03 September 2016

Jasa Pengacara Mengurus Perceraian Dan Rumah Tangga

Berbicara jasa pengacara atau advokat dalam mengurusi masalah perceraian, baik bagi muslim maupun non muslim (Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu dan berbagai aliran kepercayaan yang diakui di Indonesia) dan penyelesaian kemelut rumah tangga, tentu memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi pemasukan sang pengacara.

Jasa Layanan Pengacara Mengurus Perceraian Dan Keluarga Rumah Tangga Di Indonesia

Dinamika adanya pertumbuhan permintaan atas penyediaan layanan jasa pengacara perceraian, khususnya di kota-kota besar di Indonesia seperti Kota Jakarta, Kota Tanggerang, Kota Blitar, Kota Bekasi, Kota Sumedang, Kota Sumenep, Kota Medan, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Batam, Pekan Baru, dan berbagai kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia.

Berbicara tentang eksistensi jasa pengacara perceraian di kancah pemberian bantuan hukum, tentu tidak terlepas dari pertanyaan berapa biaya yang harus dikeluarkan para pemakai jasa pengacara perceraian (klien yang bersangkutan). Mengenai berapa biaya atau tarif yang ditetapkan oleh pengacara turut juga menjadi pertimbangan yang sangat mempengaruhi apakah nantinya si-pengacara yang bersangkutan jadi atau tidaknya keahlian hukumnya dipakai untuk mengurusi permasalahan yang menyangkut tentang hukum perceraian beserta dengan segala konsekuensi dari adanya akibat hukum yang timbul dari perceraian tersebut. Apa arti, definisi dan pengertian hukum silahkan klik "hukum" untuk membacanya.

Apabila kita lihat dinamika yang terjadi, sangat wajar ketika terjadi peningkatan volume perkara perceraian di pengadilan (baik pengadilan negeri maupun pengadilan agama), maka ekuivalen pula dengan terjadinya pertumbuhan profesi pengacara yang mengkhususkan diri menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan perceraian.

Apakah pengacara yang mengkhususkan diri menangani perkara perceraian berbeda dengan pengacara-pengacara lainnya? Menurut pandangan kami selaku advokat/pengacara di Kota Medan yang pernah menangani kasus perceraian, pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya perlu pendalaman-pendalaman atas peraturan perundang-undangan yang mengatur dan atau berkaitan dengan perceraian berikut dengan segala akibat hukum yang timbul akibat adanya perceraian tersebut. Jadi metode dan juga hukum acara yang dipergunakan juga tidak ada yang dibuat secara khusus pula. Begitu juga dengan biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan akibat penggunaan jasa pengacara perceraian, tidak ada tarif standar yang diberlakukan atau ditetapkan untuk 1 (satu) menangani perkara perceraian.

Secara faktual, akhir-akhir ini diberbagai pengadilan peningkatan atas registrasi permohonan untuk bercerai dan atau talak 1, talak 2 dan talak 3, bahwa untuk mengurusi masalah rujuk, tidak terlepas dari adanya dalil atau alasan umum pemicu timbulnya percekcokan (pertikaian antar suami isteri) yang tidak bisa didamaikan (rukun/rujuk) lagi, sehingga berujung pada satu kebijakan mengambil putusan terakhir mengakhiri rumah tangga melalui sebuah gugatan perceraian.

Secara hukum, masalah perceraian di dalam mengakhiri hubungan suami isteri secara tegas ada diatur dalam Undang-Undang yang berlaku, namun nuansanya seakan-akan terangkat kepermukaan dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana masalah perceraian (yakni cerai hidup) sangat ramai diekspose hingga menjadi trending topik di media massa dan jejaring sosial (seperti facebook, twitter dan whatsapp). Terjadinya pemberitaan massal tentang perceraian ini juga menyebabkan orientasi profesi pengacara dalam marketing juga mengalami perkembangan, dimana secara khusus ada yang spesialis pengacara yang hanya menangani perceraian, baik dalam rangka mengajukan gugatan atau permohonan, memberikan bantuan hukum tentang masalah-masalah yang berkaitan atau berhubungan langsung dengan hukum perkawinan dan atau keluarga ini.

Terjadinya pemberitaan massal tentang perceraian sebagaimana yang kami kemukakan diatas, akibat banyaknya pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik dalam hal terjadi perceraian di kalangan para artis (selebritis) dan atau publik figur, seperti yang sering terlihat di televisi. Hal ini sepertinya telah terimaginasi di dalam pikiran masyarakat umum untuk lebih memilih perceraian ketika dalam rumah tangganya terjadi persoalan-persoalan.

Bagi pasutri (pasangan suami isteri), masalah perceraian seharusnya dimaknai sebagai masalah yang sangat serius dalam sebuah rumah tangga, dimana jangan karena ada percekcokan lalu kemudian seenaknya mengambil langkah hukum mengajukan gugatan/permohonan perceraian atau talak ke pengadilan. Karena dampak yang nyata dan langsung diterima dari terjadinya perceraian bukan hanya melibatkan pasangan suami dan isteri saja, melainkan juga terkait dengan masalah hak asuh atau perwalian anak dan menyangkut hubungan keluarga besar kedua belah pihak.

Berdasarkan pengalaman kami selaku advokat dan atau pengacara yang pernah menangani atau mengurus gugatan perceraian di pengadilan negeri Medan, dari beberapa pernyataan atau pengakuan yang dikemukakan oleh klien (penggugat) yang hendak mengajukan permohonan gugatan perceraian ke pengadilan, ada beberapa alasan-alasan yang disampaikannya, khususnya yang menyangkut masalah umum yang menciptakan timbulnya keinginan bercerai dan mengakhiri hubungan suami isteri yang diikat dalam sebuah mahligai rumah tangga. Dimana alasan umum perceraian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Alasan Faktor Ekonomi
Banyak pasangan suami isteri yang berusia muda yang telah lama menikah, merasakan bahwa hidup rumah tangganya masih terus dalam kekurangan dalam hal ekonomi dan atau keuangan, padahal pasutri tersebut telah mencoba untuk tetap bersabar dalam balutan keluarga yang ekonominya serba kekurangan. Pada bahagian ini pulalah, banyak pasangan suami isteri yang tidak kuasa bertahan dalam hidup ekonomi yang serba kekurangan, khususnya kaum wanita. Sementara, salah satu syarat utama untuk menjalin suatu pernikahan yang harmonis adalah mempunyai pekerjaan layak dan pendapatan ekonomi yang cukup untuk menggerakkan roda ekonomi keluarga. Jika, urusan keadaan ekonomi dalam rumah tangga semakin menipis, tentu akan menyebabkan banyak masalah-masalah baru sehingga menimbulkan pertengkaran dan atau percekcokan antara suami dan isteri.

2. Terjadinya Komunikasi Pasif
Alasan ini juga sangat sering mencuat kepermukaan sebagai salah satu dalil untuk mengakhiri hubungan suami isteri dengan perceraian. Banyaknya perceraian terjadi di masyarakat, salah satunya disebabkan karena kurangnya intensitas komunikasi 2 (dua) arah yang harmonis antara suami dan istri. Jalan terbaik untuk mengatasi komunikasi pasif adalah dengan mencoba membangun komunikasi yang lebih aktif dan bersifat terbuka meskipun itu secara tidak langsung hanya via handphone/telepon.

3. Adanya Perbedaan Yang Nyata
Sering kali adanya sebuah perbedaan yang kelihatan nyata menyebabkan seseorang relah untuk melepas hubungannya dengan orang lain tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan untuk memberikan tolerasi terlebih dahulu. Seharusnya, adanya perbedaan ini harus dimaknai untuk menjadikan seseorang dapat melihat dan lebih mengerti bahwa adanya kekurangan antar pasangannya (hubungan satu dengan lainnya) harus secara dicari solusi yang tepat dan efektif untuk menyatukan persepsi dan saling isi mengisi, bukan malah sebaliknya menjadikan sebagai pemicu dan alasan untuk mensahkan adanya perpisahan dan atau perpecahan dalam rumah tangga. Contoh perbedaan ini adalah:

  1. Adanya perbedaan faham dan keyakinan;
  2. Perbedaan ide dan atau pemikiran;
  3. Perbedaan status sosial dari masing-masing keluarga (kaya dan miskin);
  4. Perbedaan pendidikan formil;
  5. Perbedaan pendapatan antara suami isteri;
  6. Dan masih banyak yang lain lagi;
4. Salah Satu Pasangan Tidak Konsekuen
Menikah dan atau berumah tangga adalah sebuah konsekuensi untuk saling percaya, saling setia, saling mencintai, saling menyayangi, bertanggung jawab, saling menjaga, saling menerima kekurangan pasangan, dan saling menghargai. Jika suatu saat rasa konsekuensi ini memudar atau hilang, maka indikasinya akan sangat mudah menyulut terjadi pertengkaran yang berujung pada perceraian. Ada beberapa contoh tingkah laku atau perbuatan yang tidak konsekuen yang terjadi dalam pernikahan adalah:

  1. Mencintai pihak ketiga;
  2. Suami mengabaikan tanggung jawab untuk mencari nafkah;
  3. Istri tidak menjaga kehormatan dan martabat keluarga;
  4. Dan lain sebagainya;
5. Salah Satu Pihak Melakukan Perselingkuhan
Selingkuh adalah merupakan sebuah perbuatan penghianatan kepercayaan yang diberikan dalam lembaga rumah tangga. Semua orang pasti tidak menginginkan orang yang dicintainya melakukan perselingkuhan kepada orang lain. Tentu saja hal ini menyebabkan timbulnya luka yang sangat dalam dan membekas di hati. Luka karena mereka dihianati akan menyebabkan keputusan dini tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan secara matang langsung mengajukan gugatan perceraian atau talak.

6. Masalah Kebutuhan Seks (Nafkah Batin)
Adanya kebutuhan nafkah batin atau seksual adalah merupakan salah satu alasan penting yang selalu mengemuka mengapa seseorang lebih memilih melangsungkan pernikahan atau perkawinan, selain adanya kebutuhan jasmani. Kebutuhan batin inipun harus terpenuhi secara wajar agar keutuhan rumah tangga tetap terjaga dan langgeng sampai akhir hayat. Terkadang ketidakpuasan dalam urusan seks (nafkah batin) ini, menyebabkan seseorang melakukan perselingkuhan dengan pihak lain, dimana hal ini akan berujung pada keputusan untuk melakukan perceraian dan mengakhiri mahligai rumah tangga.

7. Kesibukan Pekerjaan yang Berlebihan
Rutinitas beban bekerja yang sangat sibuk, membuat kedua pihak (suami dan isteri) jarang melakukan komunikasi aktif dengan pasangannya. Aktifitas pekerjaan yang berlebihan sudah pasti akan membuat lelah pikiran dan juga fisik, sehingga saat pulang kerja keduanya mungkin akan menghabiskan waktu untuk langsung tidur atau beristirahat. Keadaan seperti ini apabila terus berlangsung, tentunya sangat tidak baik dan membuat hubungan suami istri tidak harmonis, apalagi ketika beban pekerjaan semakin bertambah dan menumpuk akan menimbulkan stres jangka panjang. Beban pikiran yang berlebihan karena pekerjaan terkadang membuat keduanya mudah marah dan tidak bisa mengkontrol emosi, sehingga menimbulkan pertengkaran terus menerus dan bahkan sampai ada yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

8. Kurangnya Perhatian Terhadap Pasangan
Hakekat dari sifat manusia yang memiliki watak senang diperhatikan, dipuja dan atau dipuji, diakui, dicintai, dan juga disayangi. Jika dalam keluarga salah satu pasangan mendapatkan perhatian yang kurang, maka bibit-bibit kemesraan dalam rumah tangga-pun akan tidak akan timbul menjadi tunas yang baru. Dan tentu saja hal ini bisa memperbesar peluang untuk mengambil keputusan melakukan perceraian atau talak dalam rumah tangganya.

9. Saling Curiga Mencurigai
Saling mencurigai pasangan adalah sebuah penyakit yang harus segera diobati, karena hal ini akan menimbulkan prasangka buruk, sering menuduh, dan melakukan fitnah di dalam kehidupan berumah tangga. Sifat ini biasanya dimiliki oleh pasangan yang protektif.

10. Sering Bertengkar
Adanya pertengkaran dalam rumah tangga pasti sangat wajar dialami oleh banyak pasangan suami isteri. Namun, pertengkaran sekecil apapun itu, sebaiknya tidak dianggap remeh, apalagi jika watak keduanya (suami dan isteri) mudah tersinggung dan sulit untuk berdamai (rujuk), tentu hal ini akan sangat mudah untuk mengeluarkan kata-kata yang bernada perceraian. Jika pertengkaran suami isteri sering terjadi, maka akan sangat mudah mereka untuk memilih bercerai.

11. Intimidasi dan Tindak Kekerasan (KDRT)
Intimidasi atau perkataan kasar yang dilontarkan oleh suami kepada istri atau sebaliknya, dapat mematikan kemesraan dan atau keharmonisan dalam membina hubungan rumah tangga, apalagi jika sampai terjadi kekerasan (misalnya pemukulan dan atau penganiayaan) dalam rumah tangga. Siapapun itu, apalagi seorang istri adalah manusia yang mempunyai perasaan dan hati, intimidasi dan atau perbuatan kekerasan akan membuatnya lebih memilih untuk memutuskan hubungan perkawinan dari pada terus bertahan di dalam penderitaan mengalami siksaan fisik.

12. Tidak Mempunyai Keturunan (Anak)
Memang salah satu alasan orang untuk berumah tangga (menikah) adalah untuk mendapatkan keturunan (anak). Sehingga sering juga alasan ini dijadikan sebagai dasar seseorang hingga mau mengakhiri rumah tangganya dengan jalan perceraian apabila tidak mendapat keturunan. Apalagi bila salah satu pasangan, masih memegang teguh adat istiadat.

Itulah hal-hal yang melingkupi dinamika timbulnya beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya penyediaan layanan jasa pengacara perceraian, khususnya di kota-kota besar di Indonesia seperti Kota Jakarta, Kota Tanggerang, Kota Blitar, Kota Bekasi, Kota Sumedang, Kota Sumenep, Kota Medan, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Batam, Pekan Baru, dan berbagai kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia. Berikut apa yang menjadi alasan umum perceraian yang acap kali dijadikan orang untuk mengajukan gugatan perceraian atau talak ke pengadilan negeri ataupun ke pengadilan agama. Semoga bermanfaat. Bila ingin mempelajari atau kepingin tahu tentang siapa kami, silahkan baca sinopsis lengkap profil diri kami di halaman => “tentang kami”. Sekian dan terima kasih. Salam Advokat – Pengacara – Lawyers – Attorney – Solicitors – Konsultan dan Penasihat Hukum Indonesia. (by N Hasudungan Silaen, SH – Advokat dan Konsultan Hukum Anggota Peradi, Putra Batak asal Kota Medan, Sumatera Utara (SUMUT), Indonesia). Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....