14 November 2016

Primordialisme Paslon Putra Daerah Di Pilkada

Pilkada yang merupakan pengejawantahan otonomi daerah (otda) dalam rangka memilih secara langsung siapa pasangan calon (paslon) kepala daerah yang akan menjadi pemimpin di daerahnya, tidak terlepas dari adanya partisipasi dan advokasi masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana sosok pemimpin yang akan dipilihnya kelak.

Fanatisme Masyarakat Memilih Paslon Putra Daerah di Pilkada Tapanuli Tengah - Tapteng - Sumut

Ada hal menarik ketika akan berlangsungnya pilkada, yakni tentang ikhwal primordialisme putra daerah dan non-putra daerah, dimana kata putra daerah menjadi salah satu nilai jual yang selalu didengung-dengungkan oleh sebahagian pihak “lawan politik” dengan tujuan agar masyarakat tidak memilihnya. Bahkan akhir-akhir ini masalah putra daerah diyakini dan dimaknai telah menjadi salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang calon pemimpin daerah.

Nah, masalah calon pemimpin kepala daerah yang nota bene dimaknai haruslah putra daerah telah gencar dan lantang dikumandangkan dalam ajang pilkada bupati/wakil bupati tapteng 2017. Hal ini sangat jelas terlihat dari postingan dan juga komentar para netizen pemerhati pilkada tapteng di media sosial (facebook dan twitter) yang mengatakan agar masyarakat di 20 Kecamatan yang ada di tapanuli tengah memilih calon pemimpin yang merupakan putra daerah (yakni pasangan calon Nomor 2 = PAUS; Paslon Nomor 3 = BADAR; Paslon Nomor 4 = BESAR). Lalu apakah pasangan calon Nomor 1 = AMIRA bukan merupakan putra daerah? Jawabannya ada dipenjelasan seperti dibawah ini.

Sebenarnya, ada fenomena yang terjadi dalam hiruk pikuk pilkada tapteng di atas, sangat diperlukan analisa, pemikiran, referensi serta pengalaman yang dapat secara jernih dan terang benderang memaknai kalimat PUTRA DAERAH. Apakah yang dimaksud dengan putra daerah tersebut adalah mereka-mereka yang lahir, berkependudukan dan hidup serta tumbuh besar di daerah tapanuli tengah? Ataukan putra daerah adalah mereka-mereka yang memiliki hubungan biologis dengan masyarakat sekitar atau hanya sekedar lahir di suatu daerah dan setelah itu mereka akan pergi (merantau) dan tidak pernah memberikan kontribusi nyata terhadap daerah tersebut?

Arti Dan Pengertian Putra Daerah
Kalau ditelaah arti dan pengertian putra daerah, sebenarnya tidak ada satu defenisi baku maupun landasan hukum yang dapat dijadikan sebagai referensi, meskipun kita memutarbalik halaman demi halaman Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi dengan kata lain pengertian putra daerah dapat diartikan sangat beragam. Namun dilandaskan pada peraturan tentang pemerintahan daerah, untuk membuka pemahaman dan kepentingan demokrasi, serta integrasi bangsa, pengertian putra daerah haruslah memuat ciri-ciri sebagai berikut:

Mengenal daerahnya dengan secara baik;
Mampu menggunakan atau berbahasa daerah;
Memiliki visi dan misi serta karya yang jelas untuk membangun daerah;
Secara baik dikenal oleh masyarakat daerah;
Pernah tercatat sebagai penduduk dan tinggal di daerah tersebut;

Sementara kalau dibuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata putra daerah tidak ada, namun hanya ada kata yang identik atau berdekatan yakni BUMI PUTERA yang memiliki arti ANAK NEGERI atau PENDUDUK ASLI atau PRIBUMI.

Putra Daerah Di Pemerintahan Daerah
Dari dinamika yang berkembang dalam kontes pemilihan kepala daerah baik itu pilkada gubernur, bupati, walikota, setiap para calon dan wakilnya hampir seratus persen diikuti oleh putra daerahnya masing-masing. Padahal kalau dicermati UU No.12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 secara tegas dan sangat jelas tidak ada mencantumkan syarat putra daerah bagi calon kepala daerahnya masing-masing.

Sebagai faktanya bisa dilihat dari terpilihnya Joko Widodo dan Ahok dalam pilkada Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012 – 2017. Adanya fakta ini tentu merupakan sesuatu hal yang sangat bersifat eksploratif karena baru kali ini, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh pemimpin yang berasal dari luar daerah Jakarta. Realitas ini sangat hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia yang selanjutnya sering dinamakan dengan “PEMIMPIN IMPORT”, sebab pemimpin asli daerah sudah mulai hilang citranya di mata masyarakat asli Jakarta.

Contoh lain adalah ketika berlangsungnya pemilukada gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013, dimana pilgubsu tersebut dimenangkan oleh calon Gatot Pujo Nugroho dan Teuku Erry. Apakah nama Gatot dan Teuku termaksud putra daerah Sumut? Sebagaimana diketahui, bahwa Gatot Pujo Nugroho adalah nama yang sangat dikenal masyarakat Jawa dan juga masyarakat suku Jawa yang sudah lama tinggal dan menetap di Sumatera Utara. Sedangkan nama Teuku Erry adalah nama keturunan bangsawan Melayu Sumatera Utara atau persisnya Sumatera Utara Bagian Timur.

Adanya contoh diatas, telah menjadi gambaran bahwasanya kemungkinan untuk mendatangkan pemimpin yang dari luar daerah itu terbuka lebar dan optimis untuk bisa di ikuti oleh calon dari daerah lainnya. Sebab terjadinya fakta diatas juga disebabkan dewasa ini masyarakat sudah sangat pandai dan selektif dalam memilih ataupun melihat sosok calon pemimpin yang dikehendakinya, yakni tidak lagi semata-mata berorientasi pada “fanatisme” dan atau "primordialisme" putra daerah atau tidak putra daerah. Namun sosok yang diperlukan saat ini adalah sosok yang mampu dan telah memberikan bukti nyata, bukan hanya sebatas pencitraan yang kebablasan.

Pemimpin sejati yang dibutuhkan masyarakat adalah harus merakyat dan bukan “paku mati” selalu memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang selalu memerintah dan “jaim” (jaga image). Seperti contoh ketika Joko Widodo membuktikan keberhasilannya selama memerintah di Solo telah dipandang sebagai hal yang memengaruhi masyarakat warga Jakarta ketika terjadi pilgub DKI Jakarta 2012 lalu, meskipun ada tangan lain yang turut mempopulerkannya yakni peran dari media massa, baik online maupun offline.

Memahami Kategori Putra Daerah
Memang kontes antara putra daerah dan bukan putra daerah selalu menghiasi setiap adanya pemilihan kepala daerah. Banyak argument yang dilemparkan untuk melabelisasi bahwa yang terbaik bagi suatu daerah adalah memiliki pemimpin yang berasal dari daerah tersebut. Namun, apabila ditanya apa yang menjadi ukuran menyangkut siapakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai putra daerah?

Kalau dicermati kata putra daerah menurut “webstern dictionary” lebih mendekati kata “native” (orang pribumi) yang artinya adalah => “an origin in habitant (penduduk asli) or long life resident (penduduk tetap) atau exiting in or belonging to one by nature (seseorang yang tinggal di daerah tersebut)".

Selanjutnya apabila defenisi diatas dikaitkan dengan pendapat Samuel P Huntington, putra daerah didefenisikan menjadi 4 (empat) jenis, yakni:

1) Putra daerah genealogis => putra daerah jenis ini dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni: 1) mereka yang kebetulan dilahirkan di daerah yang bersangkutan dari (daerah salah satu atau kedua) orang tua yang juga berasal dari daerah tersebut; 2) mereka yang tidak dilahirkan di daerah tersebut, tapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah tersebut.

2) Putra daerah politik => putra daerah yang memiliki kaitan politik secara langsung dengan daerah itu. Misalnya: anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah tertentu yang sebelumnya tak punya kiprah politik dan ekonomi daerah tersebut atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang oleh partainya ditempatkan sebagai kandidat atau pasangan calon dari daerah yang memiliki kaitan genealogis daerahnya.

3) Putra daerah ekonomi => putra daerah yang kapasitas ekonominya memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi ataupun jaringan bisnis di daerah asalnya. Bila hal ini dikaitkan dalam konteks sistem politik dan ekonomi, biasanya hanya berhubungan dengan daerah asalnya.

4) Putra daerah sosiologis => putra daerah yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah asalnya, tetapi juga hidup, tumbuh, besar serta berinteraksi dengan masyarakat di daerah tersebut.

Adanya kategori diatas, mudah-mudahan sedikit banyaknya dapat membantu masyarakat untuk menjawab pokok bahasan mengenai masalah putra daerah maupun yang bukan putra daerah secara lebih baik, layak dan relevan. Bahwa permasalahan putra daerah ataupun bukan putra daerah sebenarnya hanyalah merupakan perkara sekunder, karena yang lebih primer (utama) adalah mengenai kelayakan kepemimpinan sang kandidat atau pasangan calon kepala daerah.

Menurut kami, seharusnya yang perlu disikapi, diantisipasi dan menjadi perhatian yang serius bagi seluruh masyarakat dalam pelaksanaan pilkada serentak di tapanuli tengah adalah praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh para pasangan calon, seperti:

1) Permainan Money Politic => money politik ini selalu saja datang menghantui di setiap pelaksanaan pilkada. Caranya dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah diperalat hanya karena telah diberikan uang oleh para kandidat atau para tim sukses dan atau simpatisannya.

2) Perbuatan Intimidasi => adanya intimidasi sangat berbahaya dan cenderung bisa dijadikan senjata ampuh dalam memaksanakan kehendak calon tertentu. Intimidasi ini dapat dilakukan dengan cara adanya ancaman akan dinonjobkan dari jabatan tertentu atau bahkan pada persoalan penghilangan hak-hak asasi yang dimiliki seseorang.

3) Curi Start Kampanye => berbagai cara dilakukan, misalnya pemasangan poster, baliho, selebaran, spanduk, brosur, kartu nama, dlsb. Curi start kampanye ini juga sering dilakukan oleh para calon saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Selain itu, media massa lokal (baik media berita online, TV lokal, surat kabar lokal telah lazim digunakan sebagai media kampanye yang jor-joran dillakukan. Calon yang menyampaikan visi dan misinya sebagaimana yang kami uraikan diatas lazim dilakukan meskipun jadwal pelaksanaan kampanye belum legal dimulai.

4) Kampanye Negatif => seringnya muncul kampanye negatif diakibatkan karena kurangnya sosialisasi para pasangan calon kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup tentang sosok dan jati diri setiap calon yang ikut dalam pilkada. Kondisi ini menyebabkan masyarakat hanya “mangut” dengan orang yang ada disekitar mereka dan dianggap sebagai panutannya. Kehadiran kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya berbagai bentuk fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

Kembali ke pemilihan kepala daerah pilbup tapteng 2017, yang harus diutamakan ialah tentang kapabilitas dari setiap pasangan calon pemimpin di tapteng. Kabupaten Tapanuli Tengah tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan kefiguritasan, namun terlebih lagi harus memiliki sikap ketegasan dan pengalaman sebagai pemimpin. Serta juga mencari pola sosialisasi dan strategi kampanye yang efektif, apakah kampanye politik online untuk pilkada tapteng 2017 maupun kampanye offline pada pilkada tapanuli tengah 2017.

Oleh karenanya, pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat se kabupaten tapanuli tengah adalah sosok pemimpin yang tidak hanya memiliki akseptabilitas, namun harus didukung oleh adanya moral yang baik serta publik figure yang benar-benar telah teruji, memiliki kemampuan untuk memimpin dan juga membimbing masyarakatnya, memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas, ketegasan dalam dunia politik, memiliki wawasan dan cara pandang yang luas serta mampu menjawab segala permasalahan suatu daerah dan juga keluhan rakyat.

Mungkin semuanya perlu merenungkan kembali makna dalam mencari pemimpin yang benar-benar “pro rakyat” yang punya niatan untuk membangun daerah yang dipimpinannya, sehingga perlu kiranya diantisipasi secara bersama untuk tidak menyerahkan kepemimpinan suatu daerah pada orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas dan pengetahuan yang baik, maka itu berarti kita sedang mempersiapkan kehancuran yang terencana, sistematis dan massif.

Semoga dengan adanya momentum pilkada bupati/wakil bupati tapanuli tengah 2017 nanti dapat memilih pemimpin yang benar-benar pro rakyat dan secara terpadu serius dalam membangun daerah, serta dapat memberikan rasa keadilan, perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Sekian artilel kami tentang primordialisme paslon putra daerah di pilkada, atas perhatian dan kunjungannya ke blog ini diucapkan terima kasih.

Salam hormat,

N. Hasudungan Silaen, SH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Link Aktif, Harap Maklum BOSS.....