Halaman

01 Februari 2016

Mati Surinya Kampanye Politik Online Pada Pilkada Serentak (Pemilu)

Mati Surinya Kampanye Politik Online Pada Pilkada Serentak (Pemilu) ~ Pasca pilkada serentak (pemilu) langsung pemilihan Walikota/Wakil Walikota Medan 9 Desember 2015 yang lalu, meninggalkan catatan penting tentang rendahnya partisipasi masyarakat Kota Medan mengikuti pesta demokrasi hak politik rakyat sekali dalam 5 tahun ini. Data tingkat partisipasi yang hanya 25,56 membuktikan adanya kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan pilkada serentak (pemilu) langsung. Penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu beserta masing-masing jajarannya) tidak mau disalahkan dan menyatakan telah melakukan tahapan sosialisasi secara maksimal. Atau karena masyarakat yang sudah apatis dengan calon-calon yang maju dalam pilkada serentak (pemilu) langsung tersebut?. Apapun alasannya, yang pasti pemimpin yang akan memimpin pemerintahan di Kota Medan telah terpilih, dan sebentar lagi akan dilantik tepatnya akhir Maret 2016.

Kami melihat, rendahnya tingkat partisipasi pilkada serentak (pemilu) tanggal 9 Desember 2015 yang salah satunya disebabkan mengenai tahapan kampanye yang seluruhnya ditangani oleh penyelenggara Pemilu (dalam hal ini adalah KPU), hal ini jelas terlihat dalam Pasal 58 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa: “media massa cetak, media massa elektronik, dan lembaga penyiaran dilarang menayangkan iklan kampanye komersial selain yang difasilitasi KPU provinsi/KIP Aceh atau KPU/ KIP kabupaten/kota”, dimana apabila pasangan calon (Paslon) yang melanggar ketentuan ini akan diberikan sanksi yang sangat berat sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 73 ayat (ayat 2) PKPU No. 7 Tahun 2015 tentang kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota, yang secara  tegas menyatakan, bahwa pelanggaran atas ketentuan Pasal 58 tersebut akan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai calon.

KPU RI Penyelenggara Pelaksana Pilkada Serentak Atau Pemilu Indonesia

Pertanyaan muncul, apakah mampu KPU melaksanakan atau menyelenggarakan kampanye kepada para pasangan calon (paslon) yang ikut dalam pemilu (pilkada serentak) secara adil? Mengingat banyak persoalan yang muncul dari pelaksanaan kampanye itu sendiri, baik dari segi waktu yang potensial dan efektif (prime time), urutan dan besarnya tampilan, kualitas suara dan gambar, media online atau offline yang dipergunakan, posisi letak spanduk dan pamflet ataupun baliho, dan lain sebagainya.

Nah, dari adanya hak preogratif penyelenggara pemilu (KPU) mengenai penyelenggaraan kampanye ini, sedikit banyaknya telah menguntungkan calon yang telah populer sebelumnya (misalnya calon petahana karena selama ini telah berinteraksi dengan publik ataupun konstituennya), dan bagi calon yang kurang populer tentu saja mematikan kreatifitas dan strategi berkampanye untuk mengimbangi kepopuler calon yang telah populer lebih dahulu.

Seandainya dibuka kran untuk menyelenggarakan kampanye, tentu saja akan banyak ide-ide cemerlang yang akan bermunculan dalam rangka meningkatkan elektabilitas dan branding figur calon dengan cara pasang iklan ke banyak media dan melakukan ekspose bertubi-tubi, baik melalui media online maupun media offline yang pasti akan meramaikan dan memeriahkan pesta demokrasi tersebut. Dengan kata lain, dalam hal ini mati suri kreatifitas tim pemenangan yang telah dibentuk sebagai salah satu motor penggerak untuk memenangkan pasangan calon (paslon) yang menjadi favoritnya.

Memang dalam PKPU No. 7 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan kampanye dalam Pasal 26 ada diatur mengenai 9 jenis bahan kampanye yang boleh dibuat dan dicetak pasangan calon (paslon), yakni: kaos, topi, mug, kalender, kartu nama, pin, ballpoin, payung dan atau stiker yang paling besar berukuran 10 cm x 5 cm yang apabila dikonversikan ke dalam bentuk uang nilainya paling tinggi adalah Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan hanya boleh disebarkan dan atau dilakukan pada saat kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog dan atau di tempat umum. Tentu saja, hal ini masih dianggap kurang cukup mengingat adanya jangkauan audiens yang sangat terbatas.

BAWASLU RI Penyelenggara Pemilu Atau Pilkada Serentak Indonesia Dalam Hal Pengawasan

Karena adanya pembatasan diatas, disiasati dengan bermain online di media sosial (misalnya facebook, WhatApps, Instagram, twitter, dll) baik dengan membuat akun resmi ataupun akun tidak resmi dengan maksud untuk mengangkat citra dan popularitas pasangan calon, meskipun kenyataannya tidak semua masyarakat kota Medan yang melihat atau mengetahui telah dibukanya akun facebook atau twitter pasangan calon. Tentu saja hal ini tidak cukup karena untuk bisa menyampaikan pesan politik yang efektif kepada seluruh para audiens, media online dan offline ataupun jenis yang lain, seperti televisi, koran, majalah, radio secara kontiniu kami rasa lebih efektif dan mengenai target sasaran.

Belajar dari banyaknya kelemahan-kelemahan dari penyelenggaraan kampanye pada pilkada serentak (pemilu) tanggal 9 Desember 2015 lalu, sangat diharapkan adanya introspreksi diri untuk mencari formula yang tepat agar tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pemilu bisa lebih tinggi lagi di pilkada serentak (pemilu) kabupaten/kota yang lain, khususnya dalam pemilihan gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara di tahun 2017 mendatang.

1 komentar:

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....