
4. Bertugas menyiapkan segala hal-hal yang
terkait dengan permasalahan hukum baik litigasi (membuat gugatan, membuat
jawaban, membuat replik, duplik, konklusi / kesimpulan, membuat eksepsi
penasihat hukum, membuat nota pembelaan terhadap terdakwa, membuat memori dan
atau kontra memori banding ataupun kasasi, dlsb), maupun membuat strategi
langkah-langkah non-litigasi;
5. Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang
berhubungan dengan masalah tanah, mengurus hak atas tanah, pendaftaran hak atas
tanah (pembuatan surat sertifikat tanah), balik nama, mengurus perpanjangan hak
atas tanah/sertifikat, dan lain sebagainya;
6. Mengurus perijinan-perijinan yang
berhubungan dengan perusahaan dan lain-lain;
7. Membantu membuat permohonan akad kredit perbankan,
feasibility study, menangani bila terjadi kredit yang bermasalah, peningkatan
jaminan, serta eksekusi agunan atau hak tanggungan;
8. Menangani berbagai perselisihan perburuhan/ketenagakerjaan,
pembuatan peraturan perusahaan, membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB),
termasuk bertugas untuk mendampingi dalam berbagai negosiasi (perundingan bipatrit,
perundingan tripatrit).
Peran dan atau fungsi litigasi dan non-litigasi
yang melekat dari seorang yang berprofesi advokat sebagaimana yang diungkapkan
diatas, sedikit banyak juga menjadi beban dan tanggung jawab dalam diri seorang
pengacara litigasi. Jadi meskipun begitu, eksistensi dirinya selaku seorang
pengacara litigasi juga berperan sebagai lawyer / pengacara non-litigasi yang harus secara
bersama-sama juga harus dilakukan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi sahabat blogger medan yang menyempatkan diri singgah ke blog kantor hukum advokat silaen & associates. Atas perhatian dan kunjungannya diucapkan terima kasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....