25 Februari 2017

Pilgubsu 2018 Antara Bakal Calon Perseorangan Dan Paslon Partai Politik

Hiruk pikuk pelaksanaan Pilgubsu 2018 Antara Bakal Calon Perseorangan Dan Paslon Partai Politik, masih menjadi tanda tanya. Fenomena turut sertanya calon perseorangan (independen) dalam pesta demokrasi pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu, dan bahkan ada yang menang dengan berhasil memperoleh suara terbanyak, telah memotivasi atau mengilhami akan muncul bakal pasangan calon (paslon) perseorangan untuk maju pada pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018 yang akan datang.

Bakal Calon Perseorangan atau Balon Independen di Pilgubsu 2018

Memang informasi menang-nya pasangan calon perseorangan (independen) ini cukup mengejutkan banyak pihak juga, karena perolehan suaranya mampu mengalahkan pasangan yang diusung partai politik (parpol), contohnya pilkada di NAD (Aceh) dimana pada beberapa daerah banyak yang dimenangkan oleh calon perseorangan (independen). Tentu hal ini telah memotivasi siapa saja yang ingin maju dalam pilkada, dan bahkan fenomena diprediksikan bisa jadi rujukan pada pelaksanaan Pigubsu 2018.

Memang, pasca keluarnya keputusan Mahkama Konstitusi, persyaratan untuk calon independen telah semakin dipermudah, dimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada pokoknya telah mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan merupakan angin segar bagi calon independen yang tidak mendapatkan partai. Pasalnya, dalam putusan Mahkamah mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) di pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah. Jadi, kondisi ini ke depan pasti bakal calon perseorangan akan lebih banyak lagi mengikuti pilkada.

Nah, khusus untuk pilkada di Prov Sumut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut) berdasarkan informasinya akan membuka pendaftaran bakal pasangan calon perseorangan untuk Pemilihan Gubernur Sumut (Pilgubsu) 2018 adalah sekitar pada Bulan September 2017 mendatang. Jadi, bila hal tersebut terlaksana, maka berdasarkan skenario pilkada serentak akan diselenggarakan pada Bulan Juni 2018. Sehingga, perkiraan kami, 9 (sembilan) bulan sebelum itu yakni sekitar September 2017 tahapan pendaftaran bakal calon perseorangan akan dilaksanakan.

Dalam rangka untuk memenuhi tahapan awal, tentu saja pihak penyelenggara (KPU Sumut) juga akan melakukan pembentukan penyelenggaraan pemilihan yang bersifat adhoc mulai dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Jadi, sekitar bulan November nantinya Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) sudah direkrut seluruhnya pada Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara, untuk selanjutnya akan melakukan verifikasi faktual terhadap Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pemberi dukungan pasangan calon (paslon) dari perseorangan yang dimaksud.

Berbicara tentang penyelenggaraan pilkada, tentu tidak terlepas dari adanya hal-hal tentang alokasi anggaran pilkada. Khusus untuk pelaksanaan pilkada gubsu, alokasi anggaran pilgubsu sebahagian telah masuk dalam R-APBD Tahun Anggaran 2017 yang mana KPU Sumut akan menerima sebanyak Rp. 363.781.654.440 yang akan dipergunakan untuk memenuhi alokasi kebutuhan atas dana berdasarkan tahapan yang dibuat dan atau dilaksanakan mulai bulan September 2017. Total anggaran yang diajukan oleh KPU Sumut sekitar Rp. 995 miliar. Namun, untuk tahun 2017 ini yang akan dikucurkan adalah Rp. 363 miliar lebih. Jadi sisa anggaran pilgubsu sumut kemungkinan akan ditampung pada anggaran R-APBD tahun 2018 yang akan datang.

Dalam hal pengajuan anggaran pilgubsu 2018 sebagaimana disebutkan diatas, sebenarnya sudah dilakukan sejak lama bahkan sudah melalui pertemuan dengan 8 (delapan) daerah kabupaten/kota di Sumut yang turut serta melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di tahun 2018.

Tentu lain suasana kebatinan para bakal calon perseorangan (independen) yang memiliki hasrat untuk maju dalam pilgubsu 2018, maka dinamika keinginan maju dari para pimpinan partai politik (parpol) yang memiliki pengalaman mumpuni dalam pemerintahan daerah (pemda), diprediksikan juga akan dominan dalam perhelatan pilkada di Provinsi Sumatera Utara ini.

Bakal Calon Partai Politik - Parpol di Pemilihan Gubernur Sumut 2018

Hal ini bisa kita lihat langsung, misalnya HT Erry sebagai incumbent akan memiliki keinginan besar untuk maju di pilgubsu ini, dan kemungkinan besar juga akan majunya Gus Irawan, Ngogesa, Tuani Lumban Tobing, dan JR Saragih dan Nurdin Tampubolon yang kesemuanya juga merupakan pimpinan puncak partai di Sumut. Dengan kata lain, percuma investasi besar-besaran merebut posisi itu jika tak ada reward yang diharapkan di belakang. Benar tidak sobat blog kantor advokat pengacara silaen & associates di medan. Jika dilihat dari analisis kepartaian yang disandang mereka, maka hanya akan ada peluang 4 (empat) pasangan atau sangat sulit membayangkan 5 (lima) pasangan yang maju dari jalur parpol. Nah, untuk mengetahui daftar nama balon gubsu, silahkan baca juga artikel kami yang berjudul: nama bakal calon gubernur sumut 2018, mana tahu ada nama calon sumut-1 yang menjadi favorit Anda.

Tentu perhelatan pilgubsu menuju kursi sumut-1 ini akan semakin menarik bila ada suguhan politik baru, yakni adanya calon lain dari jalur perseorangan (independen). Mengapa hal ini termasuk hal penting dibahas dalam pilgubsu 2018? Karena, bila benar nantinya ada bakal pasangan calon yang maju dari jalur perseorangan (independen), maka inilah pertama kali di Pilkada Gubernur Sumut akan muncul. Bila benar juga, maka dugaan kami akan muncul paling sedikit satu orang paslon gubsu yang berebut kursi BK-1, serta kami yakin pula bahwa paslon yang maju dari jalur ini tidak main-main dalam arti penuh kecermatan perhitungan maupun analisis tentang peta-peta perpolitikan dalam hal mendulang suara dukungan, serta didukung dengan adanya modal besar dan kemampuan manuver yang terlatih dengan networking yang memadai untuk meyakinkan rakyat pemilih di daerah.

Disamping itu, pelaksanaan pilgubsu 2018 ini sangat dekat dengan event pelaksanaan pemilu 2019 (pemilu legislatif dan pilpres). Oleh karena itu, semua partai politik terutama Golkar, PDI-Perjuangan,  Demokrat dan Gerindra akan menjadikannya sebagai uji pertarungan yang sangat penting dalam rangka memanaskan bergeraknya mesin partai politik, seperti memanasnya pilkada DKI 2017. Memanaskan mesin partai ini juga akan terlihat nantinya rivalitas yang sama bakalan terjadi di daerah-daerah besar lainnya di Indonesia seperti Pilkada Jawa Barat (Jabar), Pilkada Jawa Tengah (Jateng) dan Pilkada Jawa Timur (Jatim). Dari gambaran inilah, maka pengendalian ketat partai dari pilkada Jakarta sedikit banyaknya akan membuat pengabaian atas aspirasi rakyat, hingga calon-calonnya bisa tak begitu disukai rakyat. Membaca situasi inilah, diharapakan partai politik berupaya untuk menyelami aspirasi konstituennya, misalnya dengan melaksanakan simulasi pilgubsu lokal di internal partai.

Hal lain yang akan selalu penting dan hangat untuk dibahas ialah posisi incumbent gubsu HT Erry. Karena, sebagai pucuk pimpinan partai Nasional Demokrat (partai NasDem) yang sudah cukup lama belum dilantik (hingga tulisan ini dibuat), tentu menjadi fenomena tersendiri. Ya, mungkin saja pucuk pimpinan pusat partai NasDem ini memiliki agenda lain berhubungan salah seorang anggota DPR-RI dari Dapil Sumut yakni Prananda Paloh. Tentu semua orang tahu siapa Prananda Paloh ini, intinya ia-nya adalah orang penting di partai NasDem. Atau adanya anggapan umum yang muncul dalam alam pikiran elit politik di Sumut, bahwasanya Gubsu HT Erry ini dianggap lemah dan kurang memiliki popularitas ataupun elektabilitas, dan karena itu dengan sendirinya menjadi dorongan munculnya lebih banyak orang yang berani maju di ajang pilkada sumut. Jika benar, HT Erry berprestasi, maka banyak orang yang akan berhitung melawan incumbent seperti yang kita saksikan pada pelaksanaan di pilkada Tebingtinggi tanggal 15 Februari 2017 kemarin yang merupakan calon tunggal pilkada Tebingtinggi.

Memang dalam kemasan konsep “pencitraan diri”, tentu nanti akan banyak bahasa yang diumbar dengan menonjolkan agenda bersih dan anti korupsi. Mengapa konsep pencitraan diri anti korupsi ini menjadi salah satu slogan penting dalam agenda kampanye dan atau sosialisasi, tentu hal ini sangat berkaitan dengan fakta beberapa KDH sudah pernah dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi. Tapi bisa saja, rakyat secara mayoritas tak percaya lagi atas banyaknya janji-janji yang mengatakan anti korupsi, kaerna rakyat tahu bahwa hal itu semua sangat politis. Bahkan banyak juga yang memprediksikan bila tokoh besar yang merupakan mantan narapidana korupsi seperti Abdillah atau Rahudman Harahap maupun Syamsul Arifin, SE akan maju dalam pilkada memperebutkan kursi sumut-1, maka peluang menang juga cukup besar.

Ya memang, masalah ini adalah setali tiga uang dan memang merupakan paradox, sesuai proses pembelajaran yang dialami masyarakat tentang hakekat penegakan hukum di Indonesia. Orang tak lagi begitu percaya definisi dan makna korupsi. Terlebih mereka yang melek informasi dan dapat membandingkan fenomena Jakarta dengan daerah. Jadi, akhirnya nanti rivalitas itu akan dapat mengambil cara-cara pengarusutamaan modus-modus barbar, yakni strategi money bombing. Karena itu siapa yang paling berhasil memainkan uang dan kecurangan lainnya, kelihatannya potensil menjadi pemenang. Itu jika tak ada perbaikan system dan kesadaran civil society untuk melawan hasrat permainan curang dimaksud.

Jadi, sangat perlu untuk selalu direnungkan dan menjadi catatan bahwa semua modus pemenangan pilkada yang dilaksanakan dengan gaya yang berbau barbar itu akan kita saksikan makin leluasa karena kapasitas dan apalagi integritas penyelenggara pemilu yang dianggap masih begitu rendah, sehingga tingkat partisipasi masyarakat juga sangat rendah. Ini salah satu faktor yang sudah menjadi pakem utama dalam pelaksanaan demokrasi langsung di Indonesia. Ditambah dengan gaya politik yang menggunakan primordialitas dan SARA, sehingga sangat diharapkan untuk perlu tidaknya menganalisis masalah persukuan tersebut? Ya, menurut kami, memang politik di Indonesia tak bisa lepas dari primordialitas dan SARA dimaksud, dimana hal ini telah sama-sama kita ketahui dan dipertontonkan dalam puncak fenomena kenegaraan Indonesia yang sudah diperagakan oleh elemen-elemen rakyat dan juga partai politik (parpol) yang memperagakannya dalam pilkada DKI yang saat ini akan memasuki putaran ke-2 pada tanggal 19 April 2017 yang akan datang maupun pada pilpres 2014 lalu.

Semoga artikel yang membahas pilkada gubsu 2018 tentang bakal calon (balon) atau pasangan calon (paslon) baik yang maju dari jalur perseorangan (independen) maupun yang akan maju dari jalur yang diusung partai politik (parpol). Atas perhatian dan kunjungannya ke blog-nya kantor hukum advokat lawyer medan ini, diucapkan banyak terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....